Waspada, Pasukan Gerilya ”Samurai Biru” Siap Menyergap
Pasukan cadangan Jepang akan menjadi ancaman terbesar untuk Kroasia. Strategi gerilya ”Samurai Biru” sedang melirik korban berikutnya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Tim Jepang justru mengganas setelah turun minum. Seluruh dari 4 gol Jepang di babak grup diciptakan setelah turun minum.
Jepang memainkan tim yang lebih solid bertahan pada paruh pertama. Lalu menurunkan pemain ofensif terbaik pada paruh kedua.
Kroasia sangat seimbang dalam bertahan dan menyerang. Mereka juga tim yang minim dalam penguasaan bola yang justru dapat menyulitkan Jepang.
AL WAKRAH, MINGGU — Tim Jepang hanya butuh 45 menit kedua saat menumbangkan dua raksasa, Jerman dan Spanyol. Strategi gerilya ala ”Samurai Biru” yang dimotori pemain cadangan terbukti mematikan. Strategi tersebut kini menghantui Kroasia.
Jepang akan menantang finalis Piala Dunia edisi sebelumnya, Kroasia, dalam babak 16 besar di Stadion Al Janoub, kota Al Wakrah, Senin (5/12/2022) WIB. Kedua tim berbeda benua itu bertemu lagi setelah terakhir kali pada fase grup Piala Dunia Jerman 2006.
Pelatih Kroasia Zlatko Dalic tidak berani lagi meremehkan tim lawan. Awalnya, dia mengincar bertemu dengan Jepang di awal fase gugur. Namun, pikiran itu berubah setelah Jepang menjuarai grup neraka yang dihuni Jerman dan Spanyol.
”Itu memperlihatkan kualitas mereka bahwa bisa bermain di level tertinggi. Yang bisa saya katakan, mereka tidak pernah menyerah sebelum pertandingan benar-benar selesai. Mereka tertinggal lebih dulu, tetapi selalu mampu bangkit,” puji Dalic.
Jepang begitu menakutkan setelah turun minum. Pelatih Hajime Moriyasu berkata, ia sengaja meminta anak asuhnya menghabiskan energi tim lawan pada paruh pertama. Dia membiarkan pemain lawan menyerang dengan syarat sebisa mungkin tidak kemasukan.
Setelah itu, Moriyasu memasukkan penyerang yang masih segar, seperti Ritsu Doan dan Takuma Asano, untuk mengacaukan pertahanan lawan. Mereka mengajak berlari dan duel fisik pemain lawan yang mulai lelah. Pemain cadangan mendukung rencana sang pelatih untuk bermain dengan tempo tinggi dan agresif.
Menariknya, seluruh dari 4 gol Jepang di babak grup diciptakan setelah turun minum. Tiga gol di antaranya dihasilkan oleh pemain pengganti. Doan menjadi cadangan tersubur dengan sumbangan 2 gol hanya dalam 131 menit bermain, masing-masing gol dicetak ke gawang Jerman dan Spanyol.
Asano juga berhasil mencatat tembakan terbanyak (8 kali) di skuad Jepang meskipun tidak pernah menjadi pemain mula. Penyerang asal klub Jerman, VFL Bochum, itu juga menciptakan sekali tembakan setiap 13 menit. Sementara itu, gelandang energik Kaoru Mitoma yang sudah menyumbang satu asis juga menjadi andalan dari cadangan.
Menurut Doan, strategi gerilya itu membuat tim lawan lengah. Banyak yang tidak mengira senjata rahasia mereka justru disimpan untuk 45 menit terakhir. Penyerang klub Jerman, Freiburg, itu percaya, seluruh pemain yang ada di timnas punya peran penting masing-masing.
Sepak bola adalah pertandingan 11 lawan 11, tetapi kami selalu mengatakan ini 26 lawan 11. Apalagi sekarang peraturan mengizinkan lima pergantian. Kami bersyukur karena punya pemain yang bisa mengubah permainan.
”Sepak bola adalah pertandingan 11 lawan 11, tetapi kami selalu mengatakan ini 26 lawan 11. Apalagi sekarang peraturan mengizinkan lima pergantian. Kami bersyukur karena punya pemain yang bisa mengubah permainan. Saya tidak bahagia menjadi cadangan, tetapi akan memberi segalanya untuk tim ini,” ujar Doan yang mulai dijuluki ”Supersub”.
