Meniti Jalan Pengelolaan yang Profesional
Untuk mengelola olahraga, Qatar mengeluarkan Undang-Undang Keolahragaan pada 1963. Itu diikuti dengan perintisan kompetisi profesional. Sejak itu, olahraga ditata dengan baik sampai sekarang.
Setelah aktivitas olahraga mulai masif dilakukan di tingkat sekolah dasar dan menengah serta komunitas masyarakat, Pemerintah Qatar mulai serius mengelola olahraga. Itu ditunjukkan dengan munculnya versi pertama Undang-undang Keolahragaan yang dilahirkan pada 1963.
Dalam UU Keolahragaan itu, pemerintah bertanggung jawab pada pembuataan regulasi pembentuknan federasi, klub, dan liga olahraga. Untuk menerapkan dasar hukum itu, Pemerintah Qatar membentuk Komite Olahraga Tertinggi pada 1964 untuk menjalankan segala aturan olahraga itu.
Tiga tugas utama Komite Olahraga Tertinggi adalah menganalisis ulang klub olahraga sehingga jumlah klub olahraga di seluruh Qatar berkurang akibat ada yang digabung dan dibubarkan. Salah satu dampak aturan itu ialah hadirnya Al Esteqlal yang merupakan hasil penggabungan dua klub, yaitu Al Oruba dan Al Nasour yang berasal dari Doha.
Lalu, Komite Olahraga Tertinggi mengatur pendistribusian dana pemerintah untuk pengembangan klub olahraga itu, serta mengkreasikan aturan di setiap olahraga untuk menghadirkan unsur fair play.
Kehadiran UU Keolahragaan dan Komite Olahraga Tertinggi itu disusul oleh pembentukan federasi olahraga, seperti sepak bola, bola voli, dan bola basket, pada dekade 1960-an. Asosiasi Sepak Bola Qatar (QFA) menjadi badan olahraga tertua di negara itu karena telah dibentuk pada 1960, kemudian mereka bergabung dengan FIFA, tiga tahun berselang.
Dua tahun setelah QFA berdiri, Asosiasi Bola Voli Qatar dibentuk. Pada 1964, giliran Federasi Bola Basket Qatar yang lahir untuk mengelola kehadiran klub bola basket di negera kaya minyak itu.
Menurut catatan QFA, sebelum hadirnya UU Keolahragaan dan Komite Olahraga Tertinggi, perpindahan pemain antarklub, baik pesepak bola lokal dan asing, bisa dilakukan kapan saja. Tidak ada biaya transfer yang dikeluarkan klub.
Dengan tanpa biaya itu, maka pemain yang ingin pindah klub memohon kepada klubnya saat ini untuk mengeluarkan semacam surat bukti pengunduran diri, sehigga pemain itu punya dokumen resmi yang menyatakan sedang tidak terikat klub lain.
Kompetisi Piala Teluk untuk tim nasional Bahrain, Kuwait, Arab Saudi, dan Qatar bisa meningkatkan standar dan status sepak bola internasional serta menyemangati generasi muda untuk berambisi membela negaranya.
Setelah merdeka
Setelah mendapatkan kemerdekaan dari Inggris, 3 Desember 1971, penataan ulang bidang sosial, budaya, dan ekonomi dilakukan Emir Qatar pertama, yaitu Sheikh Khalifa bin Hamad Al Thani. Sheikh Khalifa adalah Perdana Menteri terakhir Qatar ketika masih berada di bawah pengaruh Inggris.
Ia membubarkan Komite Olahraga Tertinggi pada awal 1972. Sebagai gantinya, ia membentuk Departemen Kesejahteraan Pemuda (Youth Welfare Department/YWD) yang tidak lagi fokus untuk penataan klub dan mengatur regulasi pertandingan, tetapi juga mulai menginisiasi adanya kompetisi profesional.
Di bawah bimbingan YWD, QFA menyelenggarakan musim pertama Liga Qatar sekaligus Piala Emir Qatar pada 1972-1973. Itu adalah kompetisi olahraga profesional pertama di Qatar.
