Porto mencoba segalanya dengan segenap kekuatan untuk mematahkan pertahanan Inter Milan. Pada akhirnya, hasil imbang membawa Inter ke perempat final Liga Champions Eropa setelah terakhir kali merasakannya 12 tahun lalu.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
PORTO, RABU — Inter Milan memastikan diri menjadi tim Italia kedua, setelah AC Milan, yang lolos ke perempat final Liga Champions Eropa. Dalam pertemuan kedua melawan FC Porto di Stadion Do Dragao, Porto, Portugal, Rabu (15/3/2023) dini hari WIB, ”I Nerazzurri” sukses memaksakan hasil imbang 0-0 di pertemuan kedua babak 16 besar. Keberhasilan ini adalah hasil manis dari kewaspadaan Inter ketika bermain di markas lawan.
Beberapa pekan belakangan, Inter kesulitan meraih hasil positif ketika bermain di kandang lawan. Di Liga Italia, tim besutan Pelatih Simone Inzaghi itu sudah menelan enam kekalahan tandang. Terbaru, Inter takluk 1-2 dari tim papan bawah, Spezia, di markas lawan.
Catatan statistik Inter dalam laga tandang di Liga Champions juga kurang bagus. Dalam tujuh pertandingan di Liga Champions musim ini, Inter telah kebobolan lima gol saat menjalani laga tandang. Tiga gol mereka derita saat bertandang ke markas Barcelona dan dua gol lagi tercipta ketika melawat ke kandang Bayern Muenchen di penyisihan grup.
Berbekal kemenangan tipis 1-0 atas Porto di kandang pada pertemuan pertama babak 16 besar, Inzaghi menyadari bertindak gegabah hanya akan menghancurkan target timnya menjejak perempat final pertama sejak 2011 atau 12 tahun silam. Maka dari itu, Inzaghi menginstruksikan kepada pemainnya untuk memasang kewaspadaan tinggi ketika meladeni Porto di markasnya.
Porto tidak mudah ditaklukkan setiap kali bermain di hadapan suporternya. Bermain aman menjadi pilihan yang lebih rasional bagi Inter dibandingkan dengan memaksa tampil menekan, tetapi kebobolan dan gagal melaju ke babak berikutnya.
Ini menjadi alasan Inter untuk tidak tampil terlalu menekan sejak awal laga. Para pemain Inter tidak tertarik untuk menerapkan garis pertahanan tinggi. Pemain Porto dalam beberapa momen terlihat berusaha menarik para pemain Inter agar naik untuk merebut bola. Para pemain Inter tidak terpancing untuk buru-buru menekan. Mereka memilih menerapkan garis pertahanan medium sembari menunggu pemain Porto melakukan kesalahan operan.
Kami tahu agar selalu berhati-hati dengan setiap bola. Bisa sampai di tahap ini adalah jerih payah atas upaya yang telah kami lakukan sejauh ini di Eropa.
”Kami tahu agar selalu berhati-hati dengan setiap bola. Bisa sampai di tahap ini adalah jerih payah atas upaya yang telah kami lakukan sejauh ini di Eropa. Kami tahu kami kurang kontinuitas di liga, kami kehilangan beberapa poin, tetapi hasil ini seharusnya memberi kami kepercayaan lebih lanjut,” ujar bek Inter Matteo Darmian dilansir dari laman UEFA.
Walau terkesan tampil pasif di babak pertama, Inter beberapa kali mencatatkan peluang berbahaya melalui Edin Dzeko dan Nicolo Barella. Sepakan kaki kiri Dzeko dan upaya dari Barella masih bisa dimentahkan kiper Porto, Diogo Costa. Kecenderungan Inter untuk bermain bertahan semakin terlihat di babak kedua.
