Agar Tak Dikucilkan, Presiden Kembali Instruksikan Erick Lobi FIFA
Potensi kerugian akibat batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di sektor pariwisata mencapai Rp 3,7 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menginstruksikan Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia Erick Thohir untuk segera kembali membuka pembicaraan dengan FIFA. Hal ini agar Indonesia tetap menjadi bagian keluarga besar FIFA dengan total 216 anggota dari berbagai negara. Presiden Jokowi tidak mau Indonesia terkucilkan dari peta persepakbolaan dunia.
”Alhamdulillah, saya sudah bertemu Bapak Presiden (Jokowi), melaporkan secara detail meeting Presiden FIFA dengan saya di Doha, kemarin. Dan, juga saya membawa surat dari Presiden FIFA yang saya langsung berikan ke Presiden,” kata Erick Thohir saat menyampaikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Setelah membaca surat tersebut, Presiden Jokowi menginstruksikan dua hal kepada Erick. Pertama, segera membuat peta biru transformasi sepak bola Indonesia seperti yang sudah sampaikan ketika Erick yang baru saja menjadi Ketua PSSI hadir bersama para anggota exco (komite eksekutif). ”Presiden menekankan ini harus segera selesai dan harus segera disampaikan kepada FIFA,” kata Erick.
Kedua, Presiden menginstruksikan kepada Erick untuk segera kembali membuka pembicaraan bersama FIFA. ”Untuk kita tetap menjadi bagian keluarga besar FIFA, yang kita tahu FIFA total members-nya 216 dari berbagai negara, salah satunya kita. Sehingga, bisa diartikan bahwa Presiden tidak mau kita terkucilkan dari peta persepakbolaan dunia,” ujar Erick.
Baca juga : Momentum Wujudkan Transformasi Sepak Bola
Atas instruksi Presiden, Erick menuturkan, pihaknya akan berusaha keras memastikan transformasi sepak bola Indonesia terjadi dan bukan sekadar wacana.
”Dan, saya juga akan bekerja keras untuk kembali bernegosiasi kepada FIFA, menghindari sanksi yang bisa terjadi. (Hal ini) Karena dari FIFA sendiri tentu mengharapkan hal-hal ini tidak terjadi, tapi tentu kalau kita lihat dari suratnya, itu jelas bahwa FIFA sedang mempelajari dan mempertimbangkan sanksi untuk Indonesia,” katanya.
Saat ini, Erick sedang menunggu tibanya undangan kembali dari FIFA setelah mereka melakukan rapat dalam beberapa hari ke depan. Ia pun bersiap untuk bertemu dengan FIFA.
Menurut dia, sanksi terberat yang bisa dijatuhkan, Indonesia dilarang ikut berkompetisi di seluruh dunia, baik sebagai tim nasional maupun sebagai klub. Jika sanksi itu yang dijatuhkan, hal itu akan menjadi kemunduran bagi persepakbolaan Indonesia. Sanksi sejenis pernah dijatuhkan untuk Indonesia pada 2015.
”Tentu (sanksi semacam) itu yang terberat, menjadi(kan) kita menyendiri, kita melakukan pertandingan, pembinaan wasit, (pembinaan) usia muda, tapi tidak ada tentu ke depannya. Ibarat kita di Indonesia saja. Saya rasa itu yang tidak kita harapkan. Apalagi, mata pencarian di sepak bola tidak bisa sekonyong-konyong dilihat, oh (hanya) ini dan itu, tapi turunannya banyak sekali yang namanya industri olahraga sepak bola,” kata Erick.
Ia menambahkan, FIFA adalah otoritas tertinggi sepak bola di dunia.
”Dengan segala keberatan-keberatan yang sudah disampaikan, tentu FIFA melihat ini sebuah intervensi. Banyak sekali FIFA menghukum ketika ada intervensi government. Tapi, di sini, kan, juga bentuknya intervensi dan di dalam host contract sebagai negara dan host city contract yang ditandatangani, kita menjamin keamanan salah satunya. Nah, tentu ini yang mungkin jadi pertimbangan FIFA juga,” ujar Erick.