Pemerintah Qatar juga tidak main-main melakukan investasi di bidang olahraga melalui YWD. Pemerintah meningkatkan jumlah anggaran untuk pengembangan olahraga, termasuk untuk mendukung festival dan kompetisi olahraga serta memberikan subsidi bagi klub olahraga.
Baca juga : Segala Kemewahan yang Bermula dari Minyak
Tidak hanya di dalam negeri, kontribusi Qatar juga terlihat dalam pengembangan olahraga di kawasan Teluk. Qatar menjadi salah satu inisiator bagi penyelenggaraan Piala Teluk, turnamen sepak bola internasional pertama di kawasan Timur Tengah.
Turnamen edisi pertama pada 1970 diikuti oleh Qatar, Bahrain, Arab Saudi, dan Kuwait. Namun, sebelum memulai Piala Teluk itu, empat negara Timur Tengah itu telah lebih dulu meminta restu dengan Sir Stanley Rous, Presiden FIFA periode 1961-1970.
“Kompetisi Piala Teluk untuk tim nasional Bahrain, Kuwait, Arab Saudi, dan Qatar bisa meningkatkan standar dan status sepak bola internasional serta menyemangati generasi muda untuk berambisi membela negaranya,” kata Rous dalam surat rekomendasi persetujuaannya pada 1969.
Selanjutnya, Piala Teluk menjadi “mimpi” bagi pemain Qatar yang aktif berkompetisi di Liga Qatar yang mulai berjalan pada 1972. Klub Al Esteqlal, yang kini bernama Klub Olahraga Qatar (Qatar SC), menjadi tim yang pertama kali menjadi kampiun Liga Qatar. Pada dekade 1970-an, mereka meraih dua trofi liga dan dua gelar Piala Amir Qatar.
Dalam sembilan musim awal, Liga Qatar hanya memiliki satu divisi sehingga tidak dikenal adanya degradasi. Divisi dua baru diperkenalkan pada musim 1981-1982 dengan kedatangan lima klub baru yang berkompetisi di kasta terendah itu.
Baca juga : Fenomena “Metro Man” dan Budaya Transportasi Publik di Qatar
Stadion nasional
Tonggak besar bagi olahraga Qatar setelah mereka merdeka, salah satunya ialah dengan pembangunan stadion nasional pertama, yakni Stadion Khalifa, yang diresmikan pada 1976. Stadion yang penamannya diambil dari Emir Qatar saat itu, Sheikh Khalifa bin Hamad Al Thani, menjadi pusat bagi kegiatan sepak bola dan atletik.
Peresmian Stadion Khalifa bertepatan dengan penyelenggaraan Piala Teluk edisi keempat. Itu menjadi kesempatan perdana Qatar menjadi tuan rumah turnamen sepak bola internasional.
Dengan kapasitas 20.000 kursi, Stadion Khalifa menjadi salah satu stadion sepak bola terbesar di Timur Tengah saat itu. Kehadiran stadion nasional itu melahirkan pula “ambisi” klub-klub olahraga lokal untuk membangun stadion sendiri pada kurun waktu akhir dekade 1970-an hingga 1990-an.
Itu ditandai dengan pembangunan stadion milik Klub Olahraga Al Sadd yang diberi nama Stadion Jassim bin Hamad pada akhir 1970-an. Kemudian ada Stadion Al Khor milik Klub Olahraga Al Khor dan Stadion Grand Hamad yang menjadi markas Klub Olahraga Al Arabi.
Baca juga : Embrio Peradaban Generasi Baru di Education City
“Di masa lalu, tidak ada stadion yang mudah ditemui saat ini. Klub-klub olahraga membangun olahraga, seperti Al Arabi, Al Sadd, Al Ahli, dan Al Khor. Mereka membangun stadion berstandar internasional,” kata Omar Al Khatib, mantan guru olahraga, dalam testimoninya di 3-2-1 Museum Olahraga dan Olimpiade Qatar.
Setelah memiliki stadion yang laik untuk menyelenggarakan turnamen internasional, Qatar perlahan mulai sering menjadi tuan rumah bagi agenda olahraga. Qatar memiliki ambisi besar menjadi tuan rumah bagi agenda olahraga dunia. Bersambung...