Mengadang Arus Naturalisasi, dari Davis Bertans Sampai Tim Iran
Di Piala Dunia, tren naturalisasi pemain bertumbuh subur. Namun, ternyata masih ada pemain dan negara, seperti Iran dan Latvia, yang ingin melawan arus itu.
Oleh
KELVIN HIANUSA, REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ekspresi kekecewaan pemain tim Pantai Gading, Vafessa Fofana, dengan melepasi kepangan rambutnya saat timnya dikalahkan tim Lebanon dalam laga kualifikasi Grup P yang memperebutkan klasifikasi peringkat dalam Piala Dunia FIBA 2023 di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, Kamis (31/8/2023). Dalam laga ini, Lebanon mengalahkan Pantai Gading dengan skor 94-84.
Setelah nyaris seminggu Piala Dunia FIBA 2023 berlangsung, akhirnya ada tim Asia yang tersenyum selepas laga di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, pada Kamis (31/8/2023). Tim Lebanon menang atas wakil Afrika, Pantai Gading, 94-84, dalam babak klasifikasi untuk mencari peringkat 17 -32.
Wael Arakji, Most Valuable Player Piala Asia 2022, semringah. Padahal, dua hari lalu, dia menangis kejer seusai ditaklukkan Perancis di babak grup. Kemenangan itu sangat berarti. Arakji dan rekan-rekan tidak hanya menang pertama kali di Piala Dunia, tetapi juga menjaga asa untuk lolos langsung ke Olimpiade Paris 2024.
Forward bertubuh gempal, Omari Spellman, menjadi pahlawan kemenangan dengan sumbangan 25 poin, 6 rebound, dan 5 asis. Spellman adalah pemain naturalisasi baru Lebanon. Tahun lalu, ketika tim datang ke Jakarta untuk Piala Asia, dia belum ada di daftar skuad. Lebanon masih menggunakan seluruh pemain lokal.
Lebanon, tim peringkat ke-43 dunia, tidak punya pilihan selain mendatangkan mantan pemain NBA kelahiran Ohio, Amerika Serikat, itu. Mereka ingin bisa bersaing di Piala Dunia, melanjutkan momentum setelah prestasi sebagai finalis Piala Asia tahun lalu.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Pemain tim Pantai Gading, Maxence Dadiet, melompat untuk menghalangi pemain Lebanon, Ali Haidar, dalam laga kualifikasi Grup P yang memperebutkan klasifikasi peringkat dalam Piala Dunia FIBA 2023 di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, Kamis (31/8/2023). Lebanon mengalahkan Pantai Gading dengan skor 94-84.
Berkat Spellman, Lebanon bisa mencicipi manis kemenangan di Jakarta. Sebagai konteks, kemenangan itu merupakan yang pertama bagi mereka di Piala Dunia sejak terakhir kali pada 2010. Adapun dalam dua edisi terakhir, Lebanon absen dari ajang empat tahunan tersebut.
Berselang dua jam setelah hasil positif Lebanon, giliran tim Iran berburu kemenangan pertama. Namun, wakil Asia itu justru ditumbangkan Perancis, 52-88. Iran pun menjadi satu dari tiga tim Asia yang belum meraih satu kemenangan pun dari 4 laga sejauh ini.
Tidak suka naturalisasi
Pelatih Kepala Iran Hakan Demir mengatakan, lebih memilih kalah terus dibandingkan harus tampil dengan pemain naturalisasi. Dia sama sekali tidak iri dengan prestasi tim-tim lain yang terangkat dengan bantuan pemain dari “luar” tersebut. Baginya, itu hanya fatamorgana.
“Sebagai pelatih, kami bisa saja menaruh point guard dari AS yang mampu mencetak 20 poin dan 10 asis di setiap laga. Semua bisa berubah dalam sekejap. Tetapi, itu tidak nyata. Kami bicara basket Iran secara keseluruhan. Kami tidak bisa menutupi kesalahan karena tidak mampu menciptakan pemain hanya dengan satu sosok (naturalisasi). Saya tidak percaya itu,” ujar Demir.
Maka itu, menurut Demir, publik dunia mungkin tidak akan pernah melihat Iran bersama pemain naturalisasi. “Pertama, saya sangat menentang (aturan) naturalisasi pemain di timnas. Bagi saya, itu keputusan paling salah. Saya juga tidak pernah mendengar federasi punya proyek seperti itu di masa depan,” ujarnya.
Di Piala Dunia kali ini, tren naturalisasi pemain bertumbuh subur. Tim China, yang selama ini sangat bangga dengan para pemain lokal, tidak terkecuali mengikuti tren itu. Mereka menaturalisasi forward kelahiran New York, AS, Kyle Anderson, yang bermain di klub NBA, Minnesota Timberwoves.
Jika Anda memberikan paspor ke orang lain (pemain naturalisasi), artinya satu tempat untuk pemain asli Latvia akan hilang. Padahal, mereka bekerja keras sepanjang hidup untuk masuk timnas. (Davis Bertans)
Tim-tim unggulan melakukan hal serupa. Tim Slovenia, misalnya, sudah memiliki megabintang NBA, Luka Doncic. Namun, mereka masih menaturalisasi mantan center NBA, Mike Tobey. Semua itu dilakukan untuk memaksimalkan kemampuan Doncic.
Diizinkan FIBA
Naturalisasi seperti sudah menjadi keniscayaan. Tren tersebut semakin menyebar karena pemain naturalisasi memang diizinkan oleh FIBA. Syaratnya, setiap tim hanya boleh menggunakan satu pemain dalam laga FIBA. Hal itu pun digunakan banyak tim untuk memacu prestasi secara instan.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Pemain "Center" tim Perancis, Rudy Gobert (kanan), dinobatkan menjadi pemain terbaik ketika melawan tim Iran dalam pertandingan klasifikasi peringkat pada Piala Dunia FIBA 2023 di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, Kamis (31/8/2023). Perancis dengan mudah mengalahkan Iran dengan skor 82-55.
Di tengah tren itu, pemain andalan tim Latvia, Davis Bertans, menolak mentah-mentah isu naturalisasi. Menurut dia, tidak akan ada satu pun pemain naturalisasi dari 12 pemain Latvia selama dia masih membela tim nasional. Jersei Latvia hanya diperuntukkan untuk pemain Latvia.
“Jika Anda memberikan paspor ke orang lain (pemain naturalisasi), artinya satu tempat untuk pemain asli Latvia akan hilang. Padahal, mereka bekerja keras sepanjang hidup untuk masuk timnas. Mereka juga bagian dari masa depan tim. Jika tidak diberikan kesempatan, kami tidak akan punya pemimpin di masa depan,” kata Bertans.
Bukti perkataan Bertans bisa terlihat dari tim Latvia di Jakarta. Mereka membawa pemain muda, seperti guard Arturs Zagars (23). Semula, Zagars hanya berstatus pelapis kapten tim Dairis Bertans. Siapa sangka, Bertans cedera di laga kedua versus Perancis. Zagars lantas mengambil tanggung jawab itu dan bersinar di Indonesia Arena.
Perdebatan tentang naturalisasi selalu menarik, ada sisi positif maupun negatif di antaranya. Perdebatan itu tidak akan berakhir, seperti mencari lebih dulu ayam atau telur. Terlepas dari semua argumen, naturalisasi sudah semakin lumrah dan tren tersebut akan terus menanjak. Sebab, basket dunia semakin kompetitif.