IADO Galakkan Edukasi Anti-doping
IADO akan menggalakkan edukasi anti-doping. Langkah itu dilakukan menyusul temuan kasus doping pada lima atlet yang turun di PON Papua 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Anti-Doping Indonesia atau IADO akan menggalakkan edukasi terkait zat-zat yang dilarang dikonsumsi atlet. Penggalakan edukasi itu dilakukan menyusul temuan lima atlet pada Pekan Olahraga Nasional Papua 2021 yang positif doping, Jumat (14/10/2022).
Ketua Umum IADO Gatot S Dewa Broto mengatakan, sebelumnya IADO sudah aktif melakukan edukasi kepada para atlet terkait penggunaan doping. Namun, menyusul kasus lima atlet PON Papua 2021 yang positif doping, pihaknya akan memperluas jangkauan edukasi bagi para atlet.
Gatot menyebutkan, masih banyak atlet yang belum memahami doping. ”Mereka (para atlet) belum paham tentang zat-zat apa saja yang boleh dan dilarang dikonsumsi, serta batasan-batasannya. Maka, IADO perlu menggalakkan edukasi terkait hal itu (penggunaan doping) kepada para atlet,” kata Gatot saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (15/10/2022).
Baca juga: Lepas Sanksi WADA, Indonesia Gerak Cepat Jadi Tuan Rumah
Berdasarkan standardisasi dari Badan Anti-Doping Dunia (WADA), menurut dia, hal yang harus diutamakan saat ini adalah edukasi, bahkan sebelum dilakukan tes doping. ”Kami mengeluarkan sertifikat untuk atlet yang sudah mengikuti edukasi. Memang, belum menjamin atlet itu bebas doping. Namun, ini menjadi tolak ukur, sudah berapa banyak atlet kita yang teredukasi sebelumnya,” ujar Gatot.
Sebelumnya, IADO sudah bekerja sama dengan Komite Olahraga Nasional (KONI) untuk mengedukasi para atlet, baik yang ada di pemusatan pelatihan nasional (pelatnas) hingga di daerah. Salah satu ajang yang sudah digelar dengan melalui tahapan edukasi anti-doping adalah ASEAN Para Games Solo 2022.
Program tersebut bertujuan agar seluruh atlet dan ofisial memperoleh pengetahuan terkait anti-doping dengan tepat. Kegiatan itu dilakukan dengan sesi berbagi pengalaman dan berlokasi di ruang tunggu para atlet.
Djoko menyarankan IADO untuk mengintegrasikan edukasi anti-doping dengan program pelatihan langsung oleh pelatih pada masing-masing cabang olahraga.
Gatot menuturkan, para atlet sangat antusias. Mereka merasa program itu menarik, berbobot, dan tidak membosankan.
Langkah tepat
Menurut pakar manajemen prestasi olahraga, Djoko Pekik Irianto, langkah yang dilakukan oleh IADO sudah tepat. Ia sepakat dan mengapresiasi langkah IADO yang akan melakukan edukasi secara masif.
”Langkah yang ditempuh IADO itu sangat normatif. Saya kira itu baik. Namun, akan lebih baik apabila ada langkah preventif yang lebih mendasar,” ujar Djoko yang merupakan Ketua Umum KONI Provinsi Yogyakarta.
Selaku akademisi Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta, Djoko menyarankan IADO untuk mengintegrasikan edukasi anti-doping dengan program pelatihan langsung oleh pelatih pada setiap cabang olahraga. Kemudian, kata Djoko, upaya itu juga bisa diintegrasikan ke tingkat sekolah.
”IADO bisa bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Atlet itu kan lahir dari sekolah. Ada juga atlet yang masih sekolah atau berstatus pelajar. Program edukasi IADO itu bisa masuk ke mata pelajaran Pendidikan Jasmani (Penjas),” kata Djoko.
