Guna memperkuat pecatur Indonesia, Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia akan mengirim mereka untuk berlatih di Eropa. Harapannya, para pemain andalan itu dapat meningkatkan kualitas permainan.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Untuk meningkatkan kualitas pecatur senior, Persatuan Catur Seluruh Indonesia akan mengirim sekitar 10 pecatur terbaik nasional ke Eropa untuk menjalani berbagai turnamen secara intensif. Pada saat bersamaan, Sekolah Catur Utut Adianto juga menyiapkan proses regenerasi pecatur yang diproyeksikan akan menjadi grand master catur pada masa depan.
“Pecatur yang benar, ya, tingkatnya harus naik terus, harus sering bertanding di Eropa. Kalau di sini, kan, bertanding sekali lalu pulang (dari Eropa), biayanya mahal,” ujar Ketua Umum Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Utut Adianto, dalam acara Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) Awards di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (5/2/2023).
SCUA Awards merupakan bentuk apresiasi dan penghargaan bagi para pecatur muda berdasarkan sejumlah kategori. Mereka yang berhak mendapatkannya adalah anak-anak yang tergabung dalam lembaga pendidikan tersebut. Anak-anak akan mendapat penghargaan dari berbagai kategori, mulai dari siswa paling loyal hingga berprestasi.
Utut menambahkan, mereka akan lebih fokus untuk berlatih sekaligus bertanding ketika berada di Eropa, seperti Belanda dan Swiss. Beberapa nama yang digadang-gadang akan mengikuti program ini adalah GM Susanto Megaranto, WGM Irine Kharisma Sukandar, dan WGM Medina Warda Aulia.
Selain itu, calon GM pun juga dapat bergabung. Salah satunya adalah pecatur muda Gilbert Elroy Tarigan yang kini menyandang gelar Master Internasional (IM).
“Kalau di sana (Eropa) enam bulan beda. Paling tidak, lingkungannya (kental dengan) catur, bersikap profesional kayak apa,” tambah Utut yang juga politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Berbeda dengan Amerika yang cenderung mengadakan turnamen catur selama lima hari, durasi kompetisi Eropa lebih panjang. Satu hari hanya dihabiskan untuk pertandingan satu babak. Ilmu dan teknik yang dapat menjadi acuan juga ditemukan di negara-negara Eropa. Selain itu, berlatih di negeri orang dapat membuat para pecatur Indonesia lebih fokus dan disiplin, jauh dari berbagai distraksi.
Utut menekankan, program ini diharapkan mendorong para GM untuk bersaing di kancah internasional. Mereka diharapkan dapat menembus tiga besar di antara para pecatur terbaik dunia.
Pecatur yang benar, ya, tingkatnya harus naik terus, harus sering bertanding di Eropa.
Regenerasi catur
Iklim catur Indonesia perlu didorong pula dengan mematangkan para pemain muda. Salah satunya melalui pendidikan catur yang ditempuh dalam SCUA.
Pemilik SCUA, Eka Putra Wirya mengatakan, bentuk apresiasi ini penting untuk memotivasi murid, orangtua, serta guru agar saling mendukung perkembangan iklim catur. Selain itu, pihak sekolah catur pun kini “jemput bola” untuk langsung membina anak-anak di sekolah formal.
SCUA saat ini tengah bekerja sama dengan Sekolah Swasta Kristen BPK Penabur. Alhasil, mereka dapat menemukan bibit-bibit baru melalui ekstrakurikuler.
“Catur ini bagus untuk pendidikan karakter, dengan catur ini banyak hal yang bisa dilakukan,” tambah Ketua Umum yayasan BPK Penabur Adri Lazuardi.
Mereka tengah mematangkan ide untuk mendatangkan pelatih-pelatih yang dapat membantu langsung di sekolah. Harapannya, anak-anak dapat makin terpacu dan terbantu meningkatkan kemampuannya.
“Tidak melulu catur akan mencetak pemain catur hebat. Namun, ini tools untuk pembentukan karakter,” kata Utut yang bertengger pada urutan ke-404 dunia, seperti dikutip dari Federasi Catur Internasional (FIDE).