Pelajaran Berharga dari Petembak Dunia untuk Atlet Indonesia
Tim beregu putri Indonesia meraih perunggu pada nomor senapan 50 meter tiga posisi setelah mengalahkan Korea Selatan dengan skor akhir 16-14.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Petembak beregu putri Indonesia meraih medali perunggu pada nomor senapan 50 meter tiga posisi di Piala Dunia Menembak 2023 di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta, Minggu (5/2/2023). Trio Diaz Kusumawardani (27), Vidya Rafika Rahmatan Toyyiba (21), dan Audrey Zahra Dhiyaanisa (18) mengalahkan tim beregu Korea Selatan, 16-14.
Meskipun meraih perunggu, tiga petembak Indonesia dinilai masih perlu banyak belajar. Mereka diharapkan mengambil pelajaran dari pengamalan bertanding melawan para petembak dunia ini.
Tim beregu Indonesia sebenarnya punya peluang untuk berlaga di perebutan medali emas. Akan tetapi, perbedaan kematangan menembak atlet Indonesia dengan para kompetitor, membuat mereka harus puas hanya tampil pada perebutan posisi ketiga.
”Sejatinya usia petembak lawan yang lolos final (Swiss dan Kazakhstan) masih relatif muda. Akan tetapi mereka sudah menekuni tembak selama lebih dari 10 tahun, sedangkan atlet kita baru 3-4 tahun saja. Poin positifnya, mereka belajar banyak dari petembak dunia, mulai dari hal-hal dasar hingga cara mengendalikan mental bertanding,” kata pelatih tim senapan Indonesia, Ebrahim Inanlou atau Ali Reza.
Ali Reza mencontohkan, petembak Swiss berusia 22 tahun, Sarina Hitz, telah memulai menembak sejak usia 10 tahun. Hal tersebut membuat Hitz terbiasa dengan atmosfer kejuaraan serta hal-hal dasar dalam menembak, seperti manajemen waktu saat berpindah posisi tembakan.
Hal yang diungkapkan Ali Reza seakan tergambar saat babak kualifikasi. Tim beregu Indonesia sempat memimpin saat tembakan 20 peluru pertama di posisi berlutut dengan total skor 441. Raihan skor mereka kemudian tersalip Swiss, saat beralih pada posisi menembak tiarap. Saat itu, tambahan skor 439 untuk Indonesia, membuat skor total mereka menjadi 880, tertinggal dua angka dari perolehan Swiss, tetapi masih unggul delapan angka dari Kazakhstan di urutan ketiga.
”Momentum pergantian peralatan menembak menuju berdiri yang tidak efektif membuat petembak Indonesia gagal dalam manajemen waktu. Terlihat mereka menjadi tergesa-gesa serta tidak bisa mengontrol diri saat melakukan tembakan,” ujar Ali Reza.
Raihan Indonesia pun jauh menurun pada posisi berdiri. Ketiganya bahkan hanya mendapatkan skor 421, sehingga skor total mereka berjumlah 1.301-45x dan semakin tertinggal dari Swiss. Adapun Kazakhstan berhasil menyalip dengan tambahan skor 431, sehingga unggul dua angka pada perolehan akhir, 1.303-49x.
Hasil tersebut otomatis membawa Kazakhstan bertemu Swiss yang memuncaki persaingan nomor ini dengan capaian skor 1.312-61x pada babak final. Sementara itu, Indonesia bertemu Korea Selatan yang berada di posisi keempat dengan capaian skor 1.293-51x pada perebutan medali perunggu.
Alot berebut perunggu
Pertandingan berebut perunggu dengan trio Kim Je-hee (27), Lee Kye-rim (32), dan Jeon Gil-hye (28) dari Korea Selatan berlangsung alot. Kedua tim kerap saling bertukar posisi memimpin dalam misi meraih poin ke-16 tersebut.
Indonesia terlebih dulu merebut dua poin awal saat kesempatan tembakan pertama. Kemudian disamakan 2-2 oleh para petembak Korea Selatan pada tembakan berikutnya.
Indonesia selalu berhasil mendahului, akan tetapi selalu bisa disusul tim ”Negeri Ginseng” tersebut. Kejar-mengejar perolehan ini terjadi hingga poin 8-8.
Korea Selatan berhasil mengambil momentum memimpin saat tembakan kesembilan. Tiga petembak Korea Selatan membuat tembakan yang mengenai sasaran skor 10, di saat hampir bersamaan tiga petembak Indonesia hanya mengenai sasaran skor 9. Korea Selatan pun berbalik unggul 10-8.
”Masalah mental kembali terlihat saat final. Mereka masih kesulitan mengontrol emosi bertanding, tetapi itu merupakan hal yang wajar. Jika mereka semakin sering bertanding, hal dasar ini pasti bisa teratasi. Oleh sebab itu, mereka perlu lebih sering terlibat di kejuaraan-kejuaraan dunia,” ujar Ali Reza.
Setelah itu, tim Indonesia kembali menyamakan kedudukan 10-10, bahkan merebut lagi dua tembakan beruntun, hingga memimpin 14-10. Dalam momen tinggal memenangkan satu tembakan untuk mengunci medali perunggu, para pendukung Indonesia kembali dibuat deg-degan karena Korea Selatan berhasil merebut dua tembakan beruntun hingga menyamakan perolehan poin, 14-14.
”Sudah memimpin dua langkah tadi, tetapi kembali terkejar lagi. Ini tentu akan menjadi evaluasi kami bersama tim pelatih soal mental dan hal-hal dasar di pertandingan,” kata Kepala Pelatih Pengurus Besar Persatuan Berburu dan Menembak Seluruh Indonesia, Glenn Clifton Apfel.
Pada tembakan penentuan, dengan waktu menembak yang tidak serempak, para penonton kembali dibuat tegang, setelah tembakan Diaz hanya mengenai sasaran skor 9,3. Adapun Audrey mengenai skor 10,2 dan Vidya pada 10,1. Beruntungnya, petembak Korea Selatan, Kyerim juga melenceng dan hanya mengenai skor 8,8. Adapun tambahan 10,5 dari Jehee dan 10,2 dari Gilhye hanya mengumpulkan total skor 29,5. Perolehan tersebut terpaut 0,1 dari Indonesia yang akhirnya mengamankan medali perunggu.
”Tentunya belum puas dengan perunggu, apalagi tadi sempat punya kesempatan untuk final emas. Namun, di luar itu kami banyak belajar hari ini dari petembak-petembak dunia,” kata Vidya.
Sementara itu, medali emas berhasil diraih tim beregu Swiss, setelah menghentikan perlawanan tim Kazakhstan, 17-15. Tambahan satu medali emas membuat Swiss menempati posisi kelima klasemen perolehan medali sementara, dengan 2 emas, 2 perak, 1 perunggu. Adapun Indonesia harus turun satu tangga ke posisi keenam, dengan 2 emas dan 4 perunggu.