Tantangan Inggris Runtuhkan Tembok ”8 Besar”
Piala Dunia 2022 berpotensi menjadi kesempatan pamungkas Gareth Southgate menukangi Inggris. Di tengah mimpi menjadi juara, Inggris dihadapkan pada kutukan setiap tampil di luar Eropa.
- Dalam enam partisipasi Piala Dunia di luar Eropa, Inggris hanya mampu melangkah maksimal hingga babak 8 besar.
- Pilihan Gareth Southgate untuk pemain bek tengah bakal menentukan perjalanan Inggris di Qatar.
- Harry Kane di ambang rekor baru sebagai pemain Inggris dengan gol terbanyak di turnamen mayor.
Setiap jelang hajatan Piala Dunia selalu muncul pertanyaan apakah tim nasional Inggris berpeluang menjadi juara. Itu juga muncul ketika Piala Dunia 2022 di Qatar akan dimulai dalam hitungan hari. Sebelum menjawab pertanyaan itu, Pelatih Inggris Gareth Southgate harus terlebih dahulu membawa timnya meruntuhkan tembok di babak 8 besar atau perempat final.
Sejak berpartisipasi pertama kali pada Piala Dunia edisi 1950 di Brasil, tim ”Tiga Singa” seakan ”alergi” setiap bermain di luar Eropa. Itu terlihat dari performa mereka di Chile (1962), Meksiko (1970 dan 1986), Korea Selatan-Jepang (2002), Afrika Selatan (2010), dan Brasil (2014).
Dalam enam edisi partisipasi Inggris pada Piala Dunia di luar Eropa, penampilan terbaik Tiga Singa hanya menembus babak perempat final. Itu tercipta pada edisi 1962, 1970, 1986, dan 2002. Bahkan, penampilan mereka menurun di Afrika Selatan karena hanya bisa berlaga hingga babak 16 besar, lalu tersisih di babak penyisihan di Brasil.
Baca Juga: Sinyal Kuat Kejatuhan Berulang Jerman
”Alergi” tampil di luar Eropa itu terlihat pula dengan penampilan Inggris ketika telah menembus fase gugur di Korsel-Jepang dan Afrika Selatan. Blunder kiper David Seaman mengakibatkan Ronaldinho mencetak gol indah untuk membawa Brasil unggul 2-1 sehingga Inggris harus pulang dari Korsel-Jepang.
Kemudian, Inggris tampil buruk karena kalah 1-4 dari Jerman di Afrika Selatan. Di luar gap kualitas yang mutlak di bawah Jerman, publik Inggris justru lebih gemar membahas kontroversi tembakan Frank Lampard yang seharusnya disahkan menjadi gol karena telah melewati garis gawang.
Baca Juga: Adu Magis Talenta Inggris
Di Qatar, Tiga Singa jelas butuh ramuan yang mujarab untuk bisa mengakhiri kutukan penampilan buruk di luar Benua Biru. Southgate percaya Qatar memiliki kelebihan untuk Inggris dibandingkan edisi Piala Dunia sebelumnya di luar Eropa.
Kondisi geografis yang kecil dibandingkan dengan negara-negara tuan rumah sebelumnya, kata Southgate, menjadi hal yang bisa dimanfaatkan timnya. Ia pun optimistis Inggris bisa menghadirkan hasil yang lebih baik dibandingkan meraih peringkat keempat di Rusia.
Saya pikir lokasi pertandingan dan markas tim yang berdekatan akan menjadi keuntungan untuk latihan dan persiapan tim. Kami senang memiliki kesempatan lagi untuk mengejar (trofi) Piala Dunia.
”Saya pikir lokasi pertandingan dan markas tim yang berdekatan akan menjadi keuntungan untuk latihan dan persiapan tim. Kami senang memiliki kesempatan lagi untuk mengejar (trofi) Piala Dunia,” kata Southgate kepada FIFA+.
Menurut analisis Opta, Inggris berpeluang besar menembus babak 16 besar dengan persentase 83,8 persen dibandingkan dengan kontestan lain di Grup B, yaitu Amerika Serikat, Wales, dan Iran. Peluang Inggris menjadi pemuncak grup pun amat dominan dengan 60,3 persen.
Baca Juga: Wajah Baru Tim Matador Spanyol
Lebih lanjut, Opta pun menganggap peluang Inggris untuk melaju hingga perempat final berada di kisaran 54,7 persen. Akan tetapi, angka persentase itu menyusut menjadi 30,6 persen jika melihat kans Tiga Singa menembus semifinal.
Angka persentase tentang peluang Inggris mencapai babak semifinal masih di bawah Brasil (41,4 persen), Perancis (37,6 persen), Argentina (34,5 persen), dan Spanyol (31,1 persen).
Mencari keseimbangan
Seusai membawa Tiga Singa menembus partai puncak Piala Eropa 2020, Southgate gagal mempertahankan performa ciamik itu dalam 12 bulan terakhir. Penampilan menukik itu menghadirkan kekhawatiran jelang Inggris bersaing di Grup B pada Piala Dunia 2022.
