Persija Jakarta Mengasah “Macan Muda” Melalui Pesantren Bola
Inovasi dilakukan Persija untuk melahirkan pemain muda. Sayangnya, terbatasnya sarana olahraga di DKI Jakarta meredam ambisi mereka mengembalikan amanat di era Perserikatan, yaitu menyelenggarakan kompetisi internal.
Waktu di jam tangan menunjukkan pukul 16.05, dua remaja memegang stik sekaligus berancang-ancang menyodok bola di meja biliar yang berada di ruang hiburan asrama Pusat Development Persija di kawasan Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Selasa (8/8/2023) lalu. Mereka adalah anak-anak didik yang terdaftar sebagai siswa program Persija Boarding School.
”Kami baru selesai latihan, bang. Biasa, setelah latihan, kami bersantai. Ada yang nonton tivi, ngobrol, main biliar, atau pingpong,” kata salah satu remaja di tempat itu.
Di sisi lain gedung itu, terdapat lima remaja sedang bercengkerama di depan kamar asrama. Mereka belum menanggalkan seragam latihan mereka yang tercantum logo Persija di dada kiri, lalu tulisan “Persija DNA” di bagian punggung.
Ada pula beberapa remaja yang mengalungkan handuk putih menuju kamar mandi. Tak sedikit pula yang memilih beristirahat di dalam kamar asrama yang berpendingin ruangan. Di dalam ruangan, mereka sekedar berbincang dan ada pula yang sedang melaksanakan shalat Ashar.
Baca juga : Jalan Panjang Membangunkan Persema Malang
Asrama itu memiliki 12 ruangan yang bisa ditempati 10 orang. Terdapat lima tempat tidur tingkat untuk para ”Macan Muda” beristirahat, berikut 10 lemari untuk menyimpan sandang mereka. Di masing-masing depan kamar asrama terdapat pula rak sepatu serta jemuran untuk menaruh handuk.
Asrama itu juga dilengkapi lima kamar mandi, dua di antaranya untuk mencuci pakaian dan alat makan. Asrama itu hanya berjarak sekitar 300 meter untuk menuju lapangan latihan Akademi Persija yang berumput sintetis.
Akademi Persija juga memiliki ruangan gym untuk membentuk fisik pemain. Ada pula ruangan semacam aula, tempat mereka mengasah teori sepak bola dan pendidikan formal melalui home-schooling di sela periode latihan. Ruang makan pun tersedia, adapun makanan disediakan Persija Development.
Lewat Persija Development ini, kami menyiapkan banyak opsi untuk bermain dan berlatih sepak bola. Jangan sampai, karena ada kendala, anak-anak berhenti bermain bola. (Ganesha Putera)
Tempat itu bisa dikatakan pesantren sepak bola ala Persija. Biaya pendaftaran mengikuti program itu, yang mulai diperuntukkan anak-anak lulusan Sekolah Dasar, ialah Rp 20 juta. Ada pula biaya bulanan.
”Boarding school ini adalah proyek kami untuk mengolaborasikan pendidikan formal dengan pendidikan sepak bola,” ujar Direktur Persija Development Ganesha Putera.
Sejak digagas pada 2019, ”pesantren bola” itu telah menelurkan pemain untuk tim utama Persija, seperti Alfriyanto Nico Saputro yang sempat menjadi andalan pelatih Shin Tae-yong di tim U-19 Indonesia.
Melalui dua program, Persija berusaha mencari pemain untuk skuad Elite Pro Academy (EPA), kompetisi usia muda tim-tim Liga 1 Indonesia. Selain membuka pendaftaran, Persija juga mencari pemain melalui SSB mitra di Jabodetabek.
”Lewat Persija Development ini, kami menyiapkan banyak opsi untuk bermain dan berlatih sepak bola. Jangan sampai, karena ada kendala, anak-anak berhenti bermain bola,” ujar Ganesha yang juga menjabat Wakil Presiden Persija.
Untuk mengelola akademinya itu secara profesional, Persija membentuk PT Persija Jakarta Hebat. Persija kini membina secara langsung 5.000 anak di kawasan Jabodetabek. Mereka itu terdiri sekitar 100 anak program Boarding School Persija, sekitar 250 anak di SSB Persija, lalu hampir 100 anak yang terdaftar sebagai skuad Persija EPA.
