Petembak Dewi Laila Mubarokah menyumbangkan medali emas pertama untuk Indonesia. Emas ini merupakan penebusan tertunda Dewi yang gagal membela Indonesia di SEA Games 2019.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
HANOI, KOMPAS - Petembak Dewi Laila Mubarokah (23) menyumbangkan medali emas dari nomor senapan angin 10 meter individu putri di Hanoi National Sport Center, Senin (16/5/2022). Raihan emas ini adalah penebusan Dewi yang tertunda. Ia telah menantikan kesempatan untuk membela "Merah-Putih" di ajang SEA Games sejak tiga tahun lalu. Saat kesempatan itu datang, Dewi tidak menyia-nyiakannya.
SEA Games Vietnam 2021 menjadi debut Dewi di ajang multicabang internasional. Bagi Dewi, SEA Games kali ini adalah hasratnya yang terpendam selama lebih dari tiga tahun. Dewi belum berhasil membela Indonesia di SEA Games 2019 Filipina karena keterbatasan kuota atlet yang dikirim. Padahal, saat itu dia sudah dinyatakan siap dan layak untuk mewakili Indonesia.
Karena alasan itulah Dewi tampak emosional saat dinyatakan memenangi lomba. Dewi bersaing dengan petembak tuan rumah Vietnam, Phi Tanh Thao, di final. Saat juri memberikan aba-aba untuk tembakan terakhir, gemuruh teriakan penonton mengencang. Suasana lebih terasa hening kala juri mengumumkan Dewi memenangi tembakan terakhir sekaligus menyabet medali emas dengan raihan total 247 poin.
Dewi meletakkan senjata di atas meja. Sejenak ia termangu dan mematung selama beberapa detik. Setelah itu Dewi membalikkan badan, menuju ke bangku yang terdapat para ofisial tim menembak Indonesia.
Mata Dewi berkaca-kaca. Pada detik itu ia masih tidak menyangka menyabet emas pertamanya di SEA Games. Sejurus kemudian para ofisial dan pendukung Indonesia memeluknya seraya mengucapkan selamat.
T ernyata bisa ya menjadi juara di SEA Games. Ini yang saya tunggu selama tiga tahun. Karena 2019 itu harusnya berangkat tapi enggak jadi. Saya langsung merasa, ternyata ini yang ditunggu selama ini gongnya. Meledaknya sekarang.
"Ternyata bisa ya menjadi juara di SEA Games. Ini yang saya tunggu selama tiga tahun. Karena 2019 itu harusnya berangkat tapi enggak jadi. Saya langsung merasa, ternyata ini yang ditunggu selama ini gongnya. Meledaknya sekarang," kata Dewi ditemui seusai berlomba.
Perolehan poin Dewi unggul tipis dari Thao yang mengoleksi 246,2 poin. Mendapat dukungan dari puluhan suporter Vietnam, Thao yang sempat hampir mengejar perolehan poin Dewi di tembakan ke-18 gagal memanfaatkan limpahan dukungan tersebut.
Tepuk tangan dan teriakan dari penonton justru mampu dimaksimalkan Dewi untuk membantunya lebih menenangkan diri. Pada tembakan-tembakan penentuan, Dewi terlihat tenang saat memegang senapannya. Ekspresi wajahnya datar, tetapi fokus. Dukungan tuan rumah terhadap pesaingnya tidak membuat Dewi gentar.
"Sama aja rasanya seperti Kejurnas di Indonesia. Jadi sudah biasa. Malah diberi tepuk tangan oleh orang-orang jadi lebih tenang. Enggak tahu kenapa. Awal-awal tidak diberi tepuk tangan malah deg-degan. Mungkin belum panas. Pas terakhir ada gemuruh di mana-mana baru tenang sampai terakhir," tutur petembak asal Cirebon, Jawa Barat tersebut.
Menggantikan Rafika
Ekspektasi cukup berat dipikul Dewi bersama tiga rekannya di nomor 10 meter senapan angin individu putri. Dewi, Monica Daryanti, dan Citra Dewi Resti menjadi tumpuan Indonesia untuk meraih medali setelah petembak Olimpian Indonesia, Vidya Rafika, diputuskan berlomba di nomor 50 meter senapan angin individu.
Vidya adalah peraih emas nomor 10 meter senapan angin putri di SEA Games 2019. Dengan begitu, ketiga petembak putri itu diharapkan mampu menggantikan Rafika. Tekanan besar makin datang karena Pengurus Besar Persatuan Menembak dan Berburu Seluruh Indonesia (PB Perbakin) menargetkan para petembak mampu mempertahankan gelar juara umum cabang menembak di SEA Games 2019.
Dewi mengakui ada tekanan itu, tetapi tidak ingin terlalu memikirkannya. Demi tampil maksimal, Dewi melakukan manajemen pola pikir. Ia tidak mau berpikir bahwa orang-orang berharap kepadanya. Dewi lebih suka memikirkan bahwa orang lain berekspektasi lebih terhadap rekan-rekannya yang lain. Dengan cara begitu, perlahan bebannya menjadi berkurang.
Sehari sebelum berlomba, Dewi juga memilih menyendiri di sekitar area penginapan tim menembak untuk membantu memulihkan fokus. "Tidak menargetkan mau ambil poin berapa di SEA Games. Intinya berusaha tampil lepas dan melakukan yang terbaik saja," katanya.
Upaya tersebut ternyata berhasil. Dewi mampu menjawab harapan orang-orang di sekitarnya. Tekanan kembali ia rasakan di awal-awal lomba. Tetapi, setelah melakukan beberapa tembakan, ia mampu mengendalikan diri untuk lebih tenang. Setelah merebut emas SEA Games, Dewi mulai bersiap menatap target yang lebih besar di Asian Games 2022 Hanzhou, tahun depan.
Kendati meraih emas, perolehan poin Dewi di final belum melampaui apa yang ia catatkan saat di pemusatan latihan nasional. Di sesi latihan, Dewi mampu mencatatkan poin tertinggi mencapai 252.
Pelatih tim menembak Indonesia, Ebrahim Inanlou alias Ali Reza, merasa kurang puas dengan capaian poin Dewi. Meski begitu, ia mengapresiasi perjuangan Dewi di final yang mampu mengatasi tekanan teramat besar.
Menurut Ali, tekanan besar itu tidak hanya dirasakan Indonesia, tetapi juga negara-negara kuat di Asia Tenggara seperti Singapura dan Thailand. Ali mengatakan, petembak dari dua negara tersebut juga tampil tidak maksimal dan melakukan banyak kesalahan karena besarnya tekanan.
"Dia seharusnya bisa lima poin lebih baik dari saat latihan di Jakarta. Walau ada tekanan, untungnya kami punya program pemusatan latihan yang bagus," kata Ali.