Final turnamen tenis ATP Masters 1000 Cincinnati berlangsung dalam format best of three sets. Namun, Novak Djokovic harus bermain hampir empat jam untuk menjadi juara saat berhadapan dengan Carlos Alcaraz.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·5 menit baca
CINCINNATI, MINGGU - Pensiunnya Roger Federer dan masa akhir karier yang dijalani Rafael Nadal tak berarti mempermudah jalan Novak Djokovic untuk menguasai persaingan elite tenis tunggal putra. Kali ini, Djokovic memiliki Carlos Alcaraz sebagai rival baru yang selalu memaksanya bermain hingga batas maksimal kemampuan, termasuk ketika bersaing dalam final turnamen ATP Masters 1000 Cincinnati.
Final yang berlangsung di Lindner Family Tennis Center, Cincinnati, Ohio, Amerika Serikat, pada Minggu (20/8/2023) sore waktu setempat atau Senin dini hari waktu Indonesia itu terjadi sebulan setelah mereka bertemu di final Wimbledon. Dalam pertandingan dengan format best of five sets di Wimbledon, Alcaraz menang 1-6, 7-6 (6), 6-1, 3-6, 6-4 setelah bertanding selama empat jam 42 menit.
Pada persaingan pertama kedua petenis yang berlangsung di lapangan keras Cincinnati Masters, Djokovic membalas kekalahan itu dengan skor 5-7, 7-6 (7), 7-6 (4). Berbeda dengan Grand Slam, pertandingan tersebut berformat best of three sets. Namun, durasi kedua final hanya berbeda sekitar satu jam. Final Cincinnati Masters berlangsung tiga jam 49 menit hingga menjadi final pertandingan best of three terlama pada ATP Tour yang digelar sejak 1990.
Djokovic memenangi pertandingan itu setelah kehilangan set pertama dan tertinggal 2-4 pada set kedua. Dia memperlihatkan kelebihan yang dimiliki “Big Three” sebagai petenis yang menguasai persaingan top dunia selama hampir dua dekade.
“Big Three” yang terdiri atas Djokovic, Nadal, dan Federer adalah orang-orang spesial dengan mental juara yang tangguh. Djokovic menggagalkan match point Alcaraz saat lawannya yang berusia 16 tahun lebih muda itu unggul 6-5 pada tiebreak set kedua.
Pada set penentuan, giliran Alcaraz menahan laju kemenangan Djokovic saat petenis dengan 23 gelar juara Grand Slam itu mendapat dua match point pada keunggulan 5-4. Djokovic, juga, berada dalam posisi servis ketika mendapat match point itu.
Semua faktor kemampuan mereka, yang juga diuji oleh cuaca panas bersuhu 32 derajat Celsius, tercurah pada momen-momen kritis tersebut. Alcaraz mencuri servis Djokovic pada gim ke-10, hingga skor menjadi 5-5, dalam permainan selama 12 menit.
Tanpa jeda, mereka melanjutkan permainan pada gim ke-11 yang berlangsung 11 menit. Alcaraz berbalik unggul 6-5, yang dibalas Djokovic pada gim berikutnya hingga terjadi tiebreak.
Keduanya masih bisa menahan lelah untuk mempertahankan kualitas setiap pukulan. Stadion utama dengan 11.000 kursi yang dipenuhi penonton tak pernah hening kecuali saat permainan berlangsung.
Ini adalah pertandingan paling sulit yang pernah saya alami melawan siapa pun dan pada level mana pun.
Momentum keunggulan yang berubah dengan cepat mengubah pula nama petenis yang diteriakkan penonton. “Carlos! Carlos!” terdengar saat Alcaraz mendapat poin, sementara penggemar Djokovic berteriak “Nole! Nole!” saat pahlawan mereka unggul.
Puncak emosi diekspresikan kedua petenis seusai pertandingan. Djokovic berteriak sambil merobek kausnya, sementara Alcaraz menangis sambil menutup wajah dengan handuk.
