Fauzi dari Pengangkut Sampah jadi Pemungut Medali
Fauzi Puwolaksono sehari-hari menjadi tukang sampah di Sungai Raya, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Profesi itu tetap dia jalani meskipun sejak 2012 dia menjadi atlet atletik nomor lempar dan rutin meraih medali.
Lima belas tahun lalu, Fauzi Purwolaksono mengalami kecelakaan yang mematahkan tulang paha serta meremukan tempurung lutut kanannya. Dunia atlet yang sedang dia tekuni pun mendadak kelam. Dia terbelenggu dalam kemurungan, emosinya tidak stabil, mudah tersinggung karena masa depannya mendadak terasa gelap.
Fauzi yang masih berada di kelas 6 SD sedang dalam motivasi yang sangat besar untuk menekuni dunia atletik nomor lari. Dia sudah merasakan manisnya prestasi dari kejuaraan antarsekolah di tempat dia tinggal Sungai Raya, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Olahraga lain pun dia tekuni, seperti bola voli, karena dia memang gemar berolahraga. Selain cita-cita menjadi atlet profesional, dia pun ingin menjadi tentara, karena senang dengan aktivitas fisik yang menantang.
Namun, laju karier atlet Fauzi terhenti mendadak akibat kecelakaan lalu lintas pada 2007. Dua yang dibonceng oleh ayahnya, ditabrak mobil, hingga kaki kanan Fauzi dan ayahnya cacat permanen.
"Saya mengalami patah tulang paha, pecah tempurung lutut. Waktu itu pilu sekali karena yang terpikir oleh saya adalah ke mana hidup saya ke depan. Ya Allah, mau ke mana saya ke depan. Padahal saat itu sedang enak-enaknya karier saya sebagai sprinter antarsekolah," ungkap Fauzi setelah meraih medali emas tolak peluru F57 ASEAN Para Games Solo 2022. Dalam pekan olahraga atlet-atlet difabel Asia Tenggara itu, Fauzi juga meraih medali emas di nomor lempar lembing F57, serta perak lempar cakram F57.
Saya mengalami patah tulang paha, pecah tempurung lutut. Waktu itu pilu sekali karena yang terpikir oleh saya adalah ke mana hidup saya ke depan.
Kecelakaan itu membuat Fauzi kehilangan semangat hidup. Dia malu untuk keluar rumah, karena harus menggunakan tongkat jalan. Bahkan, dia memilih tidak mendaftar SMP dan menganggur setahun. Dia baru mau melanjutkan sekolah pada tahun berikutnya, dan mulai berani bersosialisasi. Namun, dia merasakan perubahan emosi pada dirinya, karena mudah sekali tersinggung.
"Saya jadi seperti terganggu psikogisnya, mudah marah, gampang tersinggung, bahkan saya pernah memukul orang dengan tongkat jalan saya," ungkap Fauzi.
Fauzi mulai melupakan cita-citanya menjadi atlet, dan mulai mencari pekerjaan sampingan. Sejak naik kelas 2 di SMPN 3 Sungai Raya, Fauzi ikut menjadi pengangkut sampah di bawah Dinas Pekerjaan Umum. Honor yang dia peroleh dipakai untuk membantu keluarga membiayai sekolahnya.
Namun, menjelang Peparnas Riau 2012, dia mendapat tawaran untuk ikut tes menjadi atlet. Dia pun ikut tes dan masuk ke pelatda Kalimantan Barat di cabang atletik nomor lempar kelas berdiri. Di Peparnas Riau, Fauzi pun meraih dua medali perak dari lempar cakram dan lembing, serta perunggu di tolak peluru.
Baca juga : Musnahnya Impian Pesepak Bola ”Cerebral Palsy”
"Saya waktu itu gak tahu kalau meraih medali itu mendapat bonus. Saya sudah senang bisa kembali menjadi atlet, bisa naik pesawat terbang, makan dan tidur di hotel. Jadi orang kaya sebentar," ujar Fauzi.
Setelah lomba, dia sangat terkejut karena mendapat bonus sekitar Rp 100 juta. "Saya kaget sekali, tetapi berpikir, wah ini bagus sekali dan bisa ditekuni," ujar atlet berusia 28 tahun itu.
