TGIPF Rekomendasikan PSSI Harus Turut Bertanggung Jawab
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta merekomendasikan agar Ketua Umum dan anggota Komite Eksekutif PSSI mundur sebagai pertanggungjawaban moral dalam Tragedi Kanjuruhan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NINA SUSILO, DIAN DEWI PURNAMASARI, IKHSAN MAHAR, ADRIAN FAJRIANSYAH, Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS Tim Gabungan Independen Pencari Fakta atau TGIPF terkait tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur menyampaikan laporannya kepada Presiden Joko Widodo. Tim menyampaikan, pengurus PSSI dan sub-sub organisasinya harus bertanggung jawab.
"Bertanggung jawab itu, pertama, berdasar pada aturan-aturan resmi. (Hal) yang kedua berdasar moral," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pada acara penyampaian keterangan pers TGIPF Tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (14/10/2022).
Mahfud menuturkan tanggung jawab berdasar aturan adalah tanggung jawab hukum. "Namun, hukum itu sebagai norma sering kali tidak jelas, seringkali bisa dimanipulasi, maka naik ke asas. Tanggung jawab asas hukum itu apa? Salus populi suprema lex, keselamatan rakyat itu adalah hukum yang lebih tinggi dari hukum yang ada. Dan, (tragedi Kanjuruhan) ini sudah terjadi, keselamatan rakyat atau publik terinjak-injak" katanya.
Dalam pandangan soal PSSI, TGIPF menyampaikan, secara normatif, pemerintah tidak bisa mengintervensi PSSI. Namun, dalam negara yang memiliki dasar moral, etik dan budaya adiluhung, sudah sepatutnya Ketua Umum PSSI dan seluruh jajaran Komite Eksekutif mengundurkan diri sebagai pertanggungjawaban moral atas korban 132 orang meninggal.
Para pemangku kepentingan PSSI juga diminta untuk melakukan percepatan Kongres atau menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk menghasilkan kepemimpinan dan kepengurusan PSSI yang berintegritas, profesional, bertanggungjawab, dan bebas dari konflik kepentingan. Jika hal itu tidak dilakukan, pemerintah direkomendasikan tidak memberi izin penyelenggaraan Liga 1, Liga 2, dan Liga 3.
TGIPF juga menyoroti keengganan PSSI untuk bertanggungjawab terhadap berbagai insiden atau musibah dalam penyelenggaraan pertandingan, yang tercermin di dalam regulasi keselamatan dan keamanan PSSI 2021. Regulasi itu membebaskan PSSI dari tanggung jawab dalam pelaksanaan pertandingan dan membebankannya ke panitia pelaksana dan PT Liga Indonesia Baru selaku penyelenggara liga.
"Regulasi itu menjadi landasan kebenaran formal PSSI, tetapi, menurut Pak Mahfud, itu bukan kebenaran substansial. Dalam tragedi yang menewaskan 132 orang, federasi (PSSI) harus turut bertanggung jawab," kata Anton Sanjoyo, anggota TGIPF.
Menurut Anton, tragedi Kanjuruhan tidak terjadi karena penyebab tunggal. Ada banyak faktor yang tali-temali menjadi penyebab tragedi itu.
Dalam tragedi yang menewaskan 132 orang, federasi (PSSI) harus turut bertanggung jawab.
Salah satunya, PSSI tidak melakukan sosialisasi atau pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA dan PSSI kepada penyelenggara pertandingan, panitia pelaksana, aparat keamanan dan supporter. PSSI juga tidak menyiapkan personel match commissioner yang memahami tugas dan tanggung jawab, sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan, dalam melaksanakan pertandingan.
Sementara itu, PSSI mengklaim telah sependapat dengan rekomendasi yang dikeluarkan TGIPF terkait pembenahan sepak bola nasional. Menurut Ketua Tim Investigasi Tragedi Kanjuruhan PSSI Ahmad Riyadh, pihaknya telah menyiapkan rencana perbaikan sistem sepak bola dengan bermitra dengan FIFA dan Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC).
"PSSI sudah menjalankan rekomendasi yang disebut Pak Mahfud (Menkopolhukam). Kami sedang memperbaiki seluruh aspek di sepak bola nasional karena jangan sampai korban jiwa (di tragedi Kanjuruhan) sia-sia karena tidak menghadirkan perubahan," ucap Riyadh, Jumat (14/10).
Terkait rekomendasi TGIPF mengenai desakan PSSI melakukan Kongres Luar Biasa untuk mengubah individu yang mengisi posisi pimpinan hingga komite eksekutif, Riyadh menuturkan, PSSI belum akan bersikap sebelum menerima langsung dokumen resmi rekomendasi TGIPF itu.
"Saya belum percaya dengan dokumen itu karena tidak ada kop surat dan tanda tangannya. Kalau saya menanggapi itu, takutnya nanti salah," tutur Riyadh yang juga menjabat Ketua Komisi Wasit PSSI.
Anton Sanjoyo mengatakan, dokumen rekomendasi TGIPF yang beredar di masyarakat, dari halaman 123 sampai 136, itu merupakan bagian dari rekomendasi sebanyak 136 halaman yang diserahkan TGIPF ke Presiden Jokowi. "Itu dokumen asli. Yang disebarkan ke media dan masyarakat memang hanya bagian rekomendasi agar lebih mudah dipahami," kata Anton.
Peneliti Budaya Sepak Bola Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fajar Junaedi mengatakan, rekomendasi TGIPF sudah jelas, pengurus PSSI harus mundur dan mempercepat KLB.
"Jika pengurus PSSI tidak mematuhi rekomendasi dari TGIPF, relasi antara PSSI dan pemerintah akan memburuk. Tentu ini alarm bagi sepakbola kita. Semakin lama mereka bertahan dalam argumennya, semakin naik ketidakpastian sepak bola kita," tutur Fajar.