Kongres Komite Olimpiade Indonesia 2023 Dipercepat
Kongres Luar Biasa Komite Olimpiade Indonesia 2023 memutuskan kongres pemilihan ketua, wakil ketua, dan anggota komite eksekutif dipercepat dari Oktober ke Juni. Tujuannya, untuk antisipasi agenda padat tahun ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Kongres Luar Biasa Komite Olimpiade Indonesia atau KOI 2023 di Jakarta, Selasa (7/3/2023), memutuskan Kongres KOI dipercepat dari Oktober menjadi Juni 2023. Kongres untuk memilih ketua, wakil ketua, dan anggota komite eksekutif KOI periode 2023-2027 dipercepat guna mengantisipasi agenda olahraga yang padat di tahun ini.
”Kalau Oktober, jadwal kongres terlalu berdekatan dengan Asian Games Hangzhou, China, 2022 pada 23 September-8 Oktober 2023 dan Asian Indoor and Martial Arts Games Bangkok-Chonburi, Thailand, 2023, 17-26 November. Selain itu, di akhir tahun, fokus pemerintah sudah pada Pemilihan Umum 2024. Jadi, kami putuskan mempercepatnya ke Juni atau sehabis SEA Games Kamboja 2023, 5-17 Mei. Dengan begitu, kita juga memiliki cukup waktu untuk menyiapkan World Beach Games Bali 2023, 5-12 Agustus,” ujar Ketua KOI Raja Sapta Oktohari dalam konferensi pers, Selasa.
Okto mengatakan, pada Rapat Anggota KOI 2023 di Jakarta, Senin (6/3/2023), mereka sempat memutuskan Kongres KOI ditunda ke Maret 2024. Namun, setelah pengecekan ulang, ternyata Maret 2024 sudah memasuki masa Pemilu 2024. Perhatian negara pasti tertuju kepada hajatan besar tersebut.
Supaya tidak terkena imbas dinamika politik yang ada, KOI dan para anggotanya coba mengamankan kepentingan olahraga dengan membatalkan penundaan tersebut. ”Kita tidak tahu juga apakah pemilu itu dua putaran atau tidak. Kita tidak mau berspekulasi. Maka dari itu, kami bersepakat mempercepat Kongres KOI ke Juni ini,” kata Okto.
Dahulu, saya dicalonkan cabang. Kalau cabang mencalonkan lagi, otomatis saya akan maju. Intinya, saya tidak biasa mencalonkan diri sendiri.
Saat ditanya apakah akan mencalonkan lagi menjadi Ketua KOI, Okto menuturkan, dirinya menyerahkan keputusan kepada pengurus cabang anggota KOI. Kalau memang diminta atau dicalonkan kembali menjadi ketua, dia siap menggemban tanggung jawab tersebut. ”Dahulu, saya dicalonkan cabang. Kalau cabang mencalonkan lagi, otomatis saya akan maju. Intinya, saya tidak biasa mencalonkan diri sendiri,” ujarnya.
Dewan Etik KOI memastikan, mulai Rabu (8/3/2023), mereka akan membentuk panitia penjaringan pemilihan. Persiapan harus dilakukan jauh-jauh hari karena ada proses administrasi yang mesti disiapkan. ”Kami juga akan membentuk tim verifikasi keanggotaan, antara lain untuk menyelesaikan masalah dualisme keanggotaan,” tutur anggota Dewan Etik KOI dan Ketua Umum Pengurus Pusat Modern Pentathlon Indonesia Anthony Sunarjo.
Anggota Komite Eksekutif KOI sekaligus Ketua Panitia Rapat Anggota dan Kongres Luar Biasa (KLB) KOI 2023 Jadi Rajagukguk menyampaikan, KLB KOI pun mengesahkan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KOI yang telah diamanahkan dari Rapat Anggota KOI tahun lalu.
”Ada tiga perubahan, yakni mencabut Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI) dari KOI, mencabut larangan rangkap jabatan anggota komite eksekutif, dan penambahan anggota komite eksekutif dari 11 menjadi 15,” kata Jadi.
Anthony menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan, badan arbitrase nasional harus mandiri, tidak di bawah KOI ataupun Komite Olahraga Nasional Indonesia. Badan arbitrase mesti independen untuk menghindari konflik kepentingan dengan cabang olahraga.
Selama ini, KOI memiliki BAKI, sedangkan KONI punya Badan Arbitrase Olahraga Republik Indonesia (BAORI). Di sana, BAKI dan BAORI dipilih oleh pengurus cabang. ”Selanjutnya, kami meminta pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga segera menginisiasi pembentukan badan arbitrase nasional yang independen,” ujar Anthony.
Anthony mengatakan, pencabutan larangan dualisme jabatan anggota komite eksekutif membuat kinerja mereka bisa lebih leluasa dan efektif. Tinggal nanti mereka meminta komitmen dalam bentuk pakta integritas dari calon anggota komite eksekutif agar memisahkan tugas KOI dan cabang asalnya.
”Sebelumnya, karena larangan dualisme, sistem keanggotaan komite eksekutif tidak efektif. Untuk masuk KOI, calon anggota komite eksekutif itu harus keluar dari cabang asalnya. Kemudian, untuk mencalonkan lagi, orang bersangkutan mesti kembali ke cabang,” ungkapnya.
Terkait penambahan jumlah anggota komite eksekutif, kata Anthony, itu dalam rangka pembagian beban kerja. Saat ini, setiap anggota komite eksekutif, orang bersangkutan bisa menggemban tiga bidang kerja. Kalau ada penambahan, tugas itu mungkin bisa berkurang menjadi dua bidang per orang. ”Aktivitas kegiatan KOI semakin meningkat sehingga butuh tambahan tenaga,” katanya.