Kroasia Teperdaya Ilusi, Argentina Mendekati Mimpi
Ilusi duo penyerang Argentina Messi dan Alvarez menjadi malapetaka untuk Kroasia. "Si Lidah Api" takluk dan merelakan tiket final untuk Argentina.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
LUSAIL, RABU – Dua gol tim Argentina dalam rentang lima menit, sebelum turun minum, cukup untuk meruntuhkan rencana dan mental skuad Kroasia. Pertahanan Kroasia yang terkenal tangguh, bertekuk lutut di hadapan tipuan lawan yang diperankan duet penyerang Lionel Messi dan Julian Alavarez.
Argentina lolos ke final Piala Dunia untuk keenam kalinya setelah menumbangkan Kroasia 3-0 di Stadion Lusail, Kota Lusail, pada Rabu (14/12/2022) dini hari WIB. Sumbangan satu gol dan satu asis Messi serta dua gol Alvarez menginspirasi kemenangan telak tersebut.
Messi dan rekan-rekan sukses membalas tuntas dendam kekalahan dari Kroasia di fase grup Piala Dunia Rusia 2018, 0-3. Di bawah kepemimpinan pelatih muda Lionel Scaloni, mereka memperlihatkan tim yang sudah sangat dewasa dan siap juara kali ini.
“Saya sangat menikmatinya. Saya merasa sangat baik hari ini. Di laga sebelumnya (lawan Belanda) kami harus melewati babak tambahan. Itu tidak mudah. Hari ini kami lelah, tetapi berhasil bangkit untuk meraih kemenangan meyakinkan,” ucap Messi.
Bagi Messi, kemenangan ini terasa sangat sempurna. Dia akan menjalani kesempatan kedua di final Piala Dunia setelah kalah pada 2014. Selain itu, gol penalti pembuka keunggulan darinya juga menjadi catatan sejarah baru. Dia menjadi pencetak gol terbanyak sepanjang masa Argentina di Piala Dunia (11), melampaui legenda hidup Gabriel Batistuta (10).
Kroasia kehilangan jati diri sebagai tim dengan benteng pertahanan kokoh. Tidak terlihat kekompakan bek veteran, Dejan Lovren, dengan bek muda, Josko Gvardiol, yang sukses membungkam Brasil di babak sebelumnya. Termasuk, kiper paling bersinar sepanjang turnamen Dominik Livakovic yang justru memberi hadiah penalti untuk Argentina.
Benteng solid racikan pelatih Zlatko Dalic hanya bertahan 34 menit. Modric dan rekan-rekan sempat bermain sangat nyaman dengan penguasaan bola sampai 57,6 persen. Argentina tidak terlalu agresif untuk segera merebut bola, hanya menunggu dengan pertahanan blok medium.
Akan tetapi, Scaloni ternyata sudah menyiapkan perangkap. Argentina menunggu transisi serangan balik, mengandalkan dua ujung tombak dalam formasi 4-4-2. Perangkap itu memaksimalkan gravitasi Messi dan kecepatan Alvarez, seperti terlihat pada proses gol pertama.
Alvarez yang mendapat umpan terobosan dari lini tengah berhasil melepaskan diri di antara Lovren dan Gvardiol, lalu berhadapan langsung dengan kiper. Argentina pun mendapat hadiah penalti karena Alvarez dijatuhkan Livakovic. Penalti dieksekusi dengan sempurna oleh Messi.
Cara Alvarez bisa terbebas dalam transisi serangan balik itu menarik diulas. Penyerang 22 tahun tersebut ditugaskan beroperasi lebih condong ke sisi kiri untuk mengeksploitasi Lovren yang tidak punya sprint cepat. Gvardiol seharusnya bertugas melindungi Lovren saat adu lari.
Akan tetapi, fokus Gvardiol tertarik oleh pergerakan Messi. Messi menempatkan diri agak ke kanan, tetapi sedikit di belakang Alvarez. Akibatnya, sering sekali situasi transisi menjadi sangat berbahaya untuk Kroasia. Alvarez menikmati duel dengan Lovren karena tidak ada Gvardiol yang bisa membantu.
