Pusaran Konflik PSSI yang Tak Pernah Berujung
Nuansa baru bagi perkembangan sepak bola Indonesia gagal disajikan pengurus PSSI periode 2019-2023. Beragam kontroversi lebih dikenang oleh publik dibandingkan kehadiran prestasi di lapangan hijau.
Pengurus PSSI periode 2019-2023 akan menemui titik akhir dari masa bakti mereka pada Kongres Luar Biasa PSSI, Kamis (16/2/2023), di Jakarta. Selama 1.202 hari memegang kendali federasi, kepengurusan yang dipimpin Mochamad Iriawan itu lebih banyak menyalakan bara konflik dibandingkan meluluskan asa pembenahan sepak bola nasional.
Harapan untuk hadirnya perbaikan sepak bola di Tanah Air sempat muncul setelah Iriawan memutuskan merekrut Shin Tae-yong sebagai pelatih tim nasional Indonesia, Desember 2019. Tidak hanya tim senior, mantan pelatih Korea Selatan di Piala Dunia 2018 itu juga diproyeksikan sebagai juru taktik ”Garuda Muda” di Piala Dunia U-20.
Keputusan itu membuat ”harum” nama Iriawan karena dianggap serius untuk membenahi prestasi timnas yang mencapai titik nadir. Sebelum Iriawan melanjutkan estafet kepemimpinan PSSI, tim ”Garuda” menelan lima kekalahan beruntun dari tiga tetangga Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Vietnam, dan Thailand, dan Uni Emirat Arab pada babak kualifikasi Piala Dunia 2022.
Selain itu, Indonesia juga mencatatkan peringkat terburuk di fase grup Piala AFF. Pada edisi 2018, Indonesia finis di posisi keempat di Grup B kalah bersaing dari Thailand, Filipina, dan Singapura.
Baca juga: Digugat, Keabsahan Ketua Komite Pemilihan PSSI
Namun, sekitar enam bulan Shin menandatangani kontrak dengan PSSI, muncul riak konflik yang sempat mengganggu hubungan juru taktik asal Korsel itu dengan federasi. Pangkal masalahnya ialah tuntutan Shin untuk menggelar pemusatan latihan timnas U-20 di luar negeri menjelang Piala Dunia U-20 yang sebelumnya dijadwalkan Mei 2021.
Shin pun sempat ”curhat” kepada media di negara asalnya terkait kendala yang ia alami bersama PSSI. Meski begitu, secara perlahan, hubungan Shin dengan PSSI, terutama Iriawan, mesra yang ditandai dengan komunikasi intens keduanya dalam setiap membicarakan program timnas.
Tak hanya itu, Shin pun memberikan ”kebebasan” kepada Iriawan untuk memberikan semangat kepada skuad timnas dalam turnamen bergengsi. Misalnya, Iriawan melakukan sambungan video dengan beberapa pemain timnas pada Piala AFF 2020, akhir 2021. Kemudian, Iriawan juga rutin menghubungi pemain ”Garuda” ketika tengah berjuang di kualifikasi Piala Asia 2023 di Kuwait, Juni 2022.
Di tengah hubungan harmonis dengan Iriawan, Shin sempat diganggu oleh anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, salah satunya Haruna Soemitro, yang mengkritik capaian Shin karena hanya membawa timnas menembus final Piala AFF 2020. Kemudian, Exco PSSI silih berganti juga ”menganggu” Shin dengan narasi perpanjangan kontrak.
Baca juga: Calon Pemimpin PSSI Harus Bersaing secara Sehat
Sebelum konflik yang menyelimuti kiprah timnas, Iriawan juga menghadirkan kontroversi dengan membatalkan ”kesepakatan” verbal Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI Iwan Budianto dengan jenama olahraga asal Thailand, Warrix, untuk menjadi penyedia jersei tim ”Garuda”. Pada akhir 2019 kontrak PSSI dengan Nike telah kedaluwarsa.
Meski telah mengadakan peluncuran jersei timnas buatan Warrix yang dihadiri Iwan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Januari 2020, Iriawan ingin jersei terbaru timnas diproduksi oleh jenama olahraga lokal. Alhasil, PSSI menjalin kerja sama dengan Mills, ”pemain” anyar dalam industri jersei sepak bola kala itu, untuk menyediakan kebutuhan tanding dan latihan timnas sejak April 2020.
