Stadion Manahan, Istana Kedua Sepak Bola Indonesia
Stadion Manahan di Kota Surakarta menyimpan memori panjang bagi sepak bola modern Indonesia. Dengan wajah baru saat ini, Manahan siap menyambut era baru nan penuh catatan historis
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR, NINO CITRA ANUGRAHANTO
·6 menit baca
PENGANTAR: Meski batal digelar, Piala Dunia U-20 2023 telah menciptakan warisan infrastruktur yang bisa menjadi pijakan bagi transformasi sepak bola nasional. Kompas menyajikan keunggulan enam stadion yang awalnya akan digunakan untuk turnamen yunior itu dalam rubrik "Tonggak Transformasi Sepak Bola" pada edisi Senin (10/4/2023) ini hingga Sabtu (15/4).
Tak berlebihan rasanya menyebut Stadion Manahan di Surakarta, Jawa Tengah, sebagai istana kedua sepak bola Indonesia. Meskipun tidak semegah Stadion Gelora Bung Karno di Senayan, Jakarta, Stadion Manahan menyimpan banyak memori besar bagi perkembangan sepak bola Indonesia di milenium baru.
Sejak diresmikan oleh mendiang Presiden Soeharto pada 21 Februari 1998, Manahan telah mengalami dua kali renovasi besar-besaran. Pertama, pembenahan dilakukan pada 2008 untuk memperbaiki sistem drainase lapangan. Kedua, Manahan bersolek dan mengganti wajah dengan atap temugelang setelah mengalami renovasi pada 2018 lalu.
Selain itu, Manahan kembali dibenahi sebagai salah satu dari enam stadion yang disiapkan untuk perhelatan Piala Dunia U-20 2023. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, renovasi Manahan bersama empat lapangan latihan, yaitu Lapangan Sriwedari, Lapangan Kota Barat, Lapangan Sriwaru, dan Lapangan Banyu Anyar, selama 2023 memerlukan biaya Rp 16,82 miliar.
Sebelumnya, pada akhir 2020, Kementerian PUPR juga telah menganggarkan Rp 78,8 miliar untuk membenahi kondisi fisik lima lokasi pertandingan dan latihan Piala Dunia U-20 di Surakarta itu. Jumlah itu belum ditambah dengan biaya renovasi masif Manahan pada periode 2018-2020 yang menghabiskan dana sekitar Rp 301 miliar.
Dana besar yang dikeluarkan itu terasa sepadan dengan kualitas terkini Manahan. Berdasarkan hasil inspeksi terakhir FIFA, 25 Maret lalu, stadion berkapasitas 20.000 penonton itu telah lolos verifikasi untuk menyelenggarakan turnamen FIFA.
Patut diketahui, FIFA memberikan klasifikasi stadion untuk melaksanakan pertandingan setidaknya menjadi dua, yakni laga internasional FIFA dan laga turnamen FIFA. Manahan setelah renovasi pada awal 2020 sejatinya telah lulus untuk bisa menggelar laga internasional FIFA.
Tetapi, Manahan masih perlu membenahi beberapa fasilitas penunjang dan rumput untuk layak melangsungkan laga di turnamen FIFA, misalnya bangku tribune naratama dan royal box, fasilitas tribune media, hingga akses keluar-masuk bagi pemain dan penonton.
Setelah FIFA membatalkan status tuan rumah Indonesia untuk Piala Dunia U-20 2023, maka Manahan pun gagal menyelenggarakan turnamen yunior internasional paling bergengsi itu. Rencana untuk menyiapkan upacara penutupan dan menyambut partai puncak di Surakarta pun sirna.
Kami tidak merasa rugi meskipun event-nya (Piala Dunia U-20) batal karena akan ada agenda pengganti. Stadion sekarang juga terlihat lebih bagus. Jadi, tidak masalah.
Meski begitu, komitmen perbaikan stadion tetap terjaga. Sejumlah pengerjaan pemugaran antara lain penggantian rumput, perbaikan toilet, perbaikan tribun media, pembongkaran pagar tribun penonton, perbaikan lampu area parkir, hingga pengecatan ulang penanda stadion sudah hampir rampung sebelum tenggat waktu, 31 Maret mendatang.
Pekerjaan yang sekarang tersisa tinggal penyulaman rumput. Itu dikarenakan penggunaan mesin penyulaman rumput harus bergantian dengan stadion-stadion lain yang awalnya dijadikan tempat penyelenggaraan gelaran Piala Dunia U-20. Menurut rencana, mesin penyulaman rumput baru tiba di Surakarta pada 12 April nanti.
