Mengurai Pangkal Ketertinggalan PSM Madiun
PSM Madiun ialah simbol dari ”candu” Madiun kepada sepak bola di masa lampau. Kolaborasi semua pihak mutlak dibutuhkan demi membantu ”Banteng Wilis” mengejar mimpi prestasi dan melestarikan kultur lapangan hijau.
Sepuluh tenda milik SMA Negeri 4 Madiun terpasang di lapangan Stadion Wilis, Kota Madiun, Jawa Timur, Jumat (21/7/2023) sore. Tenda itu disiapkan untuk kegiatan perkemahan anggota pramuka siswa sekolah menengah itu.
Stadion yang memiliki kapasitas tribune sekitar 20.000 orang itu amat layak menjadi tempat berbagai kegiatan publik. Pada malam hari, penerangan stadion di dalam lapangan dan kompleks stadion juga cukup baik.
Fasilitas mumpuni itu sangat disayangkan karena Madiun tidak memiliki perwakilan di kompetisi profesional Tanah Air, setidaknya di Liga 2. Jelang Liga 1 2022-2023, Stadion Wilis bahkan lolos verifikasi PT Liga Indonesia Baru untuk menyelenggarakan Liga 1.
Baca juga: PSM Madiun Meniti Asa Kebangkitan
Dalam 10 tahun terakhir, Wilis justru menjadi markas darurat bagi tim-tim lain, misalnya Persija Jakarta, PSS Sleman, Persela Lamongan, dan Persis Solo. Adapun Perserikatan Sepak Bola Madiun (PSM), yang telah berdiri sejak 1929, terakhir kali menggunakan Wilis pada Liga 3 Zona Jawa Timur 2019.
Meskipun PSM nihil prestasi dan belum pernah berkompetisi di kompetisi kasta tertinggi nasional, keberadaan Wilis menjadi wujud Madiun memiliki keterikatan panjang terhadap sepak bola.
Di sisi lain, aktivitas Wilis yang lebih banyak digunakan agenda non-sepak bola juga menandakan pembinaan sepak bola tidak berjalan di Madiun. Tidak hanya stadion berstandar nasional, Madiun juga memiliki Lapangan Gulun yang dilengkapi dua gawang kondisi baik serta tiang di empat sudut lapangan sebagai penanda lokasi tendangan pojok.
Pada masa Hindia Belanda, Alun-alun Kota Madiun juga digunakan sebagai lapangan sepak bola. Kini, rerumputan luas di ikon kota digunakan untuk kios sementara dan wahana permainan mini untuk anak-anak pada malam hari.
”Sejak era kolonial, setiap instansi dan pabrik pasti memiliki lahan besar yang digunakan sebagai arena pertandingan sepak bola. Dari militer, pegawai pabrik gula, hingga masyarakat umum memiliki tim sepak bola,” kata Andrik Suprianto, sejarawan yang juga penulis buku Sepak Bola di Madiun 1918-1942 (2019), di Madiun, Kamis (20/7/2023).
Baca juga : Musim Kemarau Pembinaan Sepak Bola Malang
Media di Pulau Jawa yang berbahasa Belanda, De Indische Courant, memberitakan pertama kali laga sepak bola di Madiun pada edisi 17 Januari 1922. Berita itu menyebut adanya pertandingan masyarakat umum melawan pegawai pabrik gula. Pertandingan diakhiri dengan meminum sampanye.
Kemudian, De Locomotief menyebut PSM Madiun menjalani dua laga uji coba menghadapi Persis di Alun-alun Madiun dalam surat kabar edisi 13 Februari 1935. Berita itu menyebut bahwa PSM tumbang, 1-5, pada laga pertama, lalu imbang 3-3 di duel kedua.
Andrik mengungkapkan, dalam perkembangan di dekade awal abad ke-20, terdapat enam bond sepak bola yang berdiri di Madiun. Mereka adalah Inlandschen Voetbalbond Langen Anggo Winboeh Oetomo (IVB Lawoe), Bondselftal Madioen, Madioenschen Voetbalbond en Omstreken (MVO), Stedan Combinatie-Voetbalbond (SCVB), De Madioensche Sportbond (MSB), dan PSM Madiun.