Baca juga : FIFA Sedih Harus Membatalkan Piala Dunia U-20 di Indonesia
Adapun terkait fasilitas, menurut dia, FIFA sudah bicara bahwa lapangan yang sebelumnya belum siap, dengan persiapan oleh pemerintah pusat, dapat lolos. ”Khusus untuk sanksi tentu ada sanksi ringan, seperti administrasi atau pergantian, saya belum tahulah. Cuma yang penting jangan yang sangat beratlah,” katanya.
Erick mengatakan, dirinya tidak membaca surat dari Presiden FIFA kepada Presiden Jokowi. ”Mungkin, ya, salah satunya Presiden FIFA mempertanyakan ini transformasi sepak bola Indonesia serius atau tidak? Makanya, Presiden langsung menugaskan saya segera menyelesaikan peta biru sepak bola Indonesia untuk disampaikan di FIFA. Mungkin ada kaitannya dengan surat tersebut karena saya enggak dapat soalnya, isi suratnya,” ujar Erick.
Berkaitan dengan bidding Piala Dunia 2034, ia mengatakan, sekarang jangan berpikir terlalu jauh. ”Hari ini kita jangan berpikir terlalu jauh dengan mimpi-mimpi 2034 ada Piala Dunia, ada Olimpiade yang kemarin juga di G20 disampaikan Presiden IOC Thomas Bach. Dan Indonesia, saya rasa, mungkin dengan berat hati, kita bicara penyelesaian ini dulu. Karena itu sesuatu yang saya rasa belum menjadi sebuah hal yang prioritas saat ini,” tuturnya.
Hal yang pasti, lanjutnya, Presiden Jokowi sudah menyampaikan kepada dirinya akan mengundang timnas U-20 dalam satu-dua hari ini. ”Tentu ada mekanisme dari Istana yang akan melakukan itu. Bapak Presiden sudah menyampaikan solusi-solusinya. Tentu saya bilang, Bapak (Presiden), saya ikut aja karena ini memang, kan, pemerintah yang harus hadir,” ujarnya.
Baca juga : Wajah Murung Timnas U-20
Erick lebih lanjut menambahkan, peran pemerintah untuk pembangunan tim nasional dan infrastruktur menjadi penting. ”Tidak mungkin sebuah negara seperti Indonesia yang sedang ingin maju masuk dalam kategori negara berkembang, lalu olahraga sendiri, menjadi terpisahkan. Tidak mungkin. Ini bagian dari bagaimana kita membentuk dorongan supaya tercipta olahraga yang baik dan kita selaraskan program ini secara bersama-sama,” katanya.
Dia menegaskan kembali bahwa saat ini fokusnya adalah perihal sanksi. Presiden Jokowi jelas menyampaikan jangan sampai mendapat sanksi dan agar segera menyelesaikan buku biru rencana transformasi sepak bola.
”Bahkan, kalau bisa, Bapak Presiden sudah sampaikan, kalau bisa sampai 2045 target kita apa, sih, sebagai negara yang ekonominya akan terus tumbuh? Cita-citanya nomor 4 (atau) nomor 5 terbesar di dunia dengan jumlah penduduk 280 juta (dan) 55 persen anak muda, tujuannya apa transformasi ini? Apakah tetap jago kandang atau ada prestasi lainnya di luar negeri? Itulah kenapa Bapak Presiden mendorong ini sebagai bahan untuk bernegosiasi dengan FIFA supaya sanksinya ada, tapi jangan yang terberat. Apakah administrasi, apakah apa, saya tidak tahu, tapi jangan sama (seperti sanksi yang diberikan FIFA di tahun) 2015,” kata Erick.
Baca juga : PSSI Komitmen Buat Cetak Biru Sepak Bola Nasional Menuju Piala Dunia 2040
Ia menyampaikan, dirinya memahami bahwa di dalam suratnya FIFA bicara transformasi lagi. ”FIFA menyiapkan tim untuk transformasi sepak bola. Salah satunya memang waktu Kanjuruhan itu isu standardisasi keamanan. Karena itu, saya, habis ini langsung akan telepon Pak Basuki (Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat),” ujarnya.
Menteri Basuki disebutnya telah berbicara dengan Presiden Jokowi sehubungan dengan 22 stadion yang diaudit pemerintah.