Kompetisi tak menentu
Di awal kepemimpinan Iriawan, PSSI bisa mewujudkan kompetisi Liga 1 2020 berjalan sesuasi rencana. Sebelumnya, permulaan kompetisi selalu mengalami penundaan dari waktu yang dijadwalkan. Di edisi perdana Liga 1 bersama Iriawan, PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) bisa menggelar kompetisi sesuai jadwal pada 29 Februari 2020.
Sayangnya, komitmen pembenahan kompetisi, termasuk dengan melibatkan satuan tugas antimafia bola Kepolisian Negara RI, tidak bisa dibarengi dengan merampungkan liga selama satu musim akibat pandemi Covid-19. Ketika baru menjalani tiga laga, Liga 1 2020 dihentikan seiring kebijakan pembatasan sosial yang dikeluarkan pemerintah.
Baca juga: Tidak Digaji, Mengapa Jabatan Ketua Umum PSSI Begitu “Seksi”?
Pandemi membuat nasib kompetisi tak menentu. PSSI dan PT LIB pun baru memutuskan Liga 1 musim 2020 dibatalkan pada Januari 2021 atau 10 bulan sejak dihentikan pada Maret 2020.
Liga 1 di situasi normal baru akhirnya berjalan pada musim 2021-2022 yang dimulai pada Agustus 2021. Kompetisi itu bisa rampung pada Maret 2022. Tak ayal, kompetisi di musim 2021-2022 adalah satu-satunya liga profesional yang bisa dijalankan secara tuntas oleh PSSI di era Iriawan.
Bukan hanya Liga 1, pada musim 2021-2022 PSSI dan PT LIB juga menyelesaikan Liga 2 dan 3. Adapun untuk edisi 2022-2023, hanya kompetisi Liga 1 yang bisa berjalan di akhir masa kepengurusan PSSI periode 2019-2023. Setelah Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober lalu, Exco PSSI mengambil keputusan yang menghadirkan konflik karena menghentikan penyelenggaraan Liga 2 dan 3 musim ini.
Tak hanya soal kompetisi, PSSI di era Iriawan juga sempat menghadirkan polemik terkait keputusan sepihak untuk memberikan kewenangan kepada klub memotong gaji pemain dan staf pelatih ketika kompetisi vakum akibat pandemi.
Tak hanya soal kompetisi, PSSI di era Iriawan juga sempat menghadirkan polemik terkait keputusan sepihak untuk memberikan kewenangan kepada klub memotong gaji pemain dan staf pelatih ketika kompetisi vakum akibat pandemi. Itu membuat pemain dan pelatih, yang merupakan tokoh utama dalam sepak bola nasional, merana.
Baca juga: La Nyalla Janjikan Subsidi Rp 1 Miliar Per Bulan untuk Asprov
Penghentian Liga 2 dan 3 pun berdampak kepada lebih dari 850 pesepak bola di seluruh Indonesia yang kehilangan mata pencarian primer mereka sejak Oktober 2022.
Masalah internal
Di luar keputusan terkait timnas dan kompetisi yang tak bisa sepenuhnya lepas dari kontroversi, PSSI periode 2019-2023 juga tidak lepas dari konflik internal. Gejolak di dalam organisasi PSSI tercipta pada enam bulan pertama kepemimpinan Iriawan.
Itu dimulai dengan keputusan Ratu Tisha untuk mundur dari jabatan Sekretaris Jenderal, April 2020. Pengunduran diri Tisha amat disayangkan publik sepak bola di Tanah Air karena peran besarnya membantu Indonesia memenangi pencalonan tuan rumah Piala Dunia U-20 serta menyelenggarakan kembali Piala Indonesia.
Selanjutnya, Mei 2020, giliran Wakil Ketua Umum PSSI Cucu Soemantri meletakkan jabatan sebagai Direktur Utama PT LIB, operator Liga 1 dan 2. Sumber utama internal itu adalah adanya ketidaksepahaman antara Cucu dan direksi PT LIB lainnya terkait kontrak hak siar kompetisi.
Baca juga: Benahi Persepakbolaan Nasional, Inpres Disempurnakan
Setelah mundur dari jabatan utama di PT LIB, Cucu pun tidak pernah lagi terlihat dalam kegiatan resmi PSSI. Ia pun tidak hadir pada Kongres Biasa 2023 yang menjadi kesempatan pengurus Exco PSSI 2019-2023 untuk menyampaikan salam perpisahan kepada 87 pemilik suara.
Semoga saja, pengurus PSSI periode 2023-2027 tidak lagi menyesakkan ruang publik dengan narasi penuh kontroversi, tetapi menghadirkan rentetan prestasi. Semoga....