Pada enam laga fase grup Liga Nasional Eropa 2022 yang menjadi ajang pemanasan sebelum tampil di Qatar, Harry Kane dan kawan-kawan tampil compang-camping. Terlalu banyak kelemahan yang ditunjukkan Inggris ketika berjumpa tiga tim Grup A3, yaitu Italia, Jerman, dan Hongaria.
Baca Juga: Mahkota Pemisah Messi dan Maradona
Tiga Singa hanya bisa mencetak empat gol yang dihasilkan pada dua pertandingan kontra Jerman. Mereka gagal mengurai kokohnya pertahanan Italia dan Hongaria yang tampil lebih bertahan dan membiarkan Inggris menyerang.
Alhasil, Inggris menjadi tim pertama yang berada di peringkat 10 besar tim Eropa pada ranking FIFA yang harus mengalami degradasi ke Liga Nasional Eropa Divisi B. Hasil itu tidak lepas pula dari buruknya pertahanan Inggris yang bisa kemasukan 10 gol dari enam pertandingan.
Berkaca dari pengalaman di Liga Nasional Eropa, masalah keseimbangan dalam menyerang dan bertahan perlu dibenahi Southgate. Pembenahan itu tentu tidak mudah karena minimnya ”bank” data pemain belakang yang memiliki pengalaman untuk tampil di ajang akbar sekelas Piala Dunia.
Di lini belakang, misalnya, ketergantungan akut Southgate kepada Harry Maguire bisa menjadi bumerang. Level kebugaran dan kepercayaan diri Maguire sedang tidak prima di musim ini seiring kehilangan tempat utama dan ban kapten di Manchester United.
Baca Juga: Semangat Pelampiasan Belanda
Sementara itu, John Stones kerap kali menderita cedera kambuhan, sedangkan Eric Dier belum mampu tampil konsisten bersama Tottenham Hotspur. Juru taktik berusia 52 tahun itu punya opsi bek tengah pada diri Marc Guehi dan Conor Coady, tetapi kualitas mereka tidak bisa dianggap setara dengan pemain-pemain belakang tim unggulan lainnya, seperti Brasil, Perancis, atau Jerman.
Praktis hanya Fikayo Tomori yang tengah dalam penampilan positif dari barisan bek tengah Inggris. Namun, sulit membayangkan Tomori masuk dalam susunan 11 pemain utama Inggris di laga pembuka Grup B kontra Iran.
Krisis bek sayap
Selain bek tengah, Southgate juga dipusingkan dengan keterbatasan stok bek sayap. Sejatinya Inggris memiliki surplus bek sayap karena memiliki Reece James, Ben Chilwell, Kyle Walker, Luke Shaw, Trent Alexander-Arnold, dan Kieran Trippier, tetapi tiga nama pertama mengalami cedera.
Hanya Shaw, Alexander-Arnold, dan Trippier yang tengah dalam kondisi siap tempur. Padahal, bek sayap adalah muara dari setiap serangan Inggris di bawah kendali Southgate.
Pada Piala Dunia 2018, misalnya, Trippier menjadi pemain yang paling banyak mengkreasikan peluang bagi Inggris. Pemain yang kini berseragam Newcastle United itu menghasilkan 26 peluang di Rusia.
Baca Juga: Perancis Berpacu dengan Waktu
Untuk posisi gelandang dan penyerang, Southgate rasanya tidak perlu melakukan banyak perubahan. Kane tetap diplot sebagai penyerang utama.
Pemain Spurs itu hanya butuh mencetak satu gol di Qatar untuk menahbiskan diri sebagai pencetak gol terbanyak Inggris di dua turnamen mayor, Piala Dunia dan Piala Eropa. Kini, ia memegang rekor itu bersama Gary Lineker dengan 10 gol.
Lalu, Jude Bellingham, Declan Rice, Phil Foden, serta Mason Mount akan menjadi senjata dan motor permainan Inggris untuk memberikan derita bagi setiap lawan di Qatar. Belum lagi, Tiga Singa punya penyerang sayap cepat dan kreatif, seperti Bukayo Saka, Raheem Sterling, dan Jack Grealish, yang tidak bisa dikesampingkan perannya.
Di luar kualitas itu, Sven-Goran Eriksson, mantan Pelatih Inggris, mengingatkan pemain Inggris harus rendah hati dan meninggalkan sikap ”diva” mereka jika ingin berprestasi di Qatar.
Baca Juga: Hantu Cedera Jelang Piala Dunia
”Tidak boleh ada satu pun pemain yang menganggap dirinya lebih bintang dari pemain lainnya. Skuad yang berjumlah 26 pemain itu harus menyatu, bekerja sama, saling menolong, dan menghormati satu sama lain,” ujar Eriksson, yang memimpin Inggris di Piala Dunia 2002 dan 2006, kepada Sky Sports.
Jika kembali bertanya, apakah Inggris bisa mengakhiri penantian juara sejak 1966? Jawabannya tetap sama. Tiga Singa haram berbicara tentang peluang membawa pulang trofi Piala Dunia sebelum bisa mencapai semifinal.