Memanjakan Mata hingga Memenuhi Kebutuhan Perut
Di tengah kondisi tandusnya lahan, Qatar menggunakan teknologi terkini untuk menghadirkan tanaman dan sayuran hijau. Kini, Qatar bisa memproduksi bunga dan sayur-sayuran yang sebelumnya mustahil tumbuh di gurun pasir,
Dengan mengendarai buggy car, Moussa, mengajak berkeliling di lahan milik Al Sulaiteen Agricultural & Industrial Complex (SAIC) di Umm Salal Ali, Qatar, Sabtu (3/12/2022) lalu. Kompleks perkebunan itu berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat kota Doha. Di awal perjalanan, ia memperlihatkan hamparan bunga petunia berwarna ungu pekat dan putih.
”Bunga-bunga itu disiapkan untuk Hari Nasional Qatar, 18 Desember. Nanti, bunga itu akan dipasang di sepanjang Jalan Al Corniche, Doha, yang disusun membentuk bendera Qatar,” ucap Moussa.
Bunga-bunga itu tengah disiram oleh petugas yang bertugas di taman. Butuh waktu hampir 15 menit untuk menyiram satu baris bunga sepanjang sekitar 20 meter. Seorang petugas menyiram perlahan dan tidak terburu-buru pindah dari satu baris ke baris lainnya. Padahal, suhu saat itu mencapai 32 derajat Celcius.
Untuk menanam bunga itu, SAIC melakukan rekayasa penanaman karena kawasan seluas 40 hektar are itu merupakan tanah bergurun pasir. Tak semua tanaman bisa tumbuh begitu saja. Untuk menanam bunga petunia dan belasan jenis bunga lainnya, SAIC misalnya melapisi tanah gurun dengan kain terpal berjaring berwarna hitam. Mereka menanam satu tanaman bunga itu di satu plastik pot yang dilengkapi media hidroponik berbahan peat moss.
Baca juga : Menikmati Sunyi di Al Khor, Pusat Industri Gas di Qatar
Media peat moss berasal dari lumut Sphagum yang telah terurai. Selain peat moss, dipakai pula media tanam hidroponik lain, seperti coco peat (berbahan serabut kelapa) dan perlite (batuan silika).
Kemudian, kami melihat green house (rumah hijau) tempat awal bibit-bibit bunga yang baru ditanam. Suhu dan kelembapan yang terjaga memungkinkan bunga-bunga yang memanjakan mata di sudut kota bisa tumbuh dan bermekaran di Qatar yang memiliki temperatur tinggi khas kawasan Timur Tengah.
Setelah bunganya mekar, petunia biasa dipindahkan di luar ruangan. Dengan berada di luar ruangan, tanaman bunga itu harus rutin disiram minimal tiga kali sehari.
Menurut Manajer Umum Sektor Agrikultur SAIC Nagoor Meeran A Rahman, pihaknya menanam 16 jenis bunga untuk musim dingin dan 12 jenis musim panas. Bunga yang diproduksi SAIC umumnya digunakan untuk mempercantik lanskap proyek-proyek Pemerintah Qatar, antara lain untuk dekorasi bunga dan tanaman di kawasan Education City, taman di bawah naungan Museum Qatar, taman Yayasan Qatar (Qatar Foundation), dan Taman Aspire.
”Tanaman bunga ini mulai kami gagas pada 2002. Kini, kami memproduksi lebih dari delapan juta bunga per tahun yang fokus memenuhi kebutuhan lanskap di Qatar,” ucap Rahman.
Produk sayuran
SAIC merupakan perusahaan swasta yang dibentuk Abdullah Salem al-Sulaiteen, warga Qatar. Awalnya, pada 1997, ia mendirikan SAIC untuk memenuhi kebutuhan desain lanskap taman. Satu tahun berselang, ia menjadikan SAIC sebagai salah satu pengagas produk sayuran di Qatar.
Hingga awal 2000-an, Qatar sangat bergantung kepada impor untuk bahan makanan, terutama sayuran. Bahan-bahan itu diimpor dari negara-negara Timur Tengah, seperti Jordania, Suriah, dan Lebanon. Ada juga yang didatangkan dari Brazil, India, Australia, dan Amerika Serikat.
Untuk melepas ketergantungan itu, Pemerintah Qatar lantas membentuk Program Ketahanan Pangan Nasional Qatar (QNFSP) pada 2008. Tugas utamanya mendukung penuh dan memberikan subsidi sejumlah perusahaan agrikultur, salah satunya SAIC, agar bisa meningkatkan produksi sayur-mayur dan buah-buahan demi memenuhi kebutuhan domestik.
Qatar membuktikan tidak ada yang tidak mungkin bagi mereka untuk perlahan melakukan swasembada bahan pangan. Dari awalnya hanya bisa menanam kurma, kini Qatar mampu memproduksi sayuran dan buah-buahan beragam demi melepas ketergantungan pada impor.
