Bara Revans Bakal ”Panaskan” Musim Dingin di Qatar
Semangat revans menyelimuti sejumlah tim di babak penyisihan Piala Dunia Qatar 2022. Inggris masih penasaran terhadap Amerika Serikat, Ghana belum memaafkan Uruguay, sementara Jerman ingin mengakhiri sandungan Spanyol.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
DOHA, JUMAT - Meskipun ajang sepak bola akbar Piala Dunia Qatar akan digelar pada musim dingin, akhir tahun ini, suasana di sana bakal tetap ”membara”. Sejumlah tim bakal membawa misi revans atas lawan-lawannya di babak penyisihan grup.
Munculnya spirit balas dendam itu tidak terlepas dari hasil undian pembagian fase grup yang digelar di Doha, Qatar, Jumat (1/4/2022) malam. Undian itu menciptakan sejumlah pertemuan sarat sejarah dan rivalitas sengit di masa lalu.
Di Grup B misalnya, Inggris akan bertemu musuh yang sulit dijinakkan, Amerika Serikat. Dari dua kali pertemuan kedua tim di Piala Dunia, belum sekalipun Inggris mengalahkan AS. Pada 1950 silam, misalnya, Inggris dibekap AS, 0-1, lewat gol Walter Bahr di Brasil.
Kekalahan Inggris ketika itu dikenang sebagai salah satu kejutan terbesar di olahraga. Inggris, tim favorit juara saat itu, dikalahkan tim yang tidak memiliki pemain profesional.
Tim AS saat itu banyak diperkuat pemain amatir yang sehari-hari berprofesi sebagai buruh tambang, pekerja pos, juru makam, guru, dan veteran perang. ”Sejumlah surat kabar dunia meyakini operator telegraf (alat mengirim berita) ketika itu membuat kesalahan. Mereka sempat mengira skor sebenarnya 10-1 untuk Inggris. Bukan 0-1,” tulis The New York Times, 2009 silam.
Enam dekade berlalu, Inggris dan AS kembali bertemu di penyisihan grup Piala Dunia Afrika Selatan 2010. Lagi-lagi, Inggris gagal mengalahkan AS. Laga saat itu imbang, 1-1. AS pun sejajar tim-tim besar, yaitu Brasil, Spanyol, dan Uruguay, yang belum pernah dikalahkan Inggris di ajang Piala Dunia.
Diakui Pelatih Inggris Gareth Southgate, AS adalah lawan yang tak mudah. ”Mereka punya beberapa pemain sangat bagus dan kami tahu kemampuan para pemain andalan mereka,” kata Southgate, Sabtu.
Berbeda dengan 72 tahun lalu, kualitas tim AS kini jauh lebih baik berkat hadirnya liga profesional mereka, MLS, sejak 1996 lalu. Sebagian pemain mereka, seperti Christian Pulisic dan Weston McKennie, bahkan berkarier di Eropa dan menjadi andalan klubnya.
Bagi Pulisic, laga itu sangat istimewa. Persahabatannya dengan rekan-rekan setimnya di klub Inggris, Chelsea, bakal diuji. ”Sangat lucu. Setelah undian grup, saya langsung ditelpon Mason (Mount, pemain Inggris). Kami berbicara soal pertemuan kami nanti di Piala Dunia,” ungkap Pulisic.
Pelatih AS Gregg Berhalter pun harus menepikan persahabatannya dengan Southgate. Pelatih Inggris itu orang pertama di luar AS yang dikontak Berhalter ketika menerima tawaran melatih ”The Yanks”.
Kami percaya laga nanti akan menjadi ajang kami untuk membalas dendam. Kami tidak akan pernah memaafkan Uruguay. (Kurt Okraku)
"Berada satu grup dengan Inggris menghadirkan antusiasme besar bagi pendukung AS yang sangat menggemari Liga Primer Inggris. Jadi, ini adalah hasil undian yang positif bagi kami,” ujar Berhalter kepada The Sporting News.
”Tangan ajaib” Suarez
Tim Afrika, Ghana, juga menyimpan bara dendam dalam pertemuan dengan Uruguay di Grup H. Duel kedua tim di Qatar akan jadi ulangan perempat final Piala Dunia 2010 yang dihiasi ”tangan ajaib” penyerang Uruguay, Luis Suarez. Saat itu, tangan Suarez menghalau bola sundulan Dominic Adiyiah, pemain Ghana, masuk ke gawang pada menit ke-120.
Peluang penalti Ghana, yang dieksekusi Sulley Muntari, lalu hanya membentur mistar gawang. Ghana lantas kalah 2-4 dalam adu penalti. Mimpi mereka menjadi tim Afrika pertama yang melaju ke semifinal Piala Dunia pun pupus.
Ghana tidak akan lagi diperkuat Adiyiah dan Muntari. Di lain pihak, Suarez masih menjadi andalan di lini depan Uruguay. Meskipun begitu, Presiden Federasi Sepak Bola Ghana (GFA) Kurt Okraku menegaskan, skuad muda Ghana tidak akan melupakan peristiwa menyedihkan saat itu.
”Kami percaya laga nanti akan menjadi ajang kami untuk membalas dendam. Kami tidak akan pernah memaafkan Uruguay,” ucap Okraku.
Tim lainnya, Jerman, akan bertemu batu sandungannya di turnamen mayor dalam 15 tahun terakhir, yaitu Spanyol. Kedua tim berada di Grup E.
”La Roja”, sebutan tim Spanyol, adalah momok terbesar Jerman. Spanyol sudah tiga kali mengubur mimpi Jerman untuk menjadi juara di tiga turnamen sebelumnya.
Nestapa itu pertama kali dihadirkan Spanyol saat menumbangkan Jerman, 1-0, di final Piala Eropa 2008. Lalu, Jerman dibekap Spanyol di semifinal Piala Dunia 2010.
Terakhir, Jerman gagal menembus semifinal Liga Nasional Eropa 2020-2021 setelah gagal bersaing dengan Spanyol di fase grup menyusul imbang 1-1 dan dipermalukan 0-6. La Roja menahbiskan diri sebagai sang juara dalam tiga turnamen berbeda itu.
Ujian kepantasan
Manuel Neuer, kiper dan kapten Jerman, menganggap Spanyol adalah lawan terkuat di Grup E. Menurut dia, laga melawan Spanyol penting untuk menguji kepantasan sebagai kandidat juara dunia. Tim ”Panser” kini dilatih pelatih berbakat, Hansi Flick.
”Kami memiliki memori negatif dari mereka (Spanyol), tetapi kami yakin bisa mengakhiri itu. Kami sudah lama tidak menjadi juara. Maka, kami akan berjuang untuk sukses di Qatar,” ucap Neuer.
Ambisi juara juga dibawa Spanyol. Pelatih Spanyol Luis Enrique ingin mengakhiri nasib buruk timnya di dua turnamen terakhir. ”Kami tidak akan mengubah identitas. Kami berambisi menaklukan dunia,” katanya seperti dikutip Marca. (AFP/BBC/JON)