“Kami mempersiapkan diri untuk bermain dengan cara seperti ini karena tahu akan sulit mendapat bola. Jadi kami bermain dengan cara seefektif mungkin. Kami sudah berhitung, mereka akan meninggalkan lubang di belakang,” jelas Messi yang menyamai jumlah penampilan terbanyak di Piala Dunia milik legenda hidup Jerman, Lothar Matthaus (25 kali).
Hanya lima menit berselang. Messi dan Alvarez kembali menjalankan perangkap nyaris serupa saat transisi. Bedanya Gvardiol dan Lovren tidak ada di lini belakang karena sedang dalam situasi tendangan sudut. Messi membawa bola hingga lini tengah, lalu diteruskan aksi solo Alvarez hingga ke kotak penalti lawan.
Bola sempat lepas dua kali dari Alvarez dan jatuh di kaki pemain Kroasia. Namun, bola selalu kembali kepadanya. Pemain berjuluk “manusia laba-laba” itu pun menyudahi dribel dari tengah lapangan dengan tendangan yang berbuah gol kedua Argentina.
Sejak itu, rencana Kroasia pun berantakan. Awalnya, Dalic memainkan formasi 4-3-3 dengan rencana ingin lebih menguasai bola. Dia ingin memancing lawan lebih agresif merebut bola. Namun, rencana itu dihancurkan rapuhnya pertahanan mereka sendiri.
Di sisi lain, Scaloni menurunkan empat gelandang sekaligus untuk pertama kali sejak menit pertama. Mereka adalah Leandro Paredes, Enzo Fernandez, Rodrigo De Paul, dan Alexis MacAllister. Mereka yang membentuk formasi berlian, membuat serangan Argentina sangat kreatif dan tajam.
Laga semifinal tadi seperti bukan hari terbaik untuk Gvardiol. Bek yang disebut bakal menjadi bintang masa depan itu, membuat kesalahan fatal pada gol ketiga. Dia tertipu aksi Messi yang berujung asis kepada gol Alvarez pada menit ke-69.
Kata Dalic, formasi empat gelandang membuatnya serba salah. “Kami mencoba bermain agresif karena mengetahui mereka punya banyak gelandang. Namun, Messi mengubah segalanya. Dia bisa menciptakan perbedaan dari satu gerakan. Itu terjadi di gol ketiga,” ucapnya.
Dalic “melempar handuk” tidak lama setelah gol ketiga itu. Tidak realistis mengejar tiga gol dalam 20 menit. Apalagi mereka baru mencetak enam gol sepanjang 510 menit sejak fase grup sampai perempat final. Sang pelatih pun menggantikan sang kapten, Luka Modric.
Akibat kalah, Kroasia gagal mengulangi pencapaian masuk ke final seperti di Rusia. Mereka terhenti di semifinal, seperti kisah keikutsertaan pertama pada Piala Dunia Perancis 1998, saat baru merdeka dari Yugoslavia.
Argentina sangat efektif, menciptakan tujuh tembakan akurat dari sembilan percobaan. Sementara itu, Kroasia hanya menghasilkan dua tembakan akurat dari 12 percobaan. Adapun, sejak 1966, hanya Belanda (satu versus Argentina pada 2014) yang mencatatkan tembakan akurat lebih rendah di partai semifinal ketimbang Kroasia.
“Kami bisa memegang bola lebih banyak, tetapi tidak bisa menciptakan peluang spesifik. Saya hanya bisa memberi selamat kepada Argentina. (Meskipun kalah di semifinal) pencapaian ini adalah sukses besar untuk timnas Kroasia. Kami harus bangga,” kata Dalic.
Scaloni sudah bisa tenang pada 10 menit terakhir laga. Dia memainkan beberapa nama yang belum mendapat kesempatan tampil, seperti penyerang Angel Correa dan Paulo Dybala. Sekarang, fokus Argentina dipersembahkan untuk laga di partai puncak. Lawannya, bisa Maroko atau juara bertahan Perancis. (AP/REUTERS)