Pelatih asing Michael Piper membawa revolusi besar ke tim renang Indonesia. SEA Games akan menjadi etalase pembuktian program revolusionernya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Glenn Victor Susanto (33), perenang senior nasional, kelelahan pada time trial terakhir tim renang sebelum berangkat ke SEA Games Vietnam 2021, Kamis (21/4/2022). Tenaganya terkuras habis karena harus menjalani final dua nomor sekaligus dengan waktu berdekatan.
Perenang paling senior di tim Indonesia ini nyaris memecahkan rekor nasional miliknya pada nomor 50 meter gaya kupu-kupu, hanya terpaut 0,2 detik. Namun, setengah jam setelah itu, dia kehilangan tenaga saat tampil di final nomor 100 meter gaya bebas. Glenn lebih lambat 1,44 detik ketimbang catatan waktu kualifikasi.
”Tidak biasa seperti ini. Kan, umur juga sudah tidak muda lagi, pasti recovery berpengaruh. Tadi jarak antara 50 meter kupu dan 100 meter bebas paling cuma setengah jam. Ditambah lagi, mainnya jam 4 sore. Kalau SEA Games, kan, finalnya malam hari,” ucap Glenn.
Hari berikutnya, giliran perenang senior lain I Gede Siman Sudartawa (27) yang merasa kelelahan. Kata Siman, tubuhnya kurang bugar karena menjalani dua lomba dalam sepekan terakhir. Seminggu sebelum time trial, anggota tim nasional renang sempat mengikuti kejuaraan kolam jarak pendek (25 meter) di Bali.
Kisah dua perenang senior itu bermula dari program baru pelatih asing asal Australia Michael Piper. Piper, yang menggantikan David Armandoni pada medio 2021, ingin anak asuhnya sedekat mungkin dengan performa puncak pada tiga minggu jelang SEA Games. Dia berupaya menggenjot performa para perenang.
Salah satu program paling revolusioner, yaitu time trial tiga pekan sebelum lomba. Pelatih kepala tim renang Albert Sutanto mengatakan, program itu belum pernah diterapkan dalam sejarah pemusatan latihan nasional. Biasanya, intensitas latihan justru diturunkan agar perenang bisa mencapai performa tertinggi saat ajang berlangsung.
Mengapa Piper memakai program baru itu? Kata mantan pelatih tim renang Australia itu, dia belajar dari negara yang sudah menjadi kiblat dunia akuatik, seperti Amerika Serikat dan Australia.
”Tim renang AS selalu melakukan time trial kurang dari sebulan sebelum kejuaraan. Program itu kemudian diikuti tim Australia pertama kali pada Olimpiade Tokyo 2020, yang kemudian dinilai sebagai kompetisi tersukses dalam sejarah keikutsertaan mereka di Olimpiade,” ucap Piper.
Program ini dilakukan karena Piper ingin anak asuhnya datang ke Vietnam dengan kepercayaan diri besar. ”Perenang kami akan mendapatkan momentum mulai dari sini. Kami ingin mempertahankan momentum ini. Sebab sangat sulit mendapatkan momentum ketika sudah berlomba,” lanjutnya.
Gejolak muda
Program ini tampak sukses jika mengacu time trial terakhir. Para perenang sukses memecahkan rekor catatan waktu pribadi dalam 14 nomor, meskipun belum melampaui rekornas. Catatan itu melebihi ekspektasi, mengingat tim renang sempat vakum sebulan pada awal tahun karena belum dapat instruksi melanjutkan pelatnas dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Tim renang AS selalu melakukan time trialkurang dari sebulan sebelum kejuaraan. Program itu kemudian diikuti tim Australia pertama kali pada Olimpiade Tokyo 2020.
Beberapa hasil terbaik bahkan dicapai oleh perenang muda, seperti Farrel Armandio Tangkas (21) dan Flairene Candrea (17). Farrel finis dengan waktu 55,59 detik di nomor 100 meter gaya punggung putra, sedangkan Flai, sapaan Flairene, mencatat 1 menit 3,71 detik di nomor 100 meter gaya punggung putri.
Selain melampaui catatan terbaik pribadi masing-masing, menurut tim pelatih, mereka juga berada di urutan teratas dalam peta persaingan Asia Tenggara. Artinya, Farrel dan Flai berpotensi meraih emas di Vietnam nanti. Mereka menjadi andalan bersama Siman di 50 meter gaya punggung dan Gagarin Nathaniel Yus di 50 meter gaya dada.
”Perenang muda memang banyak yang berkembang pesat. Mereka bisa seperti itu karena melahap semua program latihan berat yang diberikan Piper. Kami harap mereka akan tampil maksimal di SEA Games,” ujar Albert.
Kinerja Piper, yang dikenal sebagai pelatih spesialis jarak menengah, sempat diragukan akibat performa perenang jarak pendek menurun drastis di PON Papua. Namun, penurunan itu karena dia sedang fokus dalam program membangun daya tahan perenang.
Sang pelatih ingin membentuk ulang fondasi anak asuhnya setelah vakum selama pandemi Covid-19. Kondisi para perenang nasional saat itu berkisar 20-30 persen. Piper pun hanya menjadikan PON sebagai batu loncatan ke SEA Games. Hasil pembentukan fondasi itu mulai terlihat di time trial.
Lewat revolusi Piper, tim Indonesia datang dengan harapan besar ke Vietnam. Dengan bekal hasil di time trial, mereka berpeluang lebih sukses ketimbang SEA Games Filipina 2019 ketika hanya meraih 1 emas, 6 perak, dan 7 perunggu, meskipun perenang andalan Triady Fauzi Sidiq telah pensiun.
Keyakinan berprestasi itu turut dirasakan Siman. Satu-satunya peraih emas di Filipina itu tidak merasakan beban berlebih, seperti pada 2019 lalu. ”Sekarang, kan, banyak perenang muda yang juga ditarget emas. Jadi sudah dibagi tanggungannya. Lebih oke menurut saya kali ini,” katanya.
Sayangnya, tim asuhan Piper tidak bisa mengikuti total 40 nomor yang dilombakan. Mereka yang hanya berangkat dengan 17 perenang, tidak punya cukup tenaga untuk turun di seluruh nomor. Adapun tim renang berharap bisa memberangkatkan 22 atlet, tetapi dibatasi kuota tim peninjau Kemenpora.
Seperti kata Piper, hasil time trial hanyalah modal besar mereka dari Jakarta. Tantangan terbesar justru mereka harus bisa menjaga performa puncak atlet hingga lomba.
”Apa yang sudah kami lakukan di sini tidak akan berarti jika tidak bisa menampilkan yang terbaik di Hanoi. Jadi, yang paling penting adalah hasil di SEA Games,” pungkasnya.
Bagi Piper, revolusi ini hanyalah bagian kecil dari mimpi besar mengantar perenang Indonesia berprestasi lagi di Olimpiade. Jalan itu masih sangat panjang. Langkah awal akan dimulai di Vietnam dengan sebuah pertanyaan, seberapa berhasil percikan revolusi itu terhadap prestasi tim Indonesia?