Kesetaraan Perempuan dan Mengagungkan Seni
Qatar menunjukkan pelaksanaan hukum Islam tidak membuat kehidupan sosial menjadi kaku. Perempuan dan kesenian mendapat tempat yang istimewa dalam kehidupan di Qatar.
Seperti negara kawasan Timur Tengah lain, Qatar adalah negara yang menjadikan hukum Islam (syariah) sebagai pedoman utama menyusun aturan untuk tatanan sosial. Meski begitu, Qatar menjadi inisiator pertama bagi keseteraan perempuan di Tanah Arab.
Mereka mengawali jalan keseteraan itu sejak akhir dekade 1990-an. Ketika menggelar pemilihan Dewan Kota Pusat perdana pada 1999, Pemerintah Qatar mengizinkan perempuan ikut memberikan suara, sekaligus diizinkan ikut mencalonkan diri untuk memperebutkan 29 kursi Dewan Kota Pusat, yang berfungsi sebagai badan legislatif.
Anggota perempuan dewan kota hadir pada pemilihan Dewan Pusat Kota kedua pada 2003. Kala itu, dari empat anggota perempuan yang mencalonkan diri, terdapat satu calon, yakni Sheikha Yousuf Hasan Al Jufairi, yang terpilih. Selanjutnya, anggota perempuan dewan kota selalu hadir di empat pemilihan setelah itu.
Jalan kesetaraan bagi perempuan itu digagas pada era Emir Hamad bin Khalifa al-Thani, yang memimpin pada periode 1995-2003. Hal itu tak lepas dari keterlibatan istrinya, Sheikha Moza binti Nasser al-Missned, yang memberikan contoh perempuan Qatar bisa tampil sejajar dengan laki-laki.
Sheikha Moza mendirikan Yayasan Qatar (Qatar Foundation) pada 1995. Lembaga itu menjadi penggagas banyaknya sekolah dan universitas internasional di Qatar yang terbuka pula bagi perempuan.
Baca juga: Dari Memanjakan Mata hingga Memenuhi Kebutuhan Perut
Kebijakan itu juga mendorong perempuan untuk lebih aktif di bidang pekerjaan. Data statistik angkatan kerja yang dirilis Kementerian Pengembangan Administratif, Pekerja, dan Urusan Sosial pada 2019 memperlihatkan, 37,6 persen perempuan Qatar tulen menjalani pekerjaan profesional sehari-hari. Dari jumlah itu, 46 persen adalah profesional, di antaranya bidang industri perminyakan dan gas, komunikasi, serta pemasaran.
Pada 2001, Sheikha Moza meresmikan Komite Olahraga Putri Qatar. Kini, Qatar memiliki Liga Sepak Bola dan Liga Basket Putri. Perempuan Qatar pun telah mewakili negaranya di ajang Olimpiade sejak London 2012.
Izin mengemudi
Dalam kehidupan sosial, perempuan di Qatar juga memiliki lebih banyak kebebasan dibandingkan dengan kawasan Timur Tengah lain. Misalnya, ketika Arab Saudi baru mengizinkan perempuan mengendarai mobil, pertengahan 2018, perempuan di Qatar sudah bisa membawa mobil sendiri sejak milenium baru.
Di jalan-jalan Doha dan sekitarnya, mudah menyaksikan seorang ibu mengendarai mobil dengan membawa anaknya, baik untuk ke sekolah maupun berbelanja di toko swalayan. Bahkan, Kompas juga menyaksikan perempuan mengontrol kemudi moda transportasi umum trem di Education City, Doha.
”Salah satu yang jadi pertimbangan saya dulu memilih bekerja di Qatar ketimbang Arab Saudi adalah diperbolehkannya perempuan membawa mobil. Jadi, istri saya bisa mengantarkan anak-anak ketika saya sedang bekerja,” ujar Alvin Alfiyansyah, Ketua Persatuan Masyarakat Indonesia di Qatar, pekan lalu.
