Musim Kemarau Pembinaan Sepak Bola Malang
Sebagai tim yang dikenal berkat produk pembinaan, Persema Malang tenggelam seiring mati surinya pengelolaan bibit muda di Kota Malang. Nama Persema pun sudah mulai dilupakan arek Malang.
Matahari mulai terasa terik berada di atas Lapangan Sampo yang berada di wilayah Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (25/7/2023). Hanya dua anak yang sedang berusaha menaikkan layangannya memberikan nuansa kehidupan di tengah pagi jelang siang nan sunyi.
Lapangan Sampo bukan lagi sarana sepak bola yang ideal. Mayoritas bagian lapangan sudah tidak lagi ditumbuhi rumput. Sebagai gantinya, tanah berpasir menyelimuti permukaan lapangan itu. Ada beberapa sisi lapangan yang masih berumput, tetapi rumput sudah kering berwarna kecokelatan.
Di pinggir lapangan, tanaman liar sudah tumbuh tinggi. Bahkan, sebuah tugu yang menandakan fungsi pendirian lapangan itu di sisi selatan lapangan juga telah ditutupi ilalang tinggi.
Padahal, Lapangan Sampo adalah wujud nyata kepedulian Pemerintah Kota Malang terhadap sepak bola pada akhir dekade 1980-an. Sarana olahraga itu diresmikan oleh Wali Kota Malang Tom Uripan Nitihardjo pada 19 Februari 1987.
Baca juga: Jalan Panjang Membangunkan Persema Malang
Tujuan utama lapangan itu untuk menggeliatkan kembali pembinaan sepak bola di Kota Malang. Ketika itu pun tim Persema Malang sudah berumur satu tahun bertarung di Divisi Satu Perserikatan setelah tersisih dari Divisi Utama, Januari 1986.
Sebagai bentuk keterikatan Lapangan Sampo dengan Persema dibangun tugu seorang pemain tengah menggiring bola. Di bagian bawah tugu itu terdapat logo Persema dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Tugu Lapangan Sampo itu adalah satu-satunya ruang publik di Kota Malang yang masih menyematkan logo Persema.
Kondisi Lapangan Sampo itu pun merepresentasikan kondisi pembinaan bibit muda pesepak bola di Malang. Citra Malang sebagai salah satu ”pabrik” pemain berkualitas dari Jawa Timur telah memudar. Malang tengah mengalami musim kemarau dalam upaya membina anak-anak muda untuk menjadi bintang ”lapangan hijau”.
Agus Yuwono, legenda sepak bola Malang, mengakui, sudah hampir sepuluh tahun pembinaan sepak bola di Malang mati suri. Meskipun sejumlah sekolah sepak bola masih menjaga eksistensi di Malang, kompetisi berjenjang dan berkesinambungan tidak tersedia.
Baca juga: PSM Madiun Meniti Asa Kebangkitan
”Kompetisi adalah syarat mutlak untuk mengukur kualitas pembinaan yang telah dilakukan. Itu yang saat ini kurang dimiliki oleh anak-anak muda Malang yang bermimpi menjadi pesepak bola,” ujar Agus, yang pernah membela dua klub Malang, Arema dan Persema, pada medio 1990-an, Minggu (23/7/2023), di Malang.
Agus adalah produk pembinaan sepak bola Malang pada dekade 1980-an. Ia menjadi salah satu dari empat pemain PSSI Garuda II yang mendapat kesempatan berlatih dan bermain di Cekoslowakia pada 1990. Kala itu, Agus menuju negara Eropa Timur itu bersama Nil Maizar, Heriansyah, dan Rocky Poetiray.
Dua tingkat
Ketua Umum Asosiasi Kota (Askot) PSSI Malang Waris Susanto mengakui, dua periode kepengurusan Askot PSSI Malang sebelum eranya tidak menjalankan kompetisi di ranah pembinaan usia dini. Oleh karena itu, Waris, yang melanjutkan estafet pengurus Askot PSSI Malang, awal 2023, mengungkapkan, dirinya memulai dari nol untuk membangun ulang sistem pembinaan di Kota Malang.
Langkah itu dimulai oleh Waris dan jajarannya dengan mengumpulkan database pemain-pemain muda yang terdaftar di 46 klub anggota Askot PSSI Malang. Selama delapan tahun terakhir, PSSI Askot Malang tidak memiliki data pemain muda.
Baca juga: Persib Bandung, Penjaga Marwah ”Bumi Pasundan”
”Kami mencoba lebih dulu membangun sistem pembinaan. Selanjutnya, kami berencana memulai kompetisi di dua tingkatan, yaitu U-13 dan U-15. Minimal kami bisa menjalankan kompetisi U-13 di tahun ini,” kata Waris.
