Sinyal Kuat Kejatuhan Berulang Jerman
Jerman punya julukan “Die Mannschaft” yang berarti sebuah tim. Namun, sejarah emas mereka selalu diukir berkat individu penyerang.
- Jerman semakin krisis penyerang setelah Timo Werner dipastikan tidak bisa tampil di Qatar karena cedera engkel.
- Sebagai tim yang menguasai bola rerata lebih dari 60 persen, Jerman butuh penyerang murni untuk memecah parkir bus lawan.
- Pertanda kejatuhan Jerman tercermin dari hasil di Liga Nasional Eropa. Tim asuhan pelatih Hansi Flick hanya menang 1 kali dari 6 laga.
Tim nasional Jerman patut khawatir. Kurang dari tiga pekan jelang Piala Dunia Qatar 2022, mereka belum menemukan sosok penyerang yang akan dibawa. Padahal, sejarah mencatat, selalu ada peran besar penyerang ikonik dalam setiap kesuksesan peraih empat gelar juara dunia itu.
Penyerang bintang RB Leipzig, Timo Werner, baru saja dipastikan tidak bisa berangkat ke Qatar karena cedera engkel dalam laga lawan Shakhtar Donetsk, Kamis (3/11/2022). Meskipun bukan penyerang murni “nomor 9”, dia mulai menjadi pilihan utama pelatih Hansi Flick.
Krisis penyerang itu mengembalikan memori kejatuhan Jerman pada Piala Dunia Rusia 2018. Ketika itu, sang juara bertahan untuk pertama kalinya gagal lolos dari babak grup. Supremasi tim spesialis turnamen atau Turniermannschaft yang dibangun sejak abad lalu tersebut, runtuh dalam sekejap.
Mantan pemain timnas Inggris, Gary Lineker, punya kutipan legendaris. Dia pernah berkata, sepak bola dimainkan oleh 22 orang, tetapi Jerman yang akan menang pada akhir laga. Dia sampai merevisi kalimat itu setelah 2018, “Pada akhirnya Jerman tidak selalu menang.”
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejatuhan Jerman. Dari kehilangan sosok kapten saat juara dunia pada 2014, Phillip Lahm, sampai isu politik yang melibatkan dua pemain keturunan turki, Ilkay Gundogan dan Mesut Oezil. Namun, satu hal yang paling terlihat jelas adalah krisis penyerang.
Pelatih Joachim Loew mengandalkan Werner yang masih berusia 22 tahun. Penyerang veteran Mario Gomez yang sudah memasuki fase akhir karier berperan sebagai pelapis. Hasilnya, Jerman hanya mencetak 2 gol sepanjang babak grup. Tidak satu gol pun datang dari penyerang tengah.
Krisis ujung tombak itu kembali dirasakan Flick jelang menuju Qatar. Di kompetisi terakhir yang diikuti, Liga Nasional Eropa, Jerman hanya menang sekali dari enam laga. Masalahnya sama, mereka tidak punya “pembunuh” di pertahanan lawan. Sumbangan Werner dan Kai Havertz sama dengan gelandang Joshua Kimmich dan Gundogan, 2 gol.
Tanpa striker ternama, Jerman seperti melawan kodrat mereka. Sejak gelar juara dunia pertama hingga keempat, mereka selalu bertumpu pada penyerang tengah. Dari Gerd Mueller pada Piala Dunia Jerman Barat 1974 sampai Miroslav Klose pada Piala Dunia Brasil 2014.
Saat lawan “parkir bis”, ruang Jerman untuk menciptakan peluang semakin sempit. Mereka harus punya pemain dengan insting tinggi mencetak gol.
Butuh “rubah”
Jerman sudah tidak mengandalkan penyerang klasik “nomor 9” atau bertipe target man, seperti Klose, sejak 2018. Mereka menggunakan penyerang modern, seperti Werner dan Havertz, yang bisa berpindah posisi seketika dan membantu proses serangan.
Teknik bermain dan utilitas penyerang murni mungkin tidak selengkap Werner dan Havertz. Namun, mereka sangat dibutuhkan dalam turnamen karena bisa mencetak gol hanya dari peluang kecil. Mereka ditugaskan fokus berburu gol, berperan bagai rubah di kotak penalti.