“Gila… Banyak yang ingin saya katakan, tetapi energi saya habis. Ini adalah pertandingan paling sulit yang pernah saya alami melawan siapa pun dan pada level mana pun. Carlos adalah petenis yang luar biasa. Dia bisa menghadapi tekanan besar seperti tadi. Tidak banyak petenis yang bisa melakukan itu. Kamu tak pernah menyerah. Tadinya saya berharap, pada akhirnya kamu melakukan kesalahan,” canda Djokovic saat acara pemberian trofi.
“Orang Spanyol tak pernah menyerah,” jawab Alcaraz dengan tertawa.
“Ya, saya pernah mendengar itu sebelumnya,” Djokovic merespons sambil merujuk pada Nadal yang menjadi salah satu rival terberat sebelum munculnya Alcaraz.
Nadal, yang berencana pensiun sebagai petenis pada 2024, menjadi petenis yang paling sering menjadi lawan Djokovic. Sebanyak 59 pertemuan di antara mereka menjadi yang terbanyak dalam persaingan tenis putra.
Ketatnya persaingan di antara keduanya ditunjukkan oleh tipisnya selisih kemenangan. Djokovic 30 kali menang dari 59 pertemuan itu. Mereka juga terlibat persaingan sebagai tunggal putra dengan gelar Grand Slam terbanyak. Djokovic unggul satu gelar (23 gelar) ketika menjuarai Perancis Terbuka 2023 saat Nadal absen sejak Januari karena cedera.
Dari generasi di atas Alcaraz, terdapat beberapa petenis yang bisa mengalahkan Djokovic, seperti Daniil Medvedev dan Stefanos Tsitsipas. Namun, perlawanan yang mereka berikan tak konsisten. Alcaraz yang berusia 20 tahun dan prestasinya melesat sejak 2022 muncul menjadi petenis yang paling menyulitkan Djokovic.
Alcaraz mengalahkan Djokovic pada pertemuan pertama mereka, yaitu di semifinal Madrid Masters 2022. Setelah itu, mereka saling mengalahkan pada tiga pertemuan tahun ini : semifinal Perancis Terbuka, final Wimbledon, dan final Cincinnati Masters. Tak ada kemenangan yang didapat melalui straight sets.
“Saya harap, kita bertemu lagi di New York (Grand Slam Amerika Serikat Terbuka). Itu akan menjadi pertemuan bagus, untuk fans, bukan untuk saya,” kata Djokovic yang meraih gelar juara ke-39 pada ajang Masters 1000, level atas pada struktur turnamen tenis putra profesional.
Gelar pertama Coco
Gelar juara tunggal putri WTA 1000 Cincinnati didapat Cori “Coco” Gauff. Gelar pertama Coco dari level tersebut didapat setelah mengalahkan petenis Ceko, Karolina Muchova, 6-3, 6-4, di final.
“Rasanya sulit dipercaya. Saya sangat senang akhirnya bisa merasakan momen seperti ini,” ujar Coco. Dengan usia 19 tahun, Coco menjadi petenis remaja yang menjadi juara di Cincinnati sejak Linda Tuero juara dalam usia 17 tahun pada 1968.
Coco mulai naik daun ketika menembus babak keempat Wimbledon 2019 pada debut di arena Grand Slam. Dia mengalahkan pemilik tujuh gelar Grand Slam, Venus Williams, pada babak pertama. Penggemar Venus dan Serena Williams itu dinilai sebagai petenis masa depan dengan hasil di Wimbledon tersebut.
Perjalanannya untuk berkembang disalip dua remaja, yaitu Emma Raducanu dan Leylah Fernandez, saat mereka tampil pada final AS Terbuka 2021 yang dimenangi Raducanu. Namun, ketika kedua petenis itu meredup, Coco bertahan. Final pertamanya di arena Grand Slam dirasakan ketika tampil di Perancis Terbuka 2022, meski kalah dari Iga Swiatek.
Tahun ini, Coco menjuarai WTA 250 Auckland dan WTA 500 Washington sebelum mendapat gelar dari ajang yang lebih tinggi, WTA 1000 Cincinnati. Dalam perjalanan menuju final di Cincinnati, dia pun mendapat salah satu kemenangan besar, yaitu menyingkirkan Swiatek, petenis nomor satu dunia yang selalu mengalahkan Coco dalam tujuh pertemuan sebelumnya. (AFP/AP)