Setelah dua tingkat pembinaan itu berjalan konsisten, Askot PSSI Malang juga ingin melirik kompetisi untuk membina pemain U-17. Hal itu agar jenjang kompetisi usia muda berjalan baik serta membuka jalan pemain-pemain muda itu untuk bergabung dengan Persema.
Sejak dekade 1990-an hingga 2010-an, Persema dikenal menghasilkan pemain-pemain muda berbakat Malang. Setelah melewati usia remaja, mereka akan bergabung ke Arema yang memiliki ambisi besar untuk bersaing di kasta terelite sepak bola Indonesia.
Peluang pemain itu untuk menembus Persema cukup besar. Sebab, pengelolaan Persema dipegang oleh Askot PSSI Malang setelah diserahkan oleh PT Singosari Sakti, Maret 2019.
Peran semua pihak
Timo Scheunemann, mantan Pelatih Persema, mengungkapkan, pemerintah daerah memiliki peran penting dalam era keemasan pembinaan sepak bola Malang pada dekade 2000-an. Andil besar pemerintah ketika itu, ujar Timo, diwujudkan dengan dukungan infrastruktur yang memadai.
Baca juga: Pasang Surut Pelayaran PSM Makassar
Di sisi lain, pengurus PSSI daerah dan klub juga bersama-sama menjalankan peran masing-masing untuk mendukung pembinaan, terutama menjalankan kompetisi yang berjenjang.
Untuk memajukan lagi pembinaan di Persema, maka perlu dukungan dari pemerintah untuk menyediakan infrastruktur pembinaan agar anak-anak Malang bisa mendapat kompetisi rutin.
”Untuk memajukan lagi pembinaan di Persema, maka perlu dukungan dari pemerintah untuk menyediakan infrastruktur pembinaan agar anak-anak Malang bisa mendapat kompetisi rutin. Dulu, ratusan akademi bisa berjalan karena ketersediaan kompetisi, sehingga menghasilkan banyak pemain berbakat yang muncul pada dekade 2010-an,” ujar Timo.
Lebih lanjut, Timo berharap Persema bisa segera bangkit untuk menjadi wadah pemain-pemain muda Malang menapaki karier profesional. Menurut dia, Persema sebaiknya kembali mempertahankan peran sebagai penyedia pemain untuk Arema dan tim nasional Indonesia.
”Sulit untuk menyaingi identitas Arema yang telah menjadi ikon Malang sehingga Persema lebih baik menempatkan fungsi sebagai wadah pemain asal Malang untuk menembus level profesional. Demi mewujudkan itu, Persema harus konsisten berkompetisi, terutama menembus Liga 2,” kata Timo.
Sudah dilupakan
Meskipun telah aktif mengikuti kompetisi PSSI sejak era Kejuaraan Nasional PSSI pada 1952, nama besar Persema sejatinya tidak lagi memiliki daya tarik bagi arek Malang. Sebagian warga Malang pun sudah lupa dengan keberadaan Persema yang berjuluk ”Bledek Biru” itu.
Baca juga: Tekad Persis Solo Menuju Usia Seabad
”Dulu di Malang ada dua klub hebat, Arema dan Persema, Mas. Sekarang saya hanya tahu Arema. Memang Persema masih ada?” kata Fajar, pengendara ojek daring yang tengah beristirahat di sekitar Lapangan Sampo.
Identitas Persema yang mulai dilupakan juga dirasakan oleh Yasin Bayu Setiawan, pemilik usaha pakaian sepak bola, Injurytime Footballwear. Ia mengatakan, amat kesulitan menjual kaos atau jersei bernuansa Persema dibandingkan Arema.
”Saya hanya butuh hitungan hari untuk menjual habis produk merchandise Arema. Kalau produk Persema, misalnya reproduksi jersei lawasnya, saya butuh tiga bulan untuk habiskan stok satu kali produksi. Bahkan, itu pun sudah promo diskon,” kata Bayu.
Ia menambahkan, ”Akibat nasib klub yang tak jelas, antusiasme dan pengetahuan terhadap Persema sudah memudar di kalangan generasi muda Malang.”
Akhirnya, agar nama Persema tidak sekadar menjadi sejarah, Bledek Biru harus segera bangkit. Stimulus berupa program dan sistem pembinaan sepak bola yang baik dan berjenjang menjadi syarat awal bagi reinkarnasi Persema. Sebab, Persema adalah batu loncatan anak muda Malang demi memenuhi mimpi besar di lapangan hijau....