Pengurus Baru PSSI Didesak Tingkatkan Kualitas Kompetisi
PSSI selama ini belum maksimal menggelar kompetisi sepak bola. Hal itu terlihat dari keputusan menghentikan Liga 2 dan Liga 3. Mafia pengaturan skor juga belum bisa diberantas.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku sepak bola di Tanah Air begitu merindukan kompetisi nasional yang sehat dan berkualitas. Mereka meminta pengurus baru Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau PSSI periode 2023-2027 bisa meningkatkan kualitas kompetisi sepak bola nasional. Menjawab persoalan itu, sejumlah calon ketua umum PSSI telah memiliki gambaran konsep menjalankan kompetisi apabila terpilih.
Permintaan itu disampaikan para pemangku kepentingan sepak bola nasional dalam agenda bertajuk ”Kaukus Sepak Bola Nasional Nyalakan Nyali Membangun PSSI”, Senin (13/2/2023), di Jakarta. Agenda itu diselenggarakan agar para calon ketua umum PSSI bisa memaparkan visi, misi, serta pandangannya terhadap perbaikan sepak bola nasional. Namun, dua dari lima calon ketua umum PSSI, yaitu Erick Thohir dan La Nyalla Mahmud Mattalitti, absen.
Walau begitu, tiga calon ketua umum PSSI lainnya, yaitu Doni Setiabudi, Arif Putra Wicaksono, dan Fary Djemy Francis, hadir dalam diskusi. Mereka bergantian mempresentasikan visi dan misi andai terpilih sebagai ketua umum.
Kesempatan bertemu dengan tiga calon ketua umum PSSI itu dimanfaatkan pemain tim Liga 2 Indonesia FC Bekasi City, Hamka Hamzah, untuk meminta kejelasan terkait kelanjutan kompetisi yang terhenti setelah Tragedi Kanjuruhan. Sebagian besar saran dan kritik Hamka bertumpu pada tata kelola kompetisi liga sepak bola nasional yang sehat dan berkualitas.
Kompetisi harus diperbaiki. Saya yakin sepak bola akan maju. Kalau kompetisi sudah baik, saya rasa yang lainnya akan mengikuti.
”Kompetisi harus diperbaiki. Saya yakin sepak bola akan maju. Kalau kompetisi sudah baik, saya rasa yang lainnya akan mengikuti,” kata Hamka yang juga mantan pemain timnas Indonesia.
Ketidakpuasan Hamka dengan liga sepak bola Indonesia merupakan akumulasi dari begitu seringnya liga Indonesia berhenti di tengah jalan. Selain musim ini, liga Indonesia juga sudah sempat terhenti lama akibat pandemi Covid-19. Karena itu, ia menuntut keseriusan dari pengurus PSSI dalam membuat konsep liga.
”Pengurus PSSI harus punya niat memajukan sepak bola. Jangan sepak bolanya 30 persen, lalu 70 persennya politik. Seharusnya dibalik. Di Inggris, orang lebih mengenal kompetisinya, bukan pengurus federasi. Kalau di Indonesia, pengurus federasinya yang lebih dikenal, bukan kompetisinya,” ujar Hamka.
Desakan untuk meningkatkan kualitas serta menata kompetisi liga sepak bola nasional juga datang dari perwakilan klub Liga 1. Direktur Utama Madura United Annisa Zhafarina Qosasi menyebut, tiga tugas PSSI yang menjadi perhatian masyarakat adalah kompetisi, pembinaan usia muda, dan prestasi timnas.
Untuk pembinaan usia muda, tugas PSSI sedikit lebih ringan karena juga turut dibantu klub-klub yang juga mengembangkan tim kelompok usia. Perhatian PSSI terhadap prestasi timnas Indonesia juga sudah sangat bagus. Hanya, PSSI belum maksimal dalam urusan menggelar kompetisi sepak bola. Hal itu terlihat dari keputusan menghentikan Liga 2 dan Liga 3. Mafia pengaturan skor juga belum bisa dibendung.
”Mohon (kepada pengurus PSSI) perhatiannya ke kompetisi. Tanpa kompetisi, timnas Indonesia tidak akan maksimal,” kata Annisa.
Pemisahan operator kompetisi
Persoalan kompetisi yang belum berjalan maksimal menjadi perhatian bagi sejumlah calon ketua umum PSSI, salah satunya Doni. Direktur Utama (CEO) Bandung Premier League itu mengusulkan harus ada pemisahan operator kompetisi antara Liga 1 dan Liga 2.
Selama ini, Liga 1 dan Liga 2 dikelola oleh operator yang sama, yaitu PT Liga Indonesia Baru (PT LIB). Kompetisi dengan operator yang berbeda dinilai akan menguatkan kapasitas klub Liga 2 dari sisi teknis dan bisnis.
Selain itu, Doni menilai penerapan video asisten wasit (VAR) bisa menekan praktik pengaturan pertandingan. Dengan VAR, ia yakin akan semakin banyak mata yang mengawasi kinerja perangkat pertandingan dan pemain. ”Mafia sepak bola tidak akan bisa diberantas dalam waktu singkat. Tapi, kita bisa memperkecil ruang lingkup mafia agar tidak bisa masuk ke sepak bola kita. Salah satunya teknologi VAR,” ujarnya.
Doni bukan satu-satunya calon ketua umum yang mengajukan gagasan untuk memperbaiki kualitas kompetisi. Fary, dalam perbincangan dengan Kompas, mengatakan, ingin kembali menerapkan liga sepak bola nasional berformat dua wilayah, barat dan timur. Hal itu dimaksudkan untuk menekan pengeluaran klub yang sangat tinggi saat liga menggunakan format satu wilayah seperti saat ini. Sebagaimana Doni, Fary juga berpikir untuk memisahkan operator kompetisi Liga 1 dan 2.
Sementara Arif mengusulkan beberapa program untuk meningkatkan kualitas liga, yaitu menerapkan manajemen operator yang terbuka dan transparan. Selain itu, ia berpikir untuk membuat kemitraan atau program sister club antara klub Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 dengan klub-klub luar negeri. Program ini bertujuan agar terjadi transfer pengetahuan dari klub-klub besar di luar negeri ke tim lokal Indonesia. Kemudian, seperti calon ketua umum lainnya, Arif, juga tertarik untuk menerapkan VAR di Liga Indonesia.