Baca juga: Meniti Jalan Pengelolaan yang Profesional
Selain itu, Qatar juga relatif lebih terbuka dalam menyikapi pakaian perempuan. Tidak ada kewajiban untuk mengenakan hijab atau kerudung di tempat umum atau aktivitas luar ruangan, tetapi mereka diimbau untuk berpakaian sopan.
Tidak hanya kesetaraan itu, warga Qatar, termasuk para pendatang dari Asia Selatan, juga amat menghormati perempuan. Tidak ada siulan atau ejekan jika seorang perempuan berjalan di tempat umum.
”Di sini (Doha) salah satu tempat yang membuat saya merasa nyaman. Saya merasa dihormati karena tidak ada gangguan, seperti catcalling (pelecehan seksual verbal),” ujar Maria Torres, salah satu wartawan perempuan asal Argentina.
Pengagum seni
Keluarga penguasa Qatar, yaitu Bani al-Thani, mayoritas menganut paham Wahabi, yang salah satunya ditandai dengan penamaan masjid nasional dari pendiri Wahabisme, Imam Muhammad bin Abdul Wahab. Namun, berbeda dengan kaum Wahabi di belahan dunia lain yang menyikapi berbagai karya seni dengan kaku, bahkan cenderung melarang, Pemerintah Qatar justru mengagungkan seni.
Salah satu yang jadi pertimbangan saya dulu memilih bekerja di Qatar ketimbang Arab Saudi adalah diperbolehkannya perempuan membawa mobil. Jadi, istri saya bisa mengantarkan anak-anak ketika saya sedang bekerja.
Mereka menghadirkan taman-taman yang menyajikan beragam karya seni, salah satunya patung KAWS di Taman Dadu dan lukisan siluet warga Qatar di Stasiun Metro Msheireb. Musik juga berkumandang di sudut-sudut tempat umum di Qatar.
Pemerintah Qatar bahkan menyewa musisi atau penari etnik untuk tampil di kawasan sekitar stadion pada hari pertandingan Piala Dunia 2022. Hal itu dilakukan untuk menemani dan menghibur suporter sepak bola yang menuju stadion.
Tak hanya itu, Qatar juga memiliki koleksi seni Islam terbesar di dunia yang berada di Musem Kesenian Islam, Doha, Qatar. Museum itu memiliki lima lantai, yang tiga lantai di antaranya merupakan ruang pameran tetap.
Di lantai pertama museum itu berisi manuskrip Al Quran dari zaman Bani Umayyah sekitar abad kedua Hijriah atau abad keenam Masehi. Lalu, peninggalan Al Quran dari kesultanan terdahulu, seperti Persia, Mughal, Andalusia, dan Utsmaniyah. Bahkan, manuskrip Al Quran dari Jawa, Indonesia, sekitar abad ke-13 Masehi juga ada di museum itu.
Selain itu, Museum Kesenian Islam Qatar juga menyajikan perhiasan yang berupa karya seni sejumlah kesultanan Islam terdahulu. Rata-rata karya seni itu berupa cincin, gelang, kalung, serta penutup pedang yang berlapiskan emas dan mutiara. Ada pula karpet raksasa sepanjang 7 meter yang dilengkapi lukisan khas Persia.
Selain peninggalan kesultanan di Timur Tengah dan sejumlah kawasan di Asia Tengah itu, Museum Kesenian Islam Qatar juga tengah mempersiapkan satu ruangan di lantai tiga yang masih tertutup. Di pintu masuk ruangan itu tertulis, ”Islam di Asia Tenggara”.
Roberto, salah satu pengunjung Museum Kesenian Islam, yang ditemui, Selasa (29/11/2022), mengaku senang bisa menyaksikan beragam karya seni dari dunia Islam. Berada di museum itu memberinya sebuah perspektif baru tentang Islam yang ternyata juga menyukai kesenian.
Baca juga: Menikmati Sunyi di Al Khor
”Saya banyak mendapatkan ilmu dari koleksi di museum ini. Saya rasa ini adalah museum tentang Islam yang terlengkap dan terbesar,” ujarnya.
Di Qatar, Islam terasa lebih damai dan berwarna. Qatar adalah oase dari kesan Islam di Timur Tengah yang identik dengan kaku dan tidak terbuka.