PSIS Semarang mengikuti perkembangan industri sepak bola modern dengan membentuk PSIS Development. Manajemen klub menyadari, pembinaan pemain muda secara serius adalah jalan terbaik untuk membeli masa depan.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·6 menit baca
Hujan deras yang mengguyur Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Jumat (7/7/2023) sore, membuat permukaan Lapangan Mardi Soenarto, Banyumanik, agak becek dan licin. Di tepi lapangan, puluhan pesepak bola muda dengan mengenakan jersei biru kebesaran PSIS Semarang tengah bercengkerama. Mereka bersiap memulai latihan reguler di bawah pimpinan staf pelatih PSIS Development, Khusnul Yakin.
Meski kondisi lapangan kurang ideal, para siswa PSIS Development itu tetap antusias berlatih. Kondisi cuaca yang berubah menjadi panas dari sebelumnya hujan deras tidak mereka pedulikan. Dalam sesi gim internal, mereka berusaha menunjukkan kemampuan terbaiknya walau lapangan becek dan licin. Sesi gim terasa seperti pertandingan sesungguhnya karena para pemain muda itu sangat ngotot dalam merebut bola.
Dari tepi lapangan, anggota staf pelatih PSIS Development mengamati perkembangan para pemain muda itu. Sesekali Khusnul dan pelatih lainnya berteriak memberikan instruksi terkait posisi dan keputusan pemain dalam mengoper bola. ”Kadang, banyak pemain yang secara kualitas individu bagus, tapi belum paham bagaimana harus bermain secara tim. Di sepak bola ada gim model. Setiap tim punya gim model. Kadang mereka kesulitan beradaptasi dengan gim model yang kita inginkan,” kata Khusnul.
Mantan pemain PSIS 2000-2007 itu menjelaskan, PSIS Development merupakan bentuk keseriusan tim dalam menciptakan pemain-pemain masa depan. PSIS Development berdiri sejak 2019 dan diluncurkan pada 2020. PSIS Development menjadi wadah pembinaan pesepak bola usia muda berbakat dari umur 6 tahun hingga 20 tahun yang dikembangkan dengan kurikulum sepak bola modern.
PSIS Development diampu oleh pelatih mulai dari Muhammad Ridwan, Khusnul Yakin, Imam Rochmawan, Rifqi Hadiyanto, dan Riyadi. Selain pelatihan teknik dan taktik di lapangan, para siswa PSIS Development mendapatkan sesi kelas kebugaran (gym), kelas analisis video, kelas video, kelas program nutrisi, dan kelas konsultasi.
Untuk lapangan latihan, manajemen menyiapkan tiga opsi lapangan. Selain Lapangan Mardi Soenarto, ada Lapangan Wisesa di Mranggen, Semarang, dan Stadion Citarum. Latihan berlangsung sebanyak tiga kali setiap pekan. Di samping latihan, staf pelatih turut menyiapkan agenda latih tanding ke luar kota untuk tim PSIS Development. Saat ini, tercatat ada lebih dari 100 siswa PSIS Development di empat kelompok usia, yaitu 6-10 tahun, 10-14 tahun, 14-18 tahun, dan di atas 18 tahun.
Dari 100 lebih siswa, tidak semuanya berasal dari Jawa Tengah. Ada pula siswa yang datang dari Medan, Sumatera Utara, dan Aceh. Mereka rela menempuh jarak yang sangat jauh untuk bergabung dengan PSIS Development demi menapaki jalan menjadi pesepak bola profesional.
Harga yang mereka bayar untuk itu tidaklah sedikit karena harus berpindah sekolah dari kampung halaman ke Semarang dan menyewa tempat tinggal. Itu belum termasuk iuran pendaftaran sebesar Rp 3 juta untuk masuk dan iuran bulanan PSIS Development.
Menyadari hal itu, manajemen PT Mahesa Jenar Semarang berencana membangun mes tempat tinggal untuk siswa PSIS Development. Menurut Chief Executive Officer PSIS, Alamsyah Satyanegara Sukawijaya atau Yoyok Sukawi, mes nantinya akan berlokasi di dekat Lapangan Wisesa yang menjadi pusat lapangan latihan PSIS.
Yoyok menjabarkan, PT Mahesa Jenar Semarang memiliki lahan seluas tujuh hektar di sekitar Lapangan Wisesa. Selain lapangan latihan dan mes siswa, Yoyok merencanakan mendirikan sekolah (boarding school) bagi siswa PSIS Development dari luar daerah. Jumlah lapangan di Wisesa itu juga akan ditambah.
”Sekarang lapangan utamanya sudah dibangun. Nanti kami lengkapi dengan lapangan A, B, dan C. Ada sekolah dan mes juga. Jadi, kami akan sangat terintegrasi semua di Mranggen untuk (PSIS) Development dan EPA (Elite Pro Academy),” kata Yoyok.