Dia kemudian terus berlatih fisik dan teknik setelah pagi hari mengambil sampah. Usaha itu berbuah dua medali emas dan satu perak dalam Peparnas Jawa Barat 2016. Fauzi pun dipanggil ke pelatnas di Solo untuk persiapan Asian Para Games 2018. Dia berlatih di nomor lempar kelas berdiri. Persiapan sudah sangat matang dan dia optimistis bisa meraih medali.
Namun, menjelang Asian Para Games di Jakarta itu, Fauzi tidak lolos klasifikasi kelas berdiri. Dia pun harus tampil di kelas duduk F57. "Lima dokter yang memeriksa saya menyatakan saya tidak bisa tampil di kelas berdiri. Saya pun tampil di kelas duduk, dan sejak awal sudah tahu tidak akan dapat medali," ungkap Fauzi.
Dia pun pulang tanpa medali, dan hanya mendapat 20 juta sebagai bonus atlet yang tidak mendapat medali. Hatinya kembali pilu, hingga dia mengalami tekanan besar karena merasa sulit bersaing di kelas duduk. Bahkan, selama di pelatnas untuk ASEAN Para Games 2019, dia mengalami stres berat hingga asam lambungnya naik. Dia pun sulit makan dan minum, sehingga latihannya selama tiga bulan tidak menunjukan kemajuan.
Baca juga : Emas Penutup Atletik nan Manis
Dia kemudian meminta dipulangkan. Namun, sakitnya tidak kunjung sembuh hingga berat badannya anjlok dari 75 kilogram menjadi 63 kilogram. Dia kemudian menguras tabungannya untuk berobat secara medis dan alternatif. Tetapi, Fauzi merasa dirinya pulih karena semangatnya bangkit setelah teringat akan perngorbanan ibunya merawat dirinya sejak masih di kandungan.
"Saya kembali semangat dan mulai latihan lagi pada 2020 untuk Peparnas Papua 2021. Saya ikut latihan pelatda Kalbar dan di Papua mendapat perak tolak peluru. Setelah kemudian dipanggil lagi masuk pelatnas untuk ASEAN Para Games ini, saya tambah semangat untuk latihan lagi," ungkap Fauzi.
Perjuangan Fauzi berbuah dua medali emas dan satu perak di ASEAN Para Games 2022. Bonus dari medali itu akan di pakai untuk membantu ekonomi orangtuanya, serta memulai hidup bersama istri yang dia nikahi pada Maret lalu. Dua pekan setelah menikah, dia langsung ke Solo untuk ikut pelatnas.
"Di balik kesuksesan saya ini ada peran Allah, serta doa dari kedua orangtua dan istri saya," ungkap Fauzi, Jumat (5/8/2022).
Fauzi juga memiliki cita-cita untuk membangun sarana olahraga di dekat rumahnya, supaya anak-anak muda gemar berolahraga. Dia berharap akan muncul bakat-bakat muda atlet, atau paling tidak menginspirasi orang lain untuk hidup sehat. Jika ada yang ingin menjadi atlet, peluang itu terbuka asal mau bekerja keras dan pantang menyerah.
Baca juga : Lara Maria Goreti Berbuah Prestasi
Selain ingin berkontribusi ke masyarakat sekitar rumahnya, Fauzi pun ingin kuliah supaya punya bekal pengetahuan setelah pensiun dari atlet. "Saya ada keinginan kuliah, ingin mengambil gelar keolahragaan, tetapi kita lihat perkembangan ke depan. Saat ini saya bersiap untuk ASEAN Para Games Kamboja dan persiapan harus matang. Emas yang saya peroleh di sini harus saya pertahankan. Saya bersyukur mendapat medali tetapi tidak pernah puas dengan performa saya. Saya ingin terus menjadi lebih baik, karena kalau kalah seperti 2018 itu rasanya sangat pilu," pungkas Fauzi.
Seusai ASEAN Para Games 2022 ini, Fauzi akan pulang ke rumahnya dan kembali mengemudikan kendaraan roda tiga mengambil sampah. Dia tidak pernah merasa gengsi memungut sampah, meskipun di arena atletik paralimiade kini menjadi pemungut medali emas.