Mengapa Jerman butuh sosok seperti Klose, sang pencetak gol terbanyak dalam sejarah Piala Dunia? Sebab, mereka bermain dengan gaya dominan penguasaan bola. Di babak grup Liga Nasional saja yang berisi Italia, Inggris, dan Hungaria, mereka mencatatkan rerata penguasaan 65,7 persen.
Di Qatar, Jerman akan menghadapi lawan yang beragam. Banyak yang lebih lemah dari lawan di Liga Nasional. Artinya, mereka sangat berpotensi menghadapi lawan yang bertahan dengan blok rendah atau kerap dikenal dengan “parkir bis”.
Baca juga : Pelajaran Berharga dari Wembley
Saat lawan “parkir bis”, ruang Jerman untuk menciptakan peluang semakin sempit. Mereka harus punya pemain dengan insting tinggi mencetak gol. Tipe penyerang murni paling cocok dalam kondisi ini. Adapun Jerman hanya melakukan rerata percobaan 10,8 kali di Liga Nasional, sangat sedikit untuk tim yang dominan dalam penguasaan.
Evolusi permainan modern juga memperlihatkan, peran penyerang murni yang kembali relevan. Josep Guardiola, manajer yang mempopulerkan gaya modern tanpa penyerang murni atau false 9, bahkan sudah memperlihatkan perubahan itu di Manchester City. Dia begitu mengandalkan Erling Haaland.
Tanda tanya besar saat ini tertuju kepada Flick. Sang pelatih ditunjuk menjadi suksesor Loew karena berprestasi di Bayern Muenchen (2019-2021). Di klub raksasa Jerman itu, dia sukses berkat permainan mengandalkan penyerang murni asal Polandia, Robert Lewandowski. Die Mannschaft tidak punya pemain selevel Lewandowski.
Flick punya solusi alternatif. Salah satunya adalah memanggil penyerang 29 tahun asal Werder Bremen, Niclas Fuellkrug. Pemain setinggi 1,89 meter itu mungkin bisa menjadi jawaban ketika Jerman kesulitan menghadapi blok rendah lawan. Dia sudah mencetak sembilan gol dari 12 penampilan di Liga Jerman musim ini.
Baca juga : Pencarian Skuad Terbaik Menuju Piala Dunia
“Apa yang dia lakukan membawa banyak manfaat. Di sedang dalam performa yang sangat baik. Saya pikir dia akan membawa elemen yang tidak kami miliki saat ini. Dia salah satu kandidat yang kemungkinan masuk ke dalam 26 nama skuad nanti,” ujar Flick.
Selebihnya, mereka bisa lebih banyak memaksimalkan penyerang sayap yang punya kecepatan seperti Leroy Sane dan Serge Gnabry. Jerman juga mengandalkan bantuan gelandang yang punya insting mencetak gol, seperti Jamal Musiala dan Gundogan.
Penyerang veteran Thomas Mueller (33) kemungkinan akan tampil dalam Piala Dunia untuk keempat kalinya di Qatar. Namun, Jerman tidak bisa terlalu berharap banyak pada pencetak gol terbanyak tim di Piala Dunia Brasil itu. Mueller sedang dalam tren menurun, baru mencetak empat gol di klub dan negara dari total 20 penampilan musim ini.
Bagi skuad Jerman, tekanan di Qatar akan lebih besar dari yang pernah dirasakan. Tim asuhan Flick untuk pertama kali menghadapi Piala Dunia setelah tidak lolos babak grup pada gelaran sebelumnya.
Baca juga : Bara Revans Bakal ”Panaskan” Musim Dingin di Qatar
Saat bersamaan, Flick juga akan memimpin Jerman pertama kali di turnamen besar. Adapun Jerman tidak pernah berganti pelatih sejak 2008. Dengan dua hal baru itu, prestasi tim pasti akan menjadi sorotan utama publik.
Dilihat dari tren performa dan kondisi skuad, Jerman berpotensi besar mengulang kegagalan pada 2018. Namun, apa pun kondisinya, kekuatan mereka sama sekali tidak bisa dikesampingkan. Sebab, bukan tanpa alasan Jerman dijuluki tim spesialis turnamen. (AP/REUTERS)