Selain anak-anak yang dibina langsung, Persija juga menjalin kemitraan dengan 64 SSB di Jabodetabek. Siswa-siswa SSB itu rata-rata berjumlah lebih dari 100 anak.
Baca juga : Gebrakan Utamasia untuk Masa Depan Sepak Bola Medan
”Baik secara langsung dan tidak langsung di dalam organisasi ini, kami memiliki lebih dari 5.000 anak. Tetapi, 5.000 (siswa) itu masih amat sedikit dibandingkan 10 juta warga Jakarta. Semakin banyak anak berpartisipasi dalam sepak bola, kian besar pula peluang mendapatkan pemain-pemain terbaik,” kata Ganesha.
Selain asrama, Akademi Persija juga memiliki sekolah sepak bola. Meskipun tidak tinggal di asrama, siswa sekolah sepak bola (SSB) itu juga diasuh pelatih-pelatih didikan Persija yang telah berlisensi nasional.
Sekolah ini diperuntukkan anak-anak usia 10 tahun hingga 16 tahun. Dony Tri Pamungkas adalah salah satu alumni akademi itu yang telah menembus tim utama Persija dan membela tim nasional kelompok umur. Ketua Persija Foundation Budiman Dalimunthe menuturkan, seiring perkembangan zaman, tahapan untuk menembus skuad Persija kini kian panjang. Di era Perserikatan dulu, pemain-pemain bisa mendapatkan promosi apabila tampil baik bersama klub internal Persija dalam Kompetisi Persija.
Kini, anak-anak muda dari berbagai program pembinaan Persija dan SSB yang berafiliasi dengan klub itu harus bisa menembus tim EPA yang menjadi perantara sebelum menembus tim utama. Jika belum mampu direkrut tim utama, mereka bisa lebih dahulu membela Persija Muda yang tampil di Liga 3 zona Jakarta.
”Perbedaan yang paling mencolok adalah adanya batasan usia karena tim penunjang, misalnya klub internal, difokuskan mendukung kebutuhan Persija di kompetisi yunior. Dulu, kompetisi Persija di era Perserikatan bisa diikuti tanpa batasan usia,” ujar Budiman.
Baca juga : Jalan PSIS Semarang Membeli Masa Depan
Namun, ambisi Persija Foundation untuk melestarikan Kompetisi Persija saat ini terganjal masalah klasik, yaitu ketersediaan lapangan dan kompleksnya perizinan. Jakarta sudah kehilangan banyak lapangan. Jika ada lapangan yang layak untuk menggelar kompetisi, penyedia lapangan lebih memilih menyewakannya ke penyelenggara fun football karena membayar biaya sewa lebih tinggi.
Selain itu, terkait perizinan, kompetisi olahraga resmi harus mendapat persetujuan dari aparat kepolisian. Prosedur tak mudah itu membuat Persija Foundation harus melakukan persiapan yang detail untuk menyelenggarakan kompetisi yang melibatkan 28 klub internal anggota.
“Pada tahun ini, kami berencana menggelar sistem turnamen dulu. Setelah seri pertama, Juni lalu, kami akan menggelar seri kedua, November,” kata Budiman kemudian.
Padahal, pelaksanaan kompetisi internal adalah ”roh” Persija untuk membentuk tim juara. Kelaziman itu pernah terjadi di dekade 1970-an. Ketika itu, Persija menggelar Kompetisi Persija di Stadion Menteng yang juga menjadi markas tim utama mereka. Ada pula kompetisi yang digelar Persija Selbar (Selatan Barat) dan Persija Timut (Timur Utara) di seantero Jakarta.
Baca juga : Pijakan Mimpi Anak-anak Jabar untuk Membela ”Si Maung Bandung”
Bahkan, Persija dulu pernah mengirim tim internal untuk mengikuti turnamen internasional. Misalnya, Indonesia Muda yang bertarung di Queen’s Cup di Thailand pada Oktober 1973 serta Angkasa yang menjalani laga uji coba melawan juara Singapura, Tampines Rovers, di Singapura.
Setelah mampu menjalankan program pembinaan nan variatif, semoga Persija bisa mengembalikan kompetisi internal guna kian menggiatkan persepakbolaan di Jakarta. Semoga...