QNFSP memiliki target bisa memenuhi hingga 70 persen kebutuhan produk sayur-mayur dan buah-buahan pada 2023. Jumlah itu cukup ambisius. Hingga 2015, 85 persen produk pangan Qatar masih bergantung dari impor.
QNFSP mengklaim, pada 2021, produksi beberapa perusahaan pertanian lokal telah memenuhi 60 persen kebutuhan pangan warga Qatar. Menurut data General Authority of Statistics pada 2019, terdapat 3.294 ha lahan pertanian di Qatar. Dua komoditas utama perkebunan Qatar ialah tomat (38,3 persen) dan mentimun (26,5 persen).
Untuk memenuhi kebutuhan perut sekitar 2,7 juta penduduk, SAIC pun secara berkala meningkatkan produksi sayuran mereka di setiap tahun. Terdapat lebih dari 30 jenis sayuran dan buah-buahan yang diproduksi melalui teknologi rumah hijau di perkebunan milik SAIC.
Tumbuhan dan buah-buahan yang diproduksi di rumah hijau itu, antara lain tomat, terong, mentimun, brokoli, cabai, paprika, selada, kacang-kacangan, melon, dan arbei. Teknologi rumah hijau yang dipakai SAIC mulai pada 2005 berasal dari China.
Dalam perkembangan waktu, sejumlah rumah hijau di sana mengadopsi sistem dari Jepang dan Spanyol. Perbedaan ketiga sistem rumah hijau itu terletak pada instalasi sistem pendinginan. Jika yang berasal dari China, sistem pendinginannya berada di dinding dengan membuat aliran air tiruan. Sedangkan sistem Spanyol dan Jepang menggunakan kipas yang dilengkapi dengan air.
Baca juga : Ketika Lebih Memilih Qatar Dibandingkan Indonesia
Manajer Proteksi Sayuran SAIC Yousuf Ghazi menuturkan, sistem itu bisa menurunkan suhu di dalam rumah hijau hingga 10 derajat celcius dibandingkan suhu di luar ruangan. Mereka memiliki alat sensor otomatis di setiap sudut rumah hijau untuk mengontrol suhu ruangan.
Namun, sistem dan pengawasan yang baik tidak menjamin seluruh produksi sayuran SAIC bisa mendapatkan hasil yang sempurna setiap panen. Ghazi mencontohkan, pihaknya bisa memproduksi 3.000 hingga 5.000 buah tomat per hari.
“Tetapi, sebanyak 20 persen dari jumlah itu tidak layak untuk dijual. Banyak hal yang memengaruhi hasil panen, mulai dari suhu hingga penanganan ketika melakukan panen,” ucap Ghazi yang berasal dari Jordania.
Permintaan pasar
Lebih lanjut, Ghazi mengungkapkan, produksi sayuran dan buah amat memengaruhi permintaan pasar. Sebagai contoh, SAIC memproduksi tiga jenis tomat berbeda, yaitu tomat biasa, tomat cherry, dan tomat beefsteak. “Qatar adalah negara yang menyambut orang-orang dari negara lain, maka kebutuhan mereka pun untuk satu jenis sayuran berbeda. Kami berusaha memenuhi permintaan pasar dengan menghadirkan varietas sayuran yang beragam,” katanya.
Semua hasil produksi SAIC didistribusikan di pasar swalayan besar di Qatar dengan jenama “Al-Rawasi” yang dikategorikan produk premium. Di toko swalayan, produk Al-Rawasi dilengkapi stiker bertuliskan “Premium Qatari Vegetables”. Untuk merasakan kualitasnya, Kompas memetik dan mencoba langsung beberapa produk sayuran di rumah hijau, seperti mentimun dan beberapa jenis tomat. Rasa segar dan manis langsung terasa di lidah ketika menyicipi sayuran itu.
Baca juga : Menyaksikan Sisi Manusia Lionel Messi
Selain itu, terdapat pula warga Qatar yang memesan secara daring sayuran dan buah-buahan dari SAIC secara langsung. Mereka mengambil pesanan mereka di gudang pengemasan produk SAIC. Tak hanya bahan pangan, bunga pun bisa dibeli langsung di perkebunan SAIC. Satu tanaman bunga di dalam satu pot plastik kecil dibanderol hanya 1 riyal Qatar (Rp 4.300). Pembeli rata-rata memesan minimal satu kardus yang berisi 50 kantong tanaman bunga.
Qatar membuktikan tidak ada yang tidak mungkin bagi mereka untuk perlahan melakukan swasembada bahan pangan. Dari awalnya hanya bisa menanam kurma, kini Qatar mampu memproduksi sayuran dan buah-buahan beragam demi melepas ketergantungan pada impor.