Pijakan Mula Mencetak ”Sambernyawa Muda”
Meskipun sudah hampir berusia seabad, Persis masih ”bayi” dalam urusan akademi. Progres akademi mereka terbilang signifikan, tetapi masih jauh dari sempurna.
Atletico Arta Gading Prasetyo (15) atau biasa disapa Tico berlari kencang dari sisi kiri Lapangan Toriyo, Kecamatan Bendosari, Kabupaten Sukoharjo, Jateng, Selasa (4/7/2023) sore. Begitu menerima bola, ia enggan berlama-lama menggiring. Segera saja bola dioper ke rekan setim,sehingga ia bisa mencari ruang.
Permainan sangat “cair” dengan intensitas sangat tinggi. Banyak duel keras terjadi. Begitulah suasana latihan rutinsalah satu sekolah sepak bola (SSB) terbaik di Jateng, Pandawa Football Academy (PFA). SSB itu digagas pada 2015 oleh Pasoepati, kelompok suporter Persis, yang resah dengan pembinaan di Surakarta.
Baca juga : Tekad Persis Solo Menuju Usia Seabad
Tico adalah salah satu produk kebanggaan PFA. Saat ini, ia berstatus pemain tim Elite Pro Academy (EPA) U-16 milik Persis. Ia masih berlatih di dua tim karena Persis belum memiliki mes untuk tim U-16. Para pemain masih pulang-pergi. Ia pun meneruskan program asrama di PFA yang sudah berlangsung sekitar 2 tahun.
EPA merupakan tangga bagi para talenta muda untuk naik kelas menjadi pemain profesional. Di kompetisi itu, klub-klub akan memantau bakat terbaik. Harapan Tico bermain di Liga 1 pun mendekat dengan berada di akademi Persis. Namun, mimpi penyerang sayap bertubuh kurus itu sedikit berbeda.
Biasanya, bakat lokal berhasrat memperkuat tim kebanggaan daerahnya masing-masing. Remaja asalBoyolali itu justru ingin bermain untuk Persija Jakarta. “Soalnya bagus Persija. He-he-he. Talent scouting-nya itu bagus. Kayaknya peluang masuk tim nasional juga lebih besar,” kata Tico tersipu.
Ucapan Tico menjadi tanda tanya besar untuk Persis. Bagaimana pemain muda lokal yang berada di akademi mereka justru tidak ingin membela klub berjuluk “Laskar Sambernyawa” itu?Apalagi, Persis sedang menjadi klub primadona setelah punya pemilik baru Kaesang Pangarep dan lolos ke Liga 1.
Baca juga : Perjuangan Abadi Persebaya Surabaya
Dwi Joko Prihatin, Pelatih Kepala PFA, sama sekali tidak terkejut dengan mimpi Tico. “Pembinaan Persija yang terbaik saat ini. Tidak hanya melatih, mereka juga memberikan kesempatan tampil pemain muda. Kalau hati pasti inginnya (anak-anak) membela Persis, tetapi demi kemajuan mereka saya lebih pilih Persija,” kata mantan pemain Persis itu.
Problem pembinaan
Bagi Dwi yang sempat memulai karier di tim junior Persis dan berakhir pensiun di tim senior pada 2013, tidak banyak yang berubah dari pembinaan usia dini dalam 30 tahun terakhir. Tidak ada program berkelanjutan yang membuat kemampuan anak bertumbuh persisten. Termasuk program EPA yang diikuti Persis saat ini.
“Kebanyakan, EPA modelnya setiap kompetisi selesai lalu tim dibubarkan. Paling bermain 3-4 bulan kemudian kembali ke SSB. Itu sama saja. Padahal, anak-anak ini membutuhkan kontinuitas bagi perkembangan mereka. Sekarang, kan, masih terpotong-potong,” kata pria asal Sukoharjo itu.
Meski demikian, Dwi melihat secercah harapan dari model akademi yang dirintis Persis. Klub mempertahankan timnya dari ajang tahun kemarin. Hanya saja, model latihan mereka jauh dari ideal. Latihan hanya 3 kali seminggu. Adapun di program asrama PFA, pemain dilatih dua kali sehari.
Baca juga : ”Bajul Ijo” Menjaga Marwah Perserikatan
Alhasil, pemain-pemain seperti Tico terpaksa berlatih di dua tempat sekaligus. Perkembangan bakat mereka bisa tertahan karena harus mengikuti dua sistem dan gaya kepelatihan berbeda. Misalnya saja, di akademi Persis lebih diinstruksikan tidak banyak mendribel bola. Di PFA lebih dibebaskan.
Direktur Akademi Persis Jacksen F. Tiago tidak menampik, masih banyak yang harus diperbaiki. Semua itu dinilai wajar karena akademi klub yang berdiri sejak 1929 itu baru muncul kembali pada akhir 2021. Belum genap dua tahun. Adapun Jacksen yang sempat menjadi pelatih Persis, baru mendapat tugas baru itu selama setahun terakhir.
Sebelum kedatangan Kaesang di 2021, Persis tidak membangun akademi karena kondisi klub yang serba terbatas. Mereka juga hanya mentok di kompetisi Liga 2. Tidak ada kewajiban untuk memiliki tim EPA U-16, U-18, dan U-20, seperti yang menjadi syarat setiap klub Liga 1.