Kurang perhatian
Meskipun menjadi satu-satunya bond era Hindia Belanda yang tersisa, nasib PSM tidak berjalan mulus. Bukan pembinaan yang membuat PSM masih bertahan, melainkan sekadar status sebagai salah satu dari bond yang mendirikan PSSI di Yogyakarta, 19 April 1930.
Ketua Umum PSM Madiun Nono Djati Kusumo mengungkapkan, perhatian terhadap pembinaan sepak bola yang kurang, baik dari pemangku kepentingan sepak bola maupun masyarakat, membuat perkembangan sepak bola Madiun tertinggal dibandingkan wilayah wilayah lain di Jawa Timur.
Baca juga: Tekad Persis Solo Menuju Usia Seabad
Nono berharap keseriusan manajemen ”Banteng Wilis” yang telah membentuk perseroan, PT Perkasa Sakti Madiun, serta menargetkan meraih tiket promosi ke Liga 2, bisa menjadi stimulus untuk menjalankan pembinaan sepak bola yang berjenjang dan konsisten oleh pemerintah daerah dan Asosiasi Kota (Askot) PSSI Madiun.
Alasan kami ingin menembus Liga 2 agar menjadi tujuan bagi anak-anak muda Madiun yang ingin menjadi pesepak bola. Mereka setidaknya punya klub lokal yang menjadi impian untuk dibela.
”Alasan kami ingin menembus Liga 2 agar menjadi tujuan bagi anak-anak muda Madiun yang ingin menjadi pesepak bola. Mereka setidaknya punya klub lokal yang menjadi impian untuk dibela,” kata Nono.
Di Liga 3 Zona Jatim 2023, lanjutnya, PSM mencari pemain dari luar Madiun karena ketiadaan pemain di ”Kota Pecel” yang bisa bersaing untuk membantu tim menembus Liga 2. Ketika mengandalkan mayoritas pemain lokal Madiun pada babak penyisihan Liga 3 Zona Jatim 2019 yang berlangsung di Wilis, PSM tidak mampu mengalahkan empat pesaing serta gagal menembus fase gugur.
”Saya berharap Askot PSSI Madiun menggalakkan kompetisi dengan melibatkan 23 klub anggota, sehingga perlahan ada pemain Madiun yang bisa dipromosikan ke tim PSM nantinya,” ucap Nono.
Secara terpisah, Sekretaris Askot PSSI Madiun Adhimas Kencana Saputra mengakui, pembinaan sepak bola usia dini sudah lama tidak berjalan di Madiun. Atas dasar itu, pengurus Askot PSSI Madiun 2023-2027 tengah menyusun sistem kompetisi muda untuk U-13 dan U-15.
Baca juga : Jalan Panjang Membangunkan Persema Malang
”Tahun ini kami mulai dulu dari turnamen U-15. Setelah itu, kami baru berencana menyelenggarakan turnamen U-13, tahun depan,” kata Adhimas.
Ia menambahkan, ”Kami memiliki sekitar 20 klub anggota, tetapi hanya 12 yang masih aktif. Kami berkomitmen membantu PSM untuk pembinaan pemain muda. Harapannya, jika PSM naik ke Liga 2 ada pemain dari Madiun.”
Antusiasme besar
Di tengah nasib klub yang tak menentu, pencinta sepak bola Madiun tetap menjaga rasa cinta kepada tim Banteng Wilis. Sebagai contoh, kelompok suporter PSM, Madioensche Vokoid Brigade (MVB), dibentuk pada pertengahan 2010-an.
Stiker logo PSM pun terpasang di tembok-tembok sudut kota, termasuk di Stadion Wilis. Itu menjadi cara suporter untuk menjaga harapan agar PSM dan sepak bola Madiun bisa segera bangkit.
Baca juga: PSMS Medan, Kepak ”Ayam Kinantan” Mendekap Keberagaman
”Saya bermimpi PSM bisa menjadi ikon kota Madiun. Sepak bola bisa meningkatkan ekonomi dan pariwisata kota. Itu bisa terjadi jika PSM tampil di kompetisi profesional, sebab banyak suporter tim tamu akan datang ke Madiun untuk menyaksikan laga away timnya,” tutur pendiri MVB, Martin John Hutabarat.
Akhirnya, PSM menjadi harapan terbaik Madiun untuk mengembalikan identitas sebagai wilayah yang ”gila” sepak bola seperti di awal abad ke-20. Untuk mewujudkan harapan itu, PSM memerlukan waktu dan kontribusi semua pihak.