“Kami tidak merasa rugi meskipun event-nya (Piala Dunia U-20) batal karena akan ada agenda pengganti. Stadion sekarang juga terlihat lebih bagus. Jadi, tidak masalah,” kata Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, saat ditemui, di Kompleks Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (4/4/2023).
Selain itu, Gibran menambahkan, pihaknya juga berencana mendatangkan klub dari luar negeri untuk menggelar pertandingan persahabatan di Stadion Manahan. Ia ingin agar stadion yang sudah berstandar tinggi itu juga dimanfaatkan oleh gelaran berkelas tinggi.
“Stadion Manahan tidak akan jalan di tempat. Kami akan ada event pengganti yang sekelas U-20. Bakal ada banyak event olahraga. Baik yang sifatnya hiburan sampai kompetitif,” kata Gibran.
Satu hal yang pasti, Gibran menjamin Persis akan kembali berkandang di Manahan pada kompetisi 2023-2024.
Ditemui terpisah, Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Kota Surakarta Rini Kusumandari menjamin perawatan stadion bertaraf internasional tersebut dilakukan secara maksimal, terutama untuk memelihara kualitas rumput terbaik.
Dua presiden
Perkembangan Stadion Manahan tidak lepas dari pengaruh dua Presiden RI yang memiliki keterikatan dengan Kota Surakarta. Pembangunan Stadion Manahan dari awalnya Lapangan Manahan diprakarsai dan diresmikan oleh Presiden Soeharto. Kemudian, Manahan dipercantik di era Presiden Joko Widodo.
Sejak awal digagas pada 1989 dan melakukan peletakan batu pertama oleh Ny Tien Soeharto, 25 April 1991, Manahan memang dibangun untuk menjadi “adik” Stadion Gelora Bung Karno. Pada awal peresmian, Manahan dapat menampung sekitar 25.000 orang. Sedangkan, GBK ketika itu bisa dipadati nyaris 100.000 orang.
Namun, hingga akhir 1990-an, Manahan adalah satu-satunya stadion sepak bola berkualitas standar internasional yang bisa menyaingi Stadion GBK sebagai kebanggaan sang proklamator, Presiden Soekarno. Itu membuat Manahan menjadi sejumlah saksi bagi momen penting sepak bola Indonesia modern.
Catatan itu dimulai ketika Manahan menjadi lokasi partai puncak pertama Liga Indonesia di luar Stadion GBK pada final edisi 2006. Sebelum Manahan, Stadion Klabat di Manado, Sulawesi Utara, pernah menjadi saksi juara PSIS Semarang setelah mengalahkan Persebaya Surabaya, pada final 1999. Namun, keputusan PSSI ketika itu melangsungkan final di Manado didasari kondisi keamanan yang tidak kondusif di Pulau Jawa.
Selain itu, Manahan juga salah satu dari tiga stadion di Indonesia yang pernah menggelar dua turnamen antarklub Asia, yaitu Liga Champions Asia dan Piala AFC. Dua stadion lainnya ialah Stadion GBK dan Stadion Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Persik Kediri menjadikan Manahan sebagai markas pada Liga Champions Asia edisi 2007. Kala itu, skuad “Macan Putih” mencatatkan rekor terbaik mereka di kompetisi Asia karena mengemas tujuh poin di fase grup ketika tampil di Manahan.
Selanjutnya, Persibo Bojonegoro sempat pula menggunakan Manahan sebagai lokasi laga kandang di Piala AFC 2013. Sayang, Persibo tampil amat buruk di Manahan karena hanya menghasilkan satu poin dari tiga laga dengan koleksi mencetak empat gol dan 17 kali kemasukan.
Manahan juga menyimpan banyak momen berharga bagi kompetisi profesional di Indonesia. Pasalnya, sejak milenium baru di tahun 2000, Manahan silih berganti menjadi markas bagi tiga tim era Divisi Utama hingga Liga 1. Mereka adalah Persis Solo, Pelita Solo, dan Persijatim Solo FC.
Akhmad Ramdhon, sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), menuturkan, Manahan adalah representasi bagi peran besar Surakarta dalam kancah sepak bola nasional. Meski tidak memiliki klub yang konsisten berada di kasta tertinggi Liga Indonesia, kata Ramdhon, masyarakat Surakarta tidak pernah lepas dari perkembangan olahraga terpopuler di Tanah Air itu berkat kehadiran berbagai klub dan turnamen di Manahan.
“Setiap pertandingan di Manahan adalah perayaan bagi seluruh pecinta sepak bola Surakarta. Kami bersedia menyaksikan langsung pertandingan di tribune stadion, meski yang tampil bukan Persis,” ucap Ramdhon.
Dengan wajah baru, Manahan akan menggoreskan kembali beragam momen penting dalam sepak bola Indonesia. Manahan sakjose !