Kekurangan terbesar, kata Jacksen, adalah mes dan lapangan latihan tetap. Mereka baru bisa memfasilitasi penuh tim U-20 karena persoalan ketersediaan mes. Sementara itu, Persis belum punya lapangan khusus untuk akademi, sehingga tempat latihan masih pindah-pindah.
Baca juga : Kemenangan Perdana “Laskar Sambernyawa”
“Kalau semuanya ada mes, pasti pemain akan lebih fokus. Kami juga tidak khawatir faktor keselamatan mereka karena harus pulang-pergi yang cukup jauh. Dengan lapangan latihan sendiri, kami bisa latihan bisa lebih sering. Juga bisa menyelenggarakan uji coba kapan pun,” jelas Jacksen.
Persoalan ketersediaan lapangan juga berpengaruh terhadap rencana program jangka panjang Persis lainnya. Sebelumnya, mereka sudah membentuk Sinergi Akademi Sambernyawa. Itu merupakan upaya untuk menyelaraskan program pembinaan dengan SSB di Surakarta. Tujuannya agar jembatan dari SSB ke Persis lebih mulus.
Salah satu harapan Jacksen adalah mengadakan liga untuk 12 tim SSB peserta Sinergi. Namun, Persis baru bisa menggelar turnamen dengan sistem setengah kompetisi yang hanya berlangsung beberapa hari. Adapun SSB menginginkan liga yang berlangsung sekitar 4 bulan, agar perkembangan pemain bisa dirasakan.
“Bayi” baru
Jacksen bercerita, fokusnya masih tersita membenahi sistem pembinaan. Mulai dari perkara kontrak pemain hingga perencanaan latihan. Warisan dari direktur sebelumnya tidak sesuai keinginan mantan pemain dan pelatih Liga 1 itu. Misal, kontrak pemain muda dibuat seragam 5 tahun tanpa melihat kondisi dan tidak ada perencanaan latihan.
Baca juga : Pelajaran Berharga untuk Persis Solo dari Jeonbuk Hyundai Motors FC
Satu hal penting yang tidak boleh kita abaikan, Persis Solo adalah bayi yang baru lahir di Liga 1. Maka, saya akan selalu tegaskan itu. Tanpa itu mungkin kalian tidak akan memahami dinamika keseharian kami.
Terlepas dari segala kekurangan, Persis telah berjalan pada jalur yang benar. “Satu hal penting yang tidak boleh kita abaikan, Persis Solo adalah bayi yang baru lahir di Liga 1. Maka, saya akan selalu tegaskan itu. Tanpa itu mungkin kalian tidak akan memahami dinamika keseharian kami,” kata Jacksen.
Persis tampak sangat berkomitmen dengan akademi. Buktinya terlihat dari perekrutan Direktur Teknik dari Belanda, Edwin Klok. Seperti diketahui, Belanda merupakan “surga” bagi para pemain muda karena memiliki ekosistem pembinaan terbaik di dunia. Klok pun ditugaskan membawa kultur Belanda ke klub.
Menurut Klok, perjalanan Persis masih sangat jauh. Ekosistem di kedua negara berbeda bagai bumi dan langit. “Di Belanda, pemain muda harus bermain reguler. Semua memungkinkan karena mereka punya liga muda yang layak. Di Indonesia belum ada liga. Karena itu kami ingin mengadakan liga sendiri. Jalannya masih sangat panjang,” tuturnya.
Di sisi lain, Persis harus mulai menghargai proses. Kesabaran adalah salah satu faktor terpenting dalam pembinaan. Sistem harus dibentuk dan dijalankan sekian lama terlebih dulu, sebelum terlihat hasilnya. Sejauh ini, kesabaran belum terlihat sejak klub berganti kepemilikan.
Baca juga : Pesona Stadion Sriwedari dan ”Tangan-tangan” Terbuka dari Surakarta
Direktur teknik, pelatih kepala tim senior, dan direktur akademi masih terus berganti dalam dua tahun terakhir. Padahal, setiap sosok seperti Jacksen dan Klok membawa visi dan pendekatan masing-masing. Ketika diganti-ganti, mereka harus menyesuaikan diri lagi sebelum hasil terlihat.
“Jika Anda ingin membentuk sesuatu di masa depan, Anda butuh kesabaran. Percaya terhadap proses. Proses tidak selalu ideal, tidak selalu terlihat naik konsisten, terkadang ada turun. Tetapi yang penting menuju ke arah tepat. Idealnya 3-5 tahun untuk melihat proses itu. Anda bisa lihat buktinya di Shin Tae-yong (bersama timnas),” pungkas Klok.
Meskipun masih baru, potensi akademi Persis sudah terlihat cerah. Buktinya adalah pemain akademi mereka, Arkhan Kaka (15), debutan termuda di Liga 1 yang baru saja dipanggil seleksi timnas untuk Piala Dunia U-17 2023. Kaka memperlihatkan, Persis serius dan terbuka untuk menyambut pada “Sambernyawa Muda”.