Olahraga selancar sempat dianggap budaya orang malas. Namun, stereotip itu terbantahkan selama Championship Tour WSL 2022 di Banyuwangi, Jawa Timur. Selancar adalah olahraga yang menuntut dedikasi tinggi dan kerja keras.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·6 menit baca
Pada awal kemunculannya di Amerika Serikat awal abad ke-20, olahraga selancar ombak modern dianggap sebagai budaya orang malas. Namun, stereotip itu terbantahkan kalau melihat langsung etos para peselancar peserta Seri Keenam Championship Tour Liga Selancar Dunia atau WSL 2022 di Pantai Plengkung atau G-Land, Banyuwangi, Jawa Timur dari Sabtu (28/5/2022) sampai Senin (30/5).
Para peselancar adalah anak-anak pantai yang berdedikasi tinggi. Mereka merupakan pekerja keras yang berlatih tekun di darat maupun laut, mengumpulkan uang untuk ikut tur kompetisi, hingga memburu ombak terbaik di tempat-tempat yang belum terjamah sekalipun. Orang pemalas tidak mungkin bisa menjalani ritme kehidupan seperti itu.
”Saya rasa banyak orang umumnya melihat selancar sebagai olahraga pemalas karena mereka melihat peselancar hanya berada di pantai menunggu ombak dan berselancar. Tapi, kami butuh persiapan panjang dan sangat serius untuk menjadi peselancar, terutama yang profesional. Setidaknya, kami butuh latihan fisik dan teknik beberapa jam sehari untuk bisa berselancar di ombak-ombak besar. Kalau cuma nekat, itu sangat berbahaya. Itu di luar usaha kami mengumpulkan uang demi ikut kejuaraan,” terang peselancar Indonesia Rio Waida seusai babak pembuka, Sabtu.
Melihat tubuh peselancar putra maupun putri yang mengikuti Seri Keenam Championship Tour WSL 2022 saja, orang-orang akan langsung menerka tidak mungkin para peselancar itu manusia malas. Betapa tidak, tubuh mereka amat atletis. Tiap bagian tubuh terbentuk otot yang padat dan kekar. Tubuh seperti itu pasti terbentuk dari aktivitas fisik berat dan rutin.
Di sela menunggu kepastian keberlanjutan lomba, Senin, Rio mengkonfirmasi dugaan tersebut. Peselancar keturunan Indonesia-Jepang itu mengatakan, dia dan para peselancar pada umumnya berlatih sekitar 6-8 jam sehari. Program terdiri dari latihan fisik dan teknik nyaris setiap hari.
Latihan fisik terdiri dari penguatan otot kecil dan otot besar. Tidak ada otot tubuh yang tidak berguna selama berselancar. Otot kecil untuk keseimbangan dan otot besar untuk menunjang performa melakukan manuver yang cepat, bertenaga, konsisten, dan berintensitas tinggi. ”Latihan agak lebih ringan pada akhir pekan karena tidak ada latihan fisik. Tapi, latihan teknik jalan terus. Jadi, saya mungkin tidak pernah libur berlatih,” ujar Rio.
Kalau otot tidak dipersiapkan, jangan harap peselancar bisa berprestasi. Kalau dipaksakan, itu sangat berisiko untuk keselamatan. Lebih-lebih kalau nekat berselancar di ombak yang tinggi nan ganas, alamat nyawa melayang.
Kalau tidak melakukan persiapan matang, selancar sangat berbahaya. Mungkin, ini salah satu olahraga paling berbahaya di dunia.
Bahkan, Rio yang sudah berlatih selancar sejak usia 9 tahun dan menjadi atlet profesional sejak usia 16 tahun saja tetap tak luput dari terkaman ombak. Dia pernah mengalami luka parah robek bahu kanan bagian atas, robek pipi bagian kanan bawah, dan baret-baret bagian punggung bak dicambuk karena digulung ombak dan terhantam karang tajam. ”Kalau tidak melakukan persiapan matang, selancar sangat berbahaya. Mungkin, ini salah satu olahraga paling berbahaya di dunia,” katanya.
Mengumpulkan uang
Itu baru bicara soal latihan, beda lagi kalau membahas mengenai uang untuk modal ikut kejuaraan. Berpartisipasi dalam suatu ajang itu tidak mudah dan murah. Untuk menjadi peselancar top, atlet dituntut ikut gelaran bergengsi yang terus berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain.
Contohlah berbagai kompetisi yang dikelola WSL. Mereka setidaknya memiliki tiga jenjang kejuaraan mulai dari Seri Kualifikasi, Seri Challenger, sampai yang tertinggi Championship Tour. Untuk kelas Championship Tour pada tahun ini saja, ada 11 seri di sembilan negara yang harus diikuti.