Selain itu, Djoko menuturkan, Indonesia harus memiliki laboratorium yang terakreditasi untuk tes doping. ”Memang, biayanya tidak murah. Namun, saya yakin kita (Indonesia) mampu. Kalau sudah ada laboratorium sendiri, seluruh proses tes (doping) bisa dilakukan dengan mudah,” ujarnya.
Kesulitan
Terkait doping, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Pekumpulan Binaraga dan Fitness Seluruh Indonesia (PP PBFI) Alamsyah Wijaya mengatakan, atlet bina raga harus menyuplai diri dengan suplemen. Sementara produk suplemen di Indonesia pun kebanyakan diimpor dari luar negeri dan dijual secara bebas.
Baca juga: Awal Februari Merah Putih Berkibar Kembali
”Produk suplemen yang ada di pasaran itu hanya sekadar sesuai standar kesehatan, bukan bebas doping,” ujar Alamsyah.
Berdasarkan hal itu, menurut dia, IADO perlu menjalin kerja sama dengan BPOM untuk menentukan produk-produk mana yang bebas doping dan aman untuk dikonsumsi para atlet. Ia pun menegaskan, jelang pra-PON 2022, pihaknya akan menjalin kerja sama yang erat dengan IADO.
”Tiga minggu sebelum pra-PON 2022, kami akan melakukan tes doping. Kalau ada yang positif doping saat itu, akan segera dilengserkan. Begitu juga sebelum PON. Tujuannya supaya atlet yang main (bertanding) nanti sudah bersih (bebas doping),” kata Alamsyah.
Kepada para atletnya, PP PBFI sudah memberi sanksi keras. Pihaknya juga sudah melakukan edukasi anti-doping. Pada 17 September 2022, IADO sudah menggelar edukasi anti-doping kepada para binaragawan.
Pada tahun 2023, terdapat tambahan daftar zat terlarang yang diputuskan oleh WADA. Zat itu adalah tramadol yang diketahui sebagai obat pereda nyeri.
Gatot menyampaikan, IADO akan terus bekerja sama dengan banyak pihak. Selain itu, program-program edukasi akan terus berjalan. Program-program ini dilaporkan secara rutin kepada WADA.
Indonesia atau Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) sempat dikenakan sanksi oleh WADA pada 7 Oktober 2021 karena dianggap tidak patuh terhadap tes doping. Namun, pada 2 Oktober 2022, sanksi tersebut sudah resmi dicabut. LADI pun berganti nama menjadi IADO.
Tambahan larangan
Terkait zat doping, pada tahun 2023, terdapat tambahan daftar zat terlarang yang diputuskan oleh WADA. Dalam laman resminya, IADO menyebutnya, pada 27 September 2022, mereka telah mengirimkan surat kepada Deputi 4 Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga mengenai pemberitahuan pendahuluan tambahan daftar zat terlarang yang diputuskan WADA.
Salah satu zat terlarang itu ialah tramadol yang diketahui sebagai obat pereda nyeri. Hal itu direkomedasikan oleh kelompok penasihat ahli (LiEAG). Mereka merekomendasikan untuk melarang penggunaan tramadol narkotika dalam kompetisi dan akan mulai berjalan efektif pada 1 Januari 2024.
Baca juga: Mendamba LADI yang Profesional
Penundaan implementasi itu agar otoritas terkait memiliki waktu yang lebih panjang untuk mengedukasi para atlet pun personil medisnya. Dikutip dari laman resmi WADA, penggunaan tramadol telah berada dalam program pengawasannya. Data yang dikumpulkan melalui program tersebut telah mengindikasi adanya penggunaan zat yang signifikan dalam olahraga.
Penyalahgunaan tramadol pada masyarakat umum berisiko mengakibatkan ketergantungan fisik hingga overdosis. Itulah sebabnya penggunaan obat tersebut menjadi perhatian dan penggunaannya perlu dikendalikan. Lewat penelitiannya, WADA telah mengonfirmasi bahwa tramadol berpotensi tramadol meningkatkan performa olahraga sehingga dikategorikan senyawa doping.