Keinginan menambah jumlah lapangan muncul karena, menurut Yoyok, klub sepak bola idealnya membutuhkan empat lapangan latihan. Apalagi PSIS kini punya tim senior, tiga tim kelompok usia EPA, dan PSIS Development. Saat ini PSIS sudah memiliki dua lapangan milik sendiri, yaitu Lapangan Mardi Soenarto dan Wisesa. Dengan begitu, butuh dua lapangan lagi untuk memenuhi kriteria ideal menurut Yoyok.
Di samping mendidik pesepak bola muda, PSIS Development turut menggelar Liga Mahesa Jenar Muda untuk empat kategori usia, yakni U-14, U-16, U-18, dan U-20. Latar belakang adanya Liga Mahesa Jenar Muda ini adalah kesadaran bahwa Jawa Tengah, khususnya Semarang, merupakan gudangnya pemain-pemain berbakat.
Kompetisi tersebut menggunakan sistem liga penuh dan bukan turnamen. Ini dimaksudkan agar setiap pemain muda mendapatkan menit bermain yang cukup. Liga Mahesa Jenar Muda tidak hanya diikuti tim-tim dari Semarang dan sekitarnya. Ada juga tim dari Jawa Barat yang turut berpartisipasi.
”Kami ingin menggelar yang agak panjang sehingga mereka punya kesempatan belajar dari pertandingan satu ke pertandingan lain secara berkelanjutan. Meski ini juga menyita waktu dan energi kami karena pertandingan dari pagi sampai sore,” kata Khusnul.
Khusnul menjelaskan, membina pemain usia muda bukanlah pekerjaan mudah. Prosesnya sangat lama dan membutuhkan kesabaran. Pelatih pesepak bola usia muda, kata Khusnul, terkadang harus merelakan reputasinya. Sebab, kegemilangan seorang pemain muda ada waktunya tersendiri. Ada yang butuh waktu cepat dan ada yang lebih lama. Seorang pelatih pesepak bola muda harus sabar melihat perkembangan mereka. Sering kali kesabaran ini harus dibayar dengan performa tim yang naik turun.
Pembinaan usia muda itu seperti lari maraton, nyala api pemain seperti lilin yang harus dijaga agar tidak cepet habis.
”Pembinaan usia muda itu seperti lari maraton, nyala api pemain seperti lilin yang harus dijaga agar tidak cepet habis. Tantangan terbesar itu memberi pengertian kepada orangtua. Mereka cenderung ingin agar anaknya main di banyak turnamen dan dipakai beberapa tim. Akibatnya, ya, itu. Belum sampai garis finis, mereka selesai. Itu pelan-pelan kita coba beri edukasi kepada orangtua, termasuk ketika saya memberikan kursus selalu tekankan bahwa proses pembinaan itu tidak sama dengan prestasi,” tuturnya.
Komitmen PSIS terhadap pemain usia muda juga tecermin dari rerata usia skuad. Berdasarkan data Transfermarkt, PSIS selalu masuk tiga besar tim dengan rerata usia pemain termuda di Liga 1. Saat ini, rata-rata usia skuad PSIS Semarang adalah 25,2 tahun.
Hanya ada dua tim dengan rerata usia termuda di Liga 1 di atas PSIS, yaitu Persebaya Surabaya (24,6 tahun) dan Persija Jakarta (25 tahun). Diharapkan di masa mendatang akan lebih banyak jebolan-jebolan PSIS EPA dan PSIS Development mendapat promosi ke PSIS senior.
Pandangan pengurus PSIS terhadap pembinaan usia muda semakin terbuka dengan keberhasilan Pratama Arhan berkarier di Liga Jepang. Arhan adalah pemain jebolan tim PSIS EPA U-18. Pemain asal Blora, Jawa Tengah, tersebut dilirik klub Divisi Dua Liga Jepang, Tokyo Verdy, saat kontraknya bersama PSIS masih tersisa hingga 2024.
Seakan hendak membuktikan komitmennya dalam mengorbitkan pemain-pemain muda, PSIS tidak menerima biaya transfer dari Tokyo Verdy demi membantu karier Arhan di luar negeri. Namun, sepulangnya dari luar negeri, Arhan diharapkan kembali ke klub masa kecilnya itu.
Selain Arhan, ada pula Alfeandra Dewangga yang turut menjadi bagian penting tim sepak bola Indonesia U-22 ketika merebut medali emas SEA Games Kamboja 2023. Dewangga menjadi salah satu pemain kunci dari pelatih Indra Sjafri di lini tengah. Seperti Arhan, Dewangga juga merupakan jebolan tim muda PSIS.
Pengalaman Arhan dan Dewangga hanya contoh kecil dari buah awal pembinaan pemain muda PSIS. Dengan pembinaan yang konsisten serta berkesinambungan, PSIS baru akan memetik hasilnya di masa depan. Langkah awal yang baik sudah ditempuh PSIS untuk membeli masa depan itu.