Biaya untuk melakukan perjalanan ke 11 seri itu, menurut peselancar Amerika Serikat (AS) Griffin Colaptino, mencapai 60.000-100.000 dollar AS (Rp 875 juta-Rp 1,45 miliar). Uang sebanyak itu untuk kebutuhan transportasi, tempat tinggal, konsumsi, dan pendaftaran ataupun iuran keanggotaan.
Uang sebanyak itu tidak dikumpulkan dalam semalam. Mereka perlu memenangi banyak lomba lokal atau dekat tempat tinggalnya guna meyakinkan sponsor untuk mau memberi dukungan. Selain itu, mereka telaten mengumpulkan modal dari hadiah lomba.
Colaptino pernah mendapatkan hadiah dari juara perlombaan mencapai 80.000 dollar AS (Rp 1,16 miliar). ”Kami memiliki banyak kebutuhan sehingga banyak uang yang diperlukan. Jadi, penting sekali kami bisa memenangi lomba untuk mendapatkan banyak uang agar bisa menabung. Dari tabungan itu, kami pergi ke tempat lainnya,” ungkapnya.
Di awal karir, tak sedikit peselancar mesti bekerja sampingan guna mendapatkan modal untuk ikut kejuaraan. Ada pula yang mengharapkan dukungan dari pemerintahnya. Peselancar putri asal Kosta Rika, Brisa Hennessy, tidak menafikan itu.
Peselancar peringkat pertama klasemen sementara Championship Tour WSL 2022 itu menuturkan, uang yang diterimanya dari sponsor tidak bisa menutupi semua kebutuhannya untuk menjalani rangkaian tur dalam setahun.
Jadi, mau tidak mau, dia harus mencari sumber keuangan lain. ”Mengikuti semua tur itu pasti mahal. Saya adalah peselancar profesional. Saya tidak bisa melakukan pekerjaan lain untuk mendapatkan uang. Fokus saya hanya untuk selancar. Jadi, saya mencari tambahan modal dari sponsor dan juga pemerintah. Saya beruntung karena pemerintah sangat membantu saya sejak awal karier profesional saya sekitar tiga tahun lalu,” terangnya.
Memburu ombak
Puncak dari dedikasi tinggi para peselancar itu adalah memburu ombak dengan ulet. Misalnya selama di Plengkung beberapa hari terakhir ini. Kalau tidak ada lomba, mereka akan menyewa kendaraan untuk berangkat bersama mencari titik selancar baru di luar lokasi perlombaan.
Umumnya, tempat-tempat itu jarang atau belum dijamah masyarakat setempat. Maka itu, mereka mesti masuk hutan yang rapat untuk menuju pantai dan bermain ombak di kawasan tersebut. Bagi mereka, ada kepuasan sendiri saat menemukan lokasi baru dan menjadi orang yang pertama berselancar di sana.
”Selancar adalah hasrat saya. Banyak hal positif yang bisa kamu dapat dari olahraga ini. Selain baik untuk kesehatan, olahraga ini mengajarkan kamu banyak hal, terutama mengenai kerja keras. Untuk itu, saya sangat menikmati bisa berkeliling dunia, datang ke tempat-tempat baru yang indah, dan bisa bermain dengan ombak di tempat yang belum pernah saya datangi tersebut,” jelas peselancar Afrika Selatan Jodry Smith.
Bahkan, Pantai Plengkung yang berada di tengah Taman Nasional Alas Purwo mulai dikenal karena sekelompok peselancar asal AS yang mengadakan ekspedisi untuk bermain ombak di sana pada 1972. Ekspedisi yang diikuti oleh delapan orang itu dibagi dua kelompok, tiga orang mencari dengan perahu dan lima orang menyusur jalur darat.
Pasca ditemukan oleh peselancar AS itu, Pantai Plengkung mulai dikenal dunia dengan nama internasional, G-Land. Satu per satu, kamp selancar didirikan di sana yang menarik animo peselancar lokal maupun dunia. Mulai pertengahan 1990an, G-Land pun rutin menggelar perlombaan skala internasional dan salah satu puncaknya menjadi tuan rumah Championship Tour WSL 2022.
Semua fakta itu menahbiskan selancar sebagai salah satu olahraga paling sibuk, bukan sebaliknya olahraga orang malas. ”Butuh energi besar untuk menjalani aktivitas selancar dan menjadi peselancar profesional. Itu semua tidak mungkin dilakukan kalau tidak bekerja keras. Jadi, saya pikir peselancar adalah para pekerja keras. Tapi, hebatnya, kami bekerja keras untuk sesuatu yang benar-benar kami sukai dan cintai,” tutup Hennessy.