Anomali Dominasi Jokic dan Presisi Tiga Angka Heat
Gim kedua final NBA mengisahkan dua hal, yaitu dominasi Jokic yang kembali berujung pahit untuk Nuggets dan kebangkitan Heat berkat hujan tiga angka. Heat pun menang, 111-108.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
DENVER, SENIN – Performa bersejarah center Nikola Jokic dengan 41 poin dan 11 rebound tidak cukup membawa Denver Nuggets menang di gim kedua final NBA. Dia hanya menjadi kameo di depan publik sendiri akibat hujan tiga angka Miami Heat yang tidak terbendung. Kesucian Arena Ball, markas Nuggets, pun luntur.
Tembakan tiga angka guard Nuggets, Jamal Murray, menandai kekalahan tim itu atas Heat, 108-111, di Arena Ball, Denver, Senin (5/6/2023) WIB. Tembakan itu meleset beriringan dengan bel panjang. Alhasil, tim tuan rumah gagal memaksa laga berlanjut ke babak tambahan.
Padahal, Jokic mendominasi. Peraih dua kali Most Valuable Player NBA dalam tiga musim terakhir itu menyalakan mode mesin skor. Dia menembak sebanyak 28 kali, jauh melebihi gim pertama (12 kali) karena rekan-rekannya sedang “bau”. Dia tidak terbendung dengan akurasi lemparan mencapai 57,1 persen.
Penampilan “Joker”, julukannya, merupakan salah satu yang paling dominan dalam sejarah final. Menurut statmuse, dia menjadi center keempat yang bisa mencetak minimal 40 poin dan 10 rebound di final. Tiga pemain lainnya adalah legenda Los Angeles Lakers, Shaquille O’Neal, Wilt Chamberlain, dan Kareem Abdul-Jabbar.
“Dia (Jokic) adalah pemain luar biasa. Dia pernah dua musim menjadi pemain terbaik di planet ini. Mereka punya begitu banyak opsi (serangan) bersamanya. Tetapi, kami hanya fokus ke diri sendiri. Tim kami berisi para pesaing sejati,” kata Pelatih Heat Erik Spoelstra.
Selain Jokic, tidak ada satu pemain Nuggets pun yang mampu menyumbang minimal 20 poin. Murray hanya mencetak 18 poin. Itu pun berkat sepasang tembakan tiga angka pada 3 menit tersisa. Murra, yang menyumbang 10 asis, lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Hal itu tidak seperti di gim pertama.
Performa dominan Jokic kembali menjadi anomali untuk Nuggets. Dia sudah tiga kali mencetak minimal 40 poin sepanjang playoff. Ironisnya, Nuggets kalah dalam seluruh laga tersebut. Saat menyumbang di bawah 40 poin, rekor Nuggets justru sangat impresif (13 menang – 1 kalah).
Saya juga terkejut bisa menciptakan laju (poin) tersebut. Sebenarnya, saya hanya mencoba untuk bermain dengan kebahagiaan. Saya merasa bisa menampilkan yang terbaik ketika bersenang-senang di lapangan. (Duncan Robinson)
Alih-alih Jokic, aktor utama di gim kedua justru direbut oleh para pemain Heat. Tim asuhan Erik Spoelstra itu tampil impresif terutama dari garis tiga angka. Penyesuaian Spoelstra memasukkan forward veteran, Kevin Love, ke tim inti berbuah manis. Love membuat rotasi bola Heat lebih baik.
Heat mencetak 17 kali dari 35 percobaan tiga angka (48,6 persen). Akurasi itu naik signifikan dibandingkan gim pertama (33,3 persen). Adapun hujan tiga angka dipersembahkan oleh, antara lain, Gabe Vincent (4 kali/ 23 poin), Max Strus (4 kali/ 14 poin), dan Duncan Robinson (2 kali/ 10 poin).
Kontribusi Robinson
Bermain 17 menit dari bangku cadangan, Robinson memang hanya menyumbang 10 poin dari 5 tembakan. Namun, kontribusi itu yang berhasil membuat Heat menang. Seluruh poinnya diciptakan pada awal kuarter keempat untuk membuat kedudukan berbalik dari tertinggal 8 poin jadi unggul 88-85.
“Saya juga terkejut bisa menciptakan laju (poin) tersebut. Sebenarnya, saya hanya mencoba untuk bermain dengan kebahagiaan. Saya merasa bisa menampilkan yang terbaik ketika bersenang-senang di lapangan,” kata Robinson yang hanya menyumbang 3 poin di gim pertama.
Saat para penembak jitu berpesta dari garis tiga angka, forward Jimmy Butler dan center Bam Adebayo memanfaatkan lubang di area dalam dengan sumbangan masing-masing 21 poin. Mereka sukses memancing total 10 tembakan bebas. Jumlah itu melebihi keseluruhan tembakan bebas di gim pertama, yaitu 2 kali.
Kunci kemenangan Butler dan rekan-rekan adalah bermain tenang. Mereka tidak panik ketika tertinggal 35-50 akibat rentetan transisi lawan pada paruh pertama. Mereka pelan-pelan mengejar dengan bertahan agresif, menutup ruang umpan Jokic. Joker hanya menyumbang 4 asis, dari 14 asis di gim sebelumnya.
Serangan Heat juga tidak terburu-buru, seperti tiga hari lalu. Mereka lebih sabar memanfaatkan 24 detik. Butler, pembawa bola utama tim, lebih agresif menembus area dalam. Setelah menarik gravitasi lawan, Butler akan mencari para penembak jitu yang kosong di sisi luar. Cara itu dilakukan hingga mereka berbalik unggul pada awal kuarter keempat.
Heat sempat unggul 107-95 di penghujung kuarter terakhir. Mereka mencatatkan akurasi tembakan 68,7 persen (11-16), ai antaranya lima kali tembakan tiga angka. Menurut ESPN, akurasi itu merupakan tertinggi ketiga sepanjang sejarah kuarter penentu partai final dalam 25 tahun terakhir.
“Mari kita bicara tentang usaha. Maksud saya, ini adalah NBA. Kami harus membicarakan tentang itu. Masalah itu menjadi fokus saya. Saya sudah berkata kami bermain kurang baik bahkan di gim pertama (saat menang). Ini bukan pramusim, bukan musim reguler, ini adalah final,” kata Pelatih Nuggets Michael Malone.
Heat menyamakan kedudukan dengan Nuggets 1-1 dalam format final "terbaik dalam tujuh gim" tersebut. Dengan hasil itu, Heat merebut keuntungan kandang milik tim lawan. Adapun gim ketiga dan keempat akan berlangsung di markas mereka, Kaseya Center.
Kesucian Arena Ball pun luntur. Nuggets pertama kali kalah di kandang pada playoff musim ini. Adapun mereka sudah tidak terkalahkan di depan publik sendiri sejak 30 Maret. Sementara Heat mencuri kemenangan pertama di markas Nuggets sejak terakhir kali pada November 2016. (AP/REUTERS)