Prinsip gerilya datang dari sang pelatih. Moriyasu belajar banyak dari permainan bisbol. Di cabang olahraga itu, banyak pemain memiliki posisi sama, tetapi punya kemampuan berbeda-beda. Mereka akan dimainkan sesuai kebutuhan pada waktu berbeda, misalnya opsi pelempar bola atau pithcer yang punya keahlian melempar lurus dan melengkung.
Begitu pun di sepak bola. Moriyasu memainkan tim yang lebih solid bertahan pada paruh pertama. Lalu, dia menurunkan pemain ofensif terbaik pada paruh kedua karena lebih efektif. Dia sadar, Jepang sebagai tim non-unggulan tidak bisa bersaing dengan cara ortodoks melawan raksasa di Piala Dunia.
Maya Yoshida, bek tengah sekaligus kapten Jepang, menilai, pasukan berkualitas di bangku cadangan membuat mereka tidak pesimistis setelah tertinggal lebih dulu. Kuncinya, mereka harus bertahan sebaik mungkin lebih dulu agar tidak ketinggalan terlalu jauh.
”Di paruh kedua, kedua tim pasti mengambil risiko lebih besar. Hasilnya akan tercipta ruang lebih besar di belakang. Situasi seperti itu akan menjadi masalah, bahkan untuk bek tangguh sekalipun. Itulah rencana kami untuk memanfaatkan para pemain yang cepat,” jelas Yoshida.
Kroasia berbeda
Kroasia akan menjadi lawan dengan gaya berbeda untuk Jepang. Mereka adalah salah satu dari lima tim yang belum terkalahkan di babak grup. Tim yang dipimpin duet gelandang Luka Modric dan Mateo Kovacic itu sangat seimbang dalam bertahan dan menyerang.
Modric dan rekan-rekan tidak seperti Jerman dan Spanyol yang memprioritaskan penguasaan bola. Mereka hanya menguasai bola rerata 52,8 persen. Lini tengah yang diisi gelandang bintang Eropa itu tahu cara mengatur tempo dan menyerang efektif.
”Mereka punya banyak kualitas di lini tengah, terutama tiga gelandang, jadi ya tentu saja ini bukan pertandingan yang mudah. Namun, kami memiliki kualitas yang cukup untuk mengalahkan mereka dan yang terpenting adalah percaya pada diri sendiri,” kata bek Jepang, Takehiro Tomiyasu.
Jepang bisa kesulitan mengingat mereka justru lebih berbahaya ketika tidak banyak menguasai bola. Ketika lawan Spanyol, mereka hanya mencatat penguasaan 17,7 persen. Tim asuhan Moriyasu menjadi tim dengan penguasaan terendah sepanjang sejarah yang mampu menang di Piala Dunia.
Sebaliknya, Samurai Biru hanya menang sekali penguasaan bola, yaitu ketika melawan Kosta Rika. Mereka yang menguasai bola 56,8 persen justru kalah 0-1. Hal itu membuktikan, gaya bermain cepat dengan serangan balik ala Jepang lebih efektif tanpa penguasaan bola dominan.
Kroasia juga punya pertahanan kokoh. Mereka baru kemasukan satu gol sepanjang turnamen. Lini pertahanan mereka dipimpin bek muda Josko Gvardiol (20) yang telah menjadi incaran banyak klub Eropa setelah penampilan di babak grup.
Kata Dalic, timnya punya peluang selama bisa mengimbangi disiplin dan kerja keras Jepang. ”Kami tidak boleh membuat kesalahan karena Jepang punya kualitas untuk menghukum setiap kesalahan itu. Kami harus cerdik untuk segera mundur jika kami kehilangan bola,” ujarnya.
Jepang berharap strategi unik itu bisa mengantar mereka ke perempat final untuk pertama kali. Adapun Samurai Biru sudah empat kali melaju ke babak 16 besar, tetapi belum pernah memenangi laga di fase gugur. Hanya Korea Selatan, tim Asia, yang pernah lolos hingga perempat final. (AP/REUTERS)