”Di situ sudah ada kondisinya: yang ringan, yang berat. Nah, ini harus distandardisasikan. Kenapa juga FIFA mengecek lapangan yang enam dipakai (rencananya untuk Piala Dunia U-20) ini sesuai standar atau tidak juga karena itu. Jadi, memang security and safety penting,” katanya.
Sebagai negara tuan rumah, ujar Erick, faktor keamanan dan keselamatan adalah hal penting, tidak saja dalam kegiatan seperti liga.
”Liga-liga kita, kan, isinya sama nanti ke depan, (seperti) bagaimana suporter pulang ke rumah. Ini yang harus kita bangun, security dan safety. Saya rasa ini menjadi hal yang harus kita standardisasikan. Manajemen pertandingan, manajemen lapangan pertandingan, harus menjadi standar kalau mau menjadi transformasi,” kata Erick.
Sementara itu, dicoretnya Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 mengakibatkan banyak kerugian. Di sektor pariwisata, potensi kerugian setidaknya Rp 3,7 triliun. Citra Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan internasional juga bisa tercoreng.
Terkait persiapan Piala Dunia U-20, pemerintah pusat merenovasi beberapa stadion sepak bola di enam daerah. Perbaikan yang dikerjakan beberapa tahun terakhir ini, menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno, lebih dari Rp 500 miliar.
Baca juga : Daerah Mencoba Melihat Hikmah di Balik Pembatalan Piala Dunia U-20 Indonesia
Selain itu, sektor pariwisata terdampak langsung dari pembatalan status tuan rumah Piala Dunia U-20 setelah penolakan timnas Israel tersebut. Sandiaga menggunakan asumsi jumlah penonton berkisar 2 juta sampai 2,3 juta orang di enam kota.
”Minimal dampaknya itu mencapai Rp 3,7 triliun dan ini kerugian yang sangat besar,” ucapnya kepada wartawan seusai menghadiri peresmian Kawasan Ekonomi Khusus Lido di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (31/3/2023).
Namun, lanjut Sandiaga, kerugian yang lebih besar lagi adalah pupusnya harapan anak-anak muda Indonesia untuk berlaga di ajang yang setara dengan Piala Dunia FIFA. Selain itu, kerugian yang sangat besar lainnya adalah tercorengnya reputasi Indonesia sebagai penyelenggara kegiatan kelas dunia.
Apalagi, Indonesia akan terus mengadakan kegiatan kelas dunia, termasuk konser musik ataupun kegiatan MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition) di berbagai bidang. ”Citra dan reputasi Indonesia sebagai destinasi unggulan itu yang harus kita jaga, jangan sampai terdampak negatif,” tambah Sandiaga.
Indonesia yang selama ini cukup sukses sebagai penyelenggara kegiatan kelas dunia, termasuk KTT G20 akhir tahun lalu, perlu segera berbenah. Tahun ini, Indonesia menjadi Ketua ASEAN. Karena itu, reputasi menjadi sangat penting untuk dijaga saat ini.
Hotel-hotel dan pelaku usaha pariwisata yang sudah bersiap di enam wilayah itu juga akan dicarikan jalan keluar. Sebab, harapan okupansi penuh saat Piala Dunia pun pupus. Sandiaga menyebut sedang mempelajari kemungkinan adanya kegiatan pengganti.
”Saya sangat kecewa, sangat terpukul, (Piala Dunia U-20) dibatalkan. Tapi, kita harus tegak berdiri, harus tegar, cepat move on untuk bisa mengganti event-event yang juga lebih bisa menopang agar kerugiannya tidak maksimal,” ujarnya.
Presiden Jokowi seusai peresmian KEK Lido pada Jumat pagi mengatakan masih menunggu laporan dari Ketua Umum PSSI Erick Thohir yang baru bertemu Presiden FIFA. Perbedaan pandangan yang disampaikan dua gubernur—Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo—terkait kehadiran timnas Israel disebut Presiden konsekuensi Indonesia sebagai negara demokrasi. Namun, Presiden kembali mengingatkan, hal terpenting adalah tidak mencampuradukkan wilayah politik dan sepak bola.