Simone Inzaghi saat ini sedang melalui masa terberatnya sebagai pelatih Inter Milan. Namun, dia yakin segalanya akan segera berbalik usai jeda internasional
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
MILAN, RABU – Posisi dua allenatore atau pelatih klub elite Italia, Simone Inzaghi dan Massimiliano Allegri, dikabarkan berada di ujung tanduk. Isu pemecatan terhadap keduanya semakin kencang menyusul serangkaian hasil kurang memuaskan bersama klub masing-masing.
Setelah isu pemecatan Allegri berembus, Inzaghi menjadi nama terbaru yang diperkirakan bakal kehilangan pekerjaannya. Menurut laporan media Italia, Corriere Della Sera, Rabu (21/9/2022), Chief Executive Officer (CEO) Inter, Giuseppe Marotta, menjadwalkan pertemuan dengan Inzaghi pada Kamis (22/9/2022) waktu Italia.
Pertemuan itu diyakini akan membahas salah satunya tentang performa buruk Inter dalam beberapa pertandingan sebelumnya. Tidak tertutup kemungkinan Marotta juga akan membicarakan perihal masa depan Inzaghi di klub.
Performa Inter belakangan ini tidak terlalu baik. La Beneamata menelan tiga kekalahan dari lima pertandingan di Liga Italia. Terakhir mereka takluk 1-3 di markas Udinese setelah sempat unggul cepat lebih dulu. Kekalahan itu menyebabkan Inter terperangkap di peringkat ketujuh liga dengan koleksi 12 poin, hasil dari empat kali menang dan tiga kalah.
Pada Liga Champions Eropa, performa Inter juga masih inkonsisten. Mereka takluk 0-2 saat menjamu Bayern Muenchen. Namun, kemudian mampu memetik kemenangan 2-0 ketika melawat ke kandang klub Republik Ceko, Viktoria Plzen. Dengan begitu, rasio kemenangan Inzaghi pada semua kompetisi musim ini tercatat hanya sebesar 55,56 persen
Dengan rasio kemenangan yang dinilai masih belum terlalu tinggi, sejumlah pihak yang tidak puas dengan performa Inzaghi pun buka suara. Seruan pemecatan terhadap Inzaghi salah satunya datang dari legenda Inter, Fulvio Collovati. Performa buruk Inter di Liga Italia menjadi argumentasi Collovati.
Menurutnya, Inter gagal bersaing dengan klub-klub yang menjadi kekuatan tradisional di Italia. Hingga pekan ketujuh, Inter telah bertemu dengan klub raksasa, antara lain AC Milan dan Lazio. Inter menelan kekalahan dari kedua klub itu. Kemenangan Inter diperoleh dari klub-klub yang di atas kertas kualitasnya lebih lemah, seperti Spezia Calcio, Cremonese, Lecce, dan Torino.
“Dalam pandangan saya, Inzaghi harus dipecat. Masalah di Inter adalah terlalu banyak pemain yang tidak berkembang. Saya bisa menghitung setidaknya tujuh atau delapan (pemain). Ternyata latihan pramusim salah dan pelatih bertanggung-jawab untuk itu. Jika dia tidak dipecat sekarang, saya pikir itu murni karena alasan ekonomi (biaya pemecatan),” kata Collovati, dikutip dari Football Italia.
Awal musim 2022-2023 menjadi masa terberat Inzaghi selama melatih Inter. Ia ditunjuk melatih Inter sejak 3 Juni 2021. Adik dari mantan penyerang AC Milan Filippo Inzaghi itu terikat kontrak dengan Inter hingga Juni 2024. Musim lalu, Inzaghi berhasil mengantarkan Inter menjuarai Coppa Italia dan Piala Super Italia.
Sebelumnya, Inzaghi menyebut berbagai cedera yang dialami sejumlah pemain andalannya sebagai salah sumber penampilan inkonsisten Inter awal musim ini. Mereka telah kehilangan penyerang Romelu Lukaku dan gelandang Hakan Calhanoglu. Selain itu, Inzaghi menyebut para pemain lebih cenderung senang untuk menyerang sehingga membuat tim rapuh dalam merespons serangan balik.
Di awal musim, kekuatan Inter sudah berkurang dengan hengkangnya pemain sayap lincah Ivan Perisic ke Tottenham Hotspur. Kehilangan Ivan Perisic merupakan pukulan berat bagi Inzaghi. Robin Gosens yang disiapkan menjadi penggantinya masih belum bisa menampilkan performa maksimal. Sementara itu bek tangguh Milan Skriniar masih perlu memantapkan fokus setelah dikaitkan dengan kepindahan ke Paris Saint-Germain.
Meski kencang diisukan bakal dipecat, harian Italia Tuttosport melaporkan bahwa kesabaran dari jajaran direksi Inter tidak terbatas. Pertemuan dengan Inzaghi disebut sebagai kesempatan untuk menanyakan penyebab penurunan performa Inter dan bersama mencari solusinya.
Kondisi Allegri di Juventus pun setali tiga uang. Suara yang menginginkan pemecatan Allegri kian bertambah dari waktu ke waktu. Apalagi Juventus baru saja menderita dua kekalahan beruntun dari Benfica dan Monza. Namun, pembelaan datang dari mantan pemain Juve, Miralem Pjanic. Menurut Pjanic, tidak masuk akal bagi Juve untuk memecat Allegri saat ini.
“Tidak masuk akal mengganti pelatih sekarang. Juventus asuhan Allegri dapat membalikkan keadaan, tetapi semua orang harus berefleksi kepada diri sendiri,” katanya kepada La Gazzetta dello Sport.
Sekilas memecat Allegri memang tidak akan menyelesaikan masalah secara instan dan hanya mencari kambing hitam. Bila dirunut ke belakang, Juventus telah kehilangan sesuatu yang membuat mereka begitu disegani di Italia, yaitu kekompakan dan kebersamaan.
Dalam tiga tahun belakangan, Juventus kerap berganti-ganti pelatih, mulai dari Maurizio Sarri pada 2019. Setelah Sarri, masuk Andrea Pirlo setahun kemudian. Tidak puas dengan performa Pirlo, Juventus mendepaknya dan menggantinya dengan Allegri pada 2022.
Tidak masuk akal mengganti pelatih sekarang. Juventus asuhan Allegri dapat membalikkan keadaan, tetapi semua orang harus berefleksi kepada diri sendiri.
Pergantian pelatih dalam jangka waktu yang relatif singkat itu telah membuat skuad Juve harus beradaptasi dengan cepat dengan gaya kepelatihan mereka. Kasus Sarri menjadi pelajaran berharga di mana Juve harusnya lebih bersabar dalam berproses. Sarri adalah tipikal pelatih yang butuh waktu dalam membangun tim sebagaimana dulu membuat Napoli menjadi kekuatan yang diperhitungkan.
Selain persoalan pergantian pelatih, perekrutan Cristiano Ronaldo pada 2018 juga disinyalir membuat Juve hingga saat ini belum bisa terlepas dari kebiasaan bergantung pada satu pemain, dan bukan bersandar pada kolektivitas tim. Artinya, performa buruk Juve belakangan ini tidak bisa sepenuhnya ditimpakan pada tanggung jawab Allegri seorang.