I Nerazzurri menumpuk pemain di area pertahanan sendiri. Ketika bertahan, Inter mengubah formasi dari 3-5-2 menjadi 5-3-2. Memainkan lima bek dimaksudkan Inzaghi untuk menjaga kelebaran. Ini penting guna mengantisipasi alur serangan Porto yang lebih sering bermula dari sisi sayap, yakni sebanyak 39 persen untuk sisi sayap kiri dan kanan. Selain itu, menumpuk bek juga menjadi upaya Inter untuk mengimbangi banyaknya pemain Porto yang masuk ke kotak penalti. Dengan begitu, Inter terhindar dari risiko kalah jumlah pemain saat bertahan.
Meredam agresivitas
Upaya itu cukup efektif meredam agresivitas Porto yang mencatatkan 68 persen penguasaan bola. Meski unggul penguasaan bola, Porto mengulangi kelemahan di pertemuan pertama, yaitu rendahnya konektivitas antarlini ketika memasuki area permainan Inter dan minimnya kreativitas serangan.
Porto harus membayar mahal kegagalan mereka dalam mencetak gol. Sepanjang pertandingan, pemain Porto juga sangat lemah dalam aspek pengambilan keputusan saat berhasil merangsek ke area sepertiga akhir pertahanan Inter. Sering kali para pemain Porto memaksakan diri menggiring bola kendati ada pilihan untuk mengoper kepada rekannya yang berlari tanpa pengawalan bek Inter.
Statistik laga mencatat, Porto lebih banyak melepaskan operan di area permainan sendiri dengan 292 operan dari total 515 operan selama 90 menit. Garis pertahanan medium Inter membuat Porto berputar-putar dan kesulitan merangsek ke pertahanan lawan.
”Ini pertandingan yang sangat sulit dan saya sangat kecewa. Di babak kedua kami lebih baik, memiliki lebih banyak penguasaan bola dan lebih banyak peluang. Saya masih tidak percaya bola tidak masuk,” kata gelandang Porto Marko Grujic.
Selain kurangnya kreativitas, kiper Inter, Andre Onana, turut menjadi alasan di balik kebuntuan Porto. Menurut catatan Opta, ini adalah kali pertama Inter berhasil melaju dari fase gugur Liga Champions setelah mencatatkan nirbobol di laga kandang dan tandang sejak musim 2009-2010. Kiper berpaspor Kamerun itu punya andil besar dalam keberhasilan Inter menahan imbang Porto di markasnya.
Sepanjang laga, Onana tampil impresif dengan mencatatkan enam penyelamatan. Porto berpeluang mencetak gol di waktu tambahan babak kedua. Namun, sundulan Mehdi Taremi dan Grujic masih membentur tiang gawang. Hingga laga usai, skor ”kacamata” bertahan dan Inter berhak menggenggam tiket perempat final.
Dengan keberhasilan Inter melewati adangan Porto, ini artinya sudah ada dua klub sepak bola dari Kota Milan yang berhasil memastikan tempat di perempat final. Milan sebelumnya juga sukses mengatasi perlawanan Tottenham Hotspur dengan keunggulan agregat 1-0.Terakhir kali ada dua klub dari Kota Milan berhasil lolos ke perempat final adalah pada Liga Champions musim 2005-2006.
Keberhasilan lolos ke perempat final berarti amat penting bagi Inter. Selain dari sisi prestasi, Inter juga dipastikan bakal mendapat tambahan dana segar sekitar 10,6 juta euro atau Rp 174,9 miliar dari UEFA sebagai hadiah. Pencapaian ini sesuai dengan target Presiden Inter Steven Zhang, yang menginginkan timnya melaju sejauh mungkin di Liga Champions demi mendapatkan keuntungan yang berlipat.
Krisis finansial membuat Inter kehilangan sejumlah pemain bintang di beberapa musim sebelumnya. Dua musim lalu Inter terpaksa melepas bek sayap berbakat, Achraf Hakimi, ke Paris Saint-Germain demi mendapatkan dana untuk operasional klub. Kepergian Hakimi juga meringankan beban tagihan Inter untuk menggaji pemain. Hakimi saat itu berada di urutan kelima pemain Inter dengan gaji terbesar.