Dalam sebulan, dari Istora Senayan Jakarta ke C-Tra Arena Bandung, industri bola basket Indonesia tampak melonjak pesat. Piala Asia menstimulasi lonjakan itu.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Sebulan lalu, lautan manusia memadati tribune Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Para penonton berbondong-bondong datang untuk mendukung tim nasional Indonesia berlaga di Piala Asia FIBA 2022. Mereka merayakan kecintaan terhadap timnas dan permainan bola basket.
Getaran cinta itu terpancar hingga ke C-Tra Arena, Bandung, Jawa Barat, pada semifinal Liga Bola Basket Indonesia (IBL) 2022, Minggu (21/8/2022). Kompetisi lokal ini memang tidak semegah Piala Asia FIBA. Tidak ada teknologi anyar layar LED di tepi lapangan atau suasana sejuk dari banyak pendingin udara.
Namun, gempita dari penonton terasa sama. C-Tra Arena yang berkapasitas 2.800 orang terisi penuh pada gim kedua semifinal antara Prawira Bandung dan Satria Muda Pertamina Jakarta. Sekitar 90 persen dari penggemar datang untuk mendukung tim tuan rumah Prawira.
Di tengah suasana gerah C-Tra Arena, ratusan pendukung Satria Muda begitu spartan menyemangati timnya dengan balon tepuk. Pendukung Prawira tidak mau kalah. Mereka memanfaatkan irama pukulan balon tepuk lawan, lalu berteriak, ”Prawira!” Seolah kubu mereka yang memukul balon.
Vicky (37), yang datang bersama anaknya, Sashi (11), merupakan bagian dari suporter Prawira. ”Kami datang untuk dukung tim Kota Bandung. Juga anak saya lagi senang-senangnya dengan bola basket," ucap Vicky, yang agak kecewa karena tim kesayangannya tumbang di semifinal.
Kata Vicky, anak putrinya yang berlatih di klub yunior Bandung Utama semakin suka bola basket setelah Piala Asia FIBA. Meskipun tidak bisa datang ke Istora, mereka tetap mengikuti kejuaraan itu dari internet. Sashi kagum dengan penampilan timnas yang mampu menembus 12 besar Asia.
Laga semifinal IBL terhubung sangat dekat dengan Piala Asia. Beberapa pemain Prawira, Abraham Grahita dan Yudha Saputera, merupakan penggawa timnas. Satria Muda juga turun dengan pemain nasional, Arki Dikania Wisnu dan Juan Laurent Kokodiputra.
”Setelah timnas juara SEA Games Vietnam 2022 dan tampil di Piala Asia FIBA, euforia bola basket memang lebih terasa. Di klub anak saya saja, yang berlatih sampai tiga kali lipat lebih banyak. Kelasnya sampai harus dibagi. Anak saya juga semakin mengidolakan pemain timnas, Yudha,” tambah Vicky.
Tidak pelak, babak playoff selalu ramai ditonton, termasuk ketika Prawira tidak bertanding. Misalnya saja di babak 8 besar pada pekan lalu, sebanyak 12.000 penonton tercatat membeli tiket untuk 11 pertandingan. Jumlah rata-rata penonton harian menyamai partai final pada musim-musim sebelumnya.
Berkat antusiasme besar itu, IBL sampai menjual tiket tiap pertandingan. Tidak ada tiket terusan. Menurut Direktur Utama IBL Junas Miradiarsyah, cara itu dilakukan untuk membangun fanatisme penggemar. Jadi, mereka datang memang untuk mendukung klub yang ingin ditonton.
Di lapangan
Gegap gempita Istora GBK juga terbawa ke dalam lapangan. Banyak pemain lokal berkembang pesat di playoff setelah menyaksikan Piala Asia FIBA. Mereka mengaku banyak belajar dengan menonton aksi para pemain hebat tim-tim Asia.
Setelah timnas juara SEA Games Vietnam 2022 dan tampil di Piala Asia FIBA, euforia bola basket memang lebih terasa. Di klub anak saya saja, yang berlatih sampai tiga kali lipat lebih banyak.
Salah satunya point guard timnas Widyanta Putra Teja yang bermain untuk West Bandits Combiphar Solo. Meskipun timnya tersingkir setelah kalah dari Pelita Jaya di gim kedua semifinal, Widy menjadi penampil terbaik dengan sumbangan 19 poin dan 8 asis.
”Kebetulan menit bermain saya di timnas tidak banyak. Jadi, saya lebih banyak menonton. Saya melihat sambil belajar dari pemain-pemain terbaik. Mereka luar biasa dalam ketangkasan dan kekuatan fisik. Hal itu mungkin yang membawa rasa percaya diri lebih saat saya kembali ke klub,” ujar Widy.
Pelatih Satria Muda Youbel Sondakh juga banyak belajar dari Piala Asia. Dia sering datang langsung ke Istora untuk menonton pertandingan negara-negara selain Indonesia. Dengan pelajaran itu, dia sukses mengantar Satria Muda kembali ke final IBL untuk kelima kali beruntun.
”Yang saya lihat adalah ketenangan mereka bermain. IQ bermain bola basket mereka lebih baik dari kita. Tim seperti Australia bermain sangat pintar. Juga tim Jepang yang dengan ukuran tubuh segitu (kecil), tetapi bisa bersaing dengan tim yang lebih besar,” jelas Youbel.
Penonton, pemain, hingga pelatih merasakan pengaruh besar Piala Asia FIBA. Kisah dari Istora Gelora Bung Karno, Senayan, dan C-Tra Arena menandakan kultur bola basket yang makin progresif. Gelombang antusiasme itu harus dimanfaatkan dengan tepat agar tidak berujung ke salah muara. Momentum seperti itu mungkin tidak datang dua kali.