Final ideal Celtics dan Lakers hanya ilusi. Bersiaplah menyambut pertarungan yang lebih menjanjikan antara Nuggets dan Heat, Jokic lawan Butler.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
DENVER, KAMIS — Final NBA musim ini bukan yang paling ideal. Tidak ada duel klasik tim tersukses di liga antara Boston Celtics dan Los Angeles Lakers. Namun, final nanti berpotensi lebih menarik karena mempertemukan tim paling siap dan sangat kontras, yaitu Denver Nuggets dan Miami Heat.
Publik kota Denver tidak sabar menanti laga pertama final melawan Heat di Ball Arena, Denver, Jumat (2/6/2023) pagi WIB. Nuggets untuk pertama kali tampil di partai puncak sejak masuk liga pada 1977. Nikola Jokic dan rekan-rekan berada dalam kondisi moral tertinggi seusai menyapu bersih Lakers di babak sebelumnya.
Nuggets jauh lebih diunggulkan. Menurut prediksi superkomputer ESPN, peluang mereka juara mencapai 89 persen. Wajar saja, mereka punya Jokic, yang diyakini sebagai pebasket terbaik di bumi saat ini. Belum ada yang bisa meredam dominasinya sepanjang playoff.
Jokic menyumbang rerata 29,9 poin, 9,3 rebound, dan 13,3 asis. Dua kali peraih Most Valuable Player NBA itu menjadi pemain Nuggets dengan catatan tertinggi di ketiga kategori. Dengan kepintaran dan teknik tinggi, dia selalu lebih maju satu hingga dua langkah dari lawan.
Pelatih Nuggets Michael Malone tidak setuju timnya lebih diunggulkan. ”Bagi mereka yang berpikir seri ini mudah, saya tidak tahu harus berkata apa lagi. Ini akan menjadi tantangan terbesar dalam hidup kami. Mereka punya Jimmy Butler. Pemain yang selalu siap untuk momen besar,” ucapnya.
Heat sudah terbiasa tidak diunggulkan. Di seri sebelumnya, menurut ESPN, kemungkinan mereka menumbangkan Celtics hanya 3 persen. Namun, Heat justru mengeliminasi finalis musim lalu itu di markas lawan dalam seri yang berakhir dramatis dalam tujuh laga.
Perjalanan Butler dan rekan-rekan ke partai puncak bagai kisah dongeng, penuh keajaiban sekaligus kurang nyata. Tidak ada yang percaya pencapaian mereka saat ini sebelum playoff dimulai. Heat hanya berstatus unggulan ke-8 yang lolos dari play-in.
Satu-satunya tim unggulan ke-8 yang mencapai final, selain Heat, hanyalah New York Knicks pada 1999. Di luar dugaan, mereka menumbangkan unggulan teratas seperti Milwaukee Bucks (1) dan Celtics (2). Kejutan itu terasa ajaib, tetapi tidak di tangan Butler.
Ada mitos yang dipercaya publik Miami, ”Jangan bertaruh melawan Butler”. Guard berusia 33 tahun itu bukan sosok megabintang, tetapi punya segala hal yang dibutuhkan pemenang, yakni kepercayaan diri, ambisi, hingga daya juang di level tertinggi. Dia bersinar di playoff dengan rerata 28,5 poin, 7 rebound, dan 5 asis.
Petenis putri Amerika Serikat, Coco Gauff, bercerita, Butler sudah menawarkan tiket untuk menonton final sebelum playoff. Butler bukan cenayang. Hanya saja, kepercayaan dirinya menembus langit. Hal itu membuat rekan-rekannya ikut percaya dan Heat bisa sampai di final. Adapun Butler kembali ke partai puncak bersama Heat setelah kalah di final 2020.
”Saya tidak mau (Butler) meminta maaf tentang siapa dirinya atau bagaimana pendekatan dia terhadap kompetisi. Dia keras kepala, tetapi selalu tahu cara memberikan keyakinan kepada orang di sekitarnya pada waktu yang tepat,” kata Pelatih Heat Erik Spoelstra.
Saya pikir ini tentang Nuggets dan Heat. Saya tidak tahu apakah saya seorang pemain terbaik. Saya hanya punya kesempatan lebih karena bola selalu berada di tangan saya.
Ibarat lebah dan bunga. Begitulah hubungan antara Butler dan Heat. Mereka saling menguntungkan. Butler bisa bersinar di Heat karena didukung ekosistem berkultur juara. Mereka percaya dengan kerja keras dan proses. Alhasil, skuad berisi mayoritas pemain medioker bukan masalah besar.
Terlepas dari ancaman Heat, Nuggets terlihat jauh lebih siap untuk laga pertama. Mereka mendapatkan waktu istirahat sepekan lebih karena menyelesaikan final wilayah hanya dalam empat laga. Belum lagi, euforia dan rasa lapar para pendukung mereka akan memercikkan semangat pemain di Ball Arena.
Nuggets, unggulan teratas Wilayah Barat, tidak percaya dengan kejutan. Mereka adalah tim paling konsisten. Mereka percaya, semua baik-baik saja jika bermain sesuai kapabilitas. Terbukti, Nuggets sudah menumbangkan banyak ”kuda hitam” di playoff, yaitu Minnesota Timberwolves dan Lakers.
Tentang Jokic
Jokic akan menjadi kunci jawaban dari seri ini. Center setinggi 2,11 meter itu adalah jantung serangan Nuggets. Dia berperan sebagai mesin skor sekaligus fasilitator. Jika bisa menghentikannya, Heat hampir pasti akan membuat seret keran skor lawan.
Heat memiliki center yang andal dalam bertahan, yaitu Bam Adebayo. Bintang tim nasional Amerika Serikat itu punya kelincahan, kepintaran, dan kelebihan atletis, yang membuatnya bisa menjaga seluruh pemain di berbagai posisi. Masalahnya, Jokic sudah melewati cobaan lebih berat sebelum bertemu Adebayo.
Jokic dihadang center dengan kemampuan bertahan terbaik di liga, antara lain Rudy Gobert (Timberwolves) dan Anthony Davis (Lakers). Namun, dia justru semakin bersinar. Semua itu berkat kemampuan lainnya sebagai fasilitator ulung.
Ketika tidak bisa mencetak poin, dia akan memberikan ruang tembak untuk guard Jamal Murray. Murray pun langsung bersinar dalam playoff pertamanya setelah absen semusim penuh akibat cedera lutut. Dia langsung menyumbang 27,7 poin dan 6,1 asis.
Meskipun begitu, Jokic menilai, seri ini bukan hanya tentang dirinya dan Adebayo. ”Saya pikir ini tentang Nuggets dan Heat. Saya tidak tahu apakah saya seorang pemain terbaik. Saya hanya punya kesempatan lebih karena bola selalu berada di tangan saya,” ujarnya.
Heat diuntungkan dari sisi pengalaman. Mereka pernah tampil di final tiga tahun lalu dengan fondasi skuad hampir sama. Sementara itu, hampir seluruh pemain Nuggets belum pernah tampil di final. Hanya guard Kentavious Caldwell-Pope yang pernah juara bersama Lakers, mengalahkan Heat di final 2020.
”Kami tahu kemampuan tim ini. Orang-orang di luar tidak mendapatkan kesempatan untuk melihat itu. Saya berharap kalian bisa melihatnya agar tahu orang-orang yang kami miliki benar-benar dapat memainkan bola basket tingkat tinggi,” tegas Butler. (AP/REUTERS)