Menikmati Sunyi di Al Khor, Pusat Industri Gas di Qatar
Kota Al Khor menjadi wujud ketenangan yang menjadi identitas Qatar. Kehidupan maritim dan benteng menjadi kisah masa lalu. Kini, industri migas adalah wajah kota itu.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR dari Doha, Qatar
·4 menit baca
Jarum jam tangan telah menunjukkan pukul 09.30. Namun, suasana di pusat kota Al Khor pada Jumat (2/12/2022) masih amat sunyi. Hanya terlihat tiga mobil, termasuk mobil yang ditumpangi Kompas, melintasi jalan utama pusat kota itu.
Padahal, Al Khor tidak jauh dari Doha, ibu kota Qatar. Jaraknya hanya sekitar 55 kilometer. Untuk menuju Al Khor dari Doha, pengunjung hanya perlu menggunakan kendaraan pribadi. Bila ingin lebih ekonomis, bus bisa dipilih sebagai sarana transportasi umum yang terjangkau.
Situasi sunyi serupa juga terlihat di pantai, di sisi timur taman kota Al Khor. Garis pantai berpasir berwarna cokelat pekat itu menjadi tempat bersandarnya lima kapal kayu.
Hanya suara debur ombak kecil dari air Teluk Persia yang berwarna biru pekat menjadi pemecah keheningan pagi.
Suasana taman kota, tempat salah satu ikon kota Al Khor, menara batu yang di depannya terdapat tugu replika perahu kayu, juga serupa. Tidak ada satu pun orang di taman itu.
Bahkan, pusat pertokoan di Al Corniche, Al Khor, pun masih tutup. Awalnya, kami menduga semua dipicu Jumat adalah hari libur di Qatar. Hal itu membuat warga Qatar baru keluar rumah setelah salat Jumat atau di atas pukul 13.00.
Akan tetapi, kata Alvin, salah satu diaspora Indonesia yang bermukim di Al Khor, kota itu memang sunyi. Hari libur atau bukan seringkali tidak berpengaruh.
“Di luar hari Jumat suasana kurang lebih sama. Al Khor menjadi salah satu kota yang terus berkembang karena pusat bagi industri gas di Qatar,” kata Alvin, yang sudah berkerja selama satu dekade di bidang migas.
Alvin adalah bagian dari diaspora Indonesia di Al Khor. Kini, sedikitnya 200 kepala keluarga asal Indonesia bermukim di sana. Mereka bekerja di industri migas Qatar yang dikelola oleh Qatargas.
Dalam perkembangannya, komunitas Indonesia di Al Khor, serupa dengan di Doha, aktif melakukan berbagai kegiatan. Salah satu yang menonjol saat membentuk tim sepak bola Al Khor FC.
Klub sepak bola bagi diaspora Indonesia di Al Khor tidak hanya memiliki tim yang diisi para pria dewasa. Mereka menyediakan program latihan bagi anak-anak, mulai dari tingkatan usia U-8, U-10, U-12, U-14, hingga U-16.
Tempat itu lebih dari tempat untuk melepas kangen sesama warga Indonesia. Akademi Aspire milik Pemerintah Qatar, kerap mencari bibit calon pemain timnas mereka di sana.
Dua identitas
Menurut buku “Lisan al-Arab” karya Ibnu Manzur yang rampung pada 1290, kata “khor” yang menginspirasi nama kota Al Khor memiliki makna lekukan garis pantas di antara dua tanjung atau disebut juga teluk. Serupa dengan namanya, Al Khor berdampingan dengan Teluk Persia.
Dengan kondisi geografis itu, warga Al Khor telah identik dengan kehidupan maritim sejak abad ke-19. Dalam buku “Trigonometrical Survey of Core Alladeid on the Arabian side of the Gulf of Persia”, George B Brucks yang melakukan perjalanan mengarungi Teluk Persia pada 1820-an menyebut Al Khor dengan sebutan wilayah Khore Sheditch.
“Khore Sheditch adalah pelabuhan untuk kapal kecil di sisi selatan Ras Mut Buck. The Khore hanya punya satu pintu masuk,” ungkap catatan Brucks.
Kehidupan maritim itu ditandai tugu kapal kayu yang berada di Taman Al Khor. Kemudian, satu lagi identitas Al Khor adalah keberadaan benteng yang tingginya sekitar lima meter.
Terdapat tiga benteng tersisa di kawasan pusat kota, salah satunya di Taman Al Khor. Itu adalah sisa-sisa benteng pertahanan yang dibangun warga setempat sekitar 1900-an. Semua benteng itu mengarah ke sisi pantai. Tujuannya, demi bisa mengamati kapal-kapal asing yang masuk wilayah Al Khor.
Bersahaja
Sebelum Qatar merdeka, Al Khor bahkan menjadi salah satu kota yang cepat mengalami kemajuan seperti Doha. Sekolah formal pertama di luar kota Doha hadir di Al Khor pada 1952. Kemudian, Al Khor memiliki perpustakaan umum pada akhir dekade 1970-an.
Dalam perkembangannya, ketika gas alam ditemukan di wilayah Al Khor pada 1970-an, perkembangan diutamakan untuk pembangunan kawasan perumahan para pekerja perusahaan migas. Itu memicu pembangunan fasilitas umum lain, seperti sekolah, sarana olahraga, hingga ruang terbuka hijau.
Meski berkembang, Al Khor berbeda dengan Doha. Kota itu tetap menjadi kawasan bersahaja karena tidak ada gedung-gedung tinggi menjulang khas metropolitan.
Satu-satunya bangunan yang dari kejauhan bisa dilihat dari seluruh sudut kota adalah Stadion Al Bayt. Stadion itu menjadi salah satu stadion Piala Dunia 2022.
Akhirnya, di Al Khor, tepat untuk merasakan ketenangan di pantai dengan pemandangan Teluk Persia. Lalu, merasakan pemandangan rerumputan hijau di taman kota yang mayoritas berada di pusat kota.
Jika berjalan sedikit ke arah pinggiran kota, maka pemandangan menjadi membosankan. Sebab, yang terlihat hanya kawasan gurun pasir berwarna putih…