Senjata Rahasia Barisan ”Semut” Mengalahkan Para ”Gajah”
Tim-tim non-unggulan, seperti Jepang dan Maroko, memang kalah kualitas teknik dibandingkan para raksasa, macam Jerman dan Belgia. Namun, mereka punya senjata rahasia, yakni kecerdikan mengoptimalkan kebugaran pemain.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Pada Piala Dunia 2022, kebugaran dan atletisisme menjadi faktor dominan yang bisa menentukan hasil laga. Kedua faktor itu, selain kecerdikan, dijadikan senjata barisan kuda hitam, seperti Jepang, untuk menjungkalkan para raksasa yang jauh lebih unggul dalam hal kualitas teknik pemain.
Buah dari faktor kebugaran, antara lain, terlihat pada kiprah Jepang di penyisihan Grup E. Tim ”Samurai Biru” menjungkirbalikkan logika dengan memuncaki grup itu setelah mengalahkan Jerman dan Spanyol.
Faktor serupa dimanfaatkan Arab Saudi ketika memukul Argentina, 2-1, di penyisihan Grup C. Kebugaran juga menjadi ”senjata rahasia” Maroko menjatuhkan raksasa Eropa, Belgia, 2-0, di Grup F. Serupa Jepang, Maroko membuat kejutan dengan memuncaki fase grup.
Barisan tim non-unggulan itu sama-sama mengalahkan lawan yang punya materi pemain lebih baik, berpengalaman, dan unggul teknik. Biasanya, seperti di liga-liga Eropa, tim-tim dengan keunggulan teknik mampu lebih dominan dan acap kali memaksakan gol di akhir laga.
”Hal itu, antara lain, dilakukan Manchester City (di Liga Inggris). Mereka mencetak lebih banyak gol dari tim lain pada 15 menit terakhir laga sepanjang musim lalu. Namun, Piala Dunia Qatar berbeda. Momen menentukan di akhir babak kedua justru dimanfaatkan tim-tim gurem,” ungkap Danny Murphy, kolumnis BBC.
Ketika barisan unggulan tertinggal, mereka biasanya akan mencoba mengimbangi lawan dengan mengeluarkan sisi teknik. Namun, dalam kondisi tim lelah, kecakapan teknik sulit diandalkan karena memerlukan konsentrasi dan stamina pemain yang tetap prima.
Dalam hal ini, barisan tim gurem, seperti Jepang dan Maroko, bisa unggul karena optimal memanfaatkan kebijakan baru FIFA, yaitu jatah lima pergantian pemain, dari sebelumnya hanya tiga.
Membuat pergantian tepat pada waktu yang tepat jadi lebih penting saat ini dibandingkan Piala Dunia sebelumnya. Itu bakal kian krusial di fase gugur.
Pada laga Arab Saudi versus Argentina, misalnya, ”La Albiceleste” unggul 1-0 di babak pertama dari tendangan penalti megabintang Lionel Messi meskipun tiga gol dianulir karena offside. Di babak kedua, Pelatih Arab Saudi Herve Renard mengganti lima pemainnya untuk mempertahankan intensitas permainan.
Hasilnya, mereka mencetak dua gol dan menutup laga dengan kemenangan 2-1. Situasi serupa dialami Jepang saat melawan Jerman, juara empat kali Piala Dunia.
Pada laga terkini, di penyisihan Grup H, Korea Selatan menang 2-1 atas Portugal. Gol penentu kemenangan Korsel terjadi di injury time babak kedua oleh pemain pengganti, Hwang Hee-chan. Gol itu membuat Korsel lolos ke fase gugur dengan menyisihkan Uruguay, juara dunia dua kali asal Amerika Selatan.
Kebugaran dan atletisisme memperkuat bukti bahwa sepak bola ialah olahraga tim, bukan sekadar kekuatan satu atau dua individu. Seorang pemain dengan kualitas di atas rata-rata memang bisa membuat perbedaan, tetapi tak bisa di sepanjang turnamen yang melelahkan.
Lima pergantian pemain
Kebijakan baru pergantian lima pemain di Piala Dunia Qatar adalah hal tepat dan sesuai dengan perkembangan terkini. Sepak bola modern menuntut penyesuaian dan peningkatan dalam hal intensitas permainan.
Tuntutan itu, di satu sisi, bisa menjadi keuntungan tim-tim besar, seperti Inggris dan Perancis, yang punya stok pemain berkualitas melimpah. Namun, di sisi lain, optimalisasi pergantian lima pemain dalam satu laga tak bisa dilihat sesederhana itu.
Meskipun membawa barisan pemain bagus, bahkan mentereng, sebagian besar dari mereka tidak bisa dimainkan. Hal itu, antara lain, dialami Perancis yang akhirnya terjungkal 0-1 di tangan Tunisia. Mereka tidak bisa menjebol gawang Tunisia saat lini serang andalannya, seperti Kylian Mbappe dan Antoine Griezmann, diistirahatkan di bangku cadangan.
Pemain terbaik nyaris selalu dimainkan sejak awal sehingga mereka sulit untuk bisa terus bugar. Maka, jika dimanfaatkan maksimal, pergantian pemain, apalagi dalam jumlah besar, sejatinya bisa menjaga ritme permainan dan keseimbangan dalam menyerang serta bertahan.
Coba kita lihat saat Jepang dikalahkan Kosta Rika, 0-1. Jepang konsisten dan terus menekan sehingga lengah memperhatikan pertahanannya. Kosta Rika hanya perlu satu serangan balik dan berbuah gol, yakni pada menit ke-81, oleh Keysher Fuller. Kosta Rika cuma membuat empat percobaan tembakan atau jauh di bawah Jepang, yaitu 13 tembakan. Di laga ini, faktor keseimbangan penting.
Jika para pemain lelah karena terus-menerus mengejar bola, pelatih perlu jeli dan cerdik mengganti pemainnya agar intensitas tetap terjaga, tanpa harus merusak keseimbangan.
”Membuat pergantian tepat pada waktu yang tepat jadi lebih penting saat ini dibandingkan Piala Dunia sebelumnya. Itu bakal kian krusial di fase gugur,” ujar Murphy. (BBC)