Chelsea memasuki periode terburuk di era Manajer Thomas Tuchel. Fondasi lini belakang kokoh yang menjadi identitas ”Si Biru” memudar karena kemasukan tujuh gol dalam dua laga terakhir.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
LONDON, KAMIS — Kekalahan 1-3 dari Real Madrid di laga pertama perempat final Liga Champions Eropa, Kamis (7/4/2022) dini hari WIB, di Stadion Stamford Bridge, Inggris membuat Chelsea semakin dalam di jurang krisis. Blunder yang dilakukan pemain lini belakang lagi-lagi menjadi penyebab ”Si Biru” tumbang di kandang. Itu adalah momen pertama Chelsea kalah dalam dua laga beruntun di bawah asuhan Thomas Tuchel.
Sebelum menderita di hadapan pemilik 13 gelar Liga Champions, Real Madrid, Chelsea juga dilibas Brentfrod, 1-4, pada laga kandang di Liga Inggris, Sabtu (2/4/2022). Alhasil, Chelsea sudah kemasukan tujuh gol dalam dua pertandingan terakhir.
Rata-rata kemasukan 3,5 gol per laga dalam dua pertandingan terakhir menghadirkan catatan pertahanan terburuk Chelsea sejak ditangani Tuchel, Januari 2021. Padahal, dalam 48 pertandingan sebelumnya di musim ini, Si Biru hanya rata-rata kemasukan 0,64 gol per laga.
Dengan catatan statistik itu, peluang Chelsea untuk mempertahankan trofi ”Si Kuping Besar” amat tipis. Sebab, kekokohan lini belakang menjadi resep utama Si Biru bisa membawa pulang gelar Liga Champions kedua pada edisi 2020-2021.
Pada fase gugur Liga Champions musim lalu, kiper Chelsea, Edouard Mendy, hanya satu kali memungut bola dari gawangnya. Chelsea melalui enam dari tujuh laga sejak laga pertama babak 16 besar hingga final tanpa kemasukan.
Menurunnya performa bertahan Chelsea itu membuat Tuchel geram. Ia kehilangan ketenangan ketika menghadapi pertanyaan dari awak media di agenda konferensi pers seusai pertandingan. Senyum yang selama ini hadir dari wajah Tuchel berubah menjadi raut kekesalan.
”Sangat krusial bagi kami untuk bangkit saat menghadapi Southampton pada laga selanjutnya. Jika tetap bermain seperti ini, kami akan kalah di Southampton dan akan dihancurkan di (Stadion Santiago) Bernabeu,” kata Tuchel kepada BT Sport.
Ia menambahkan, anak asuhnya melakukan kesalahan dalam seluruh aspek di permainan pada laga pertama perempat final itu. Menurut Tuchel, performa di babak pertama adalah penampilan terburuk yang pernah ditampilkan skuadnya.
Jika tetap bermain seperti ini, kami akan kalah di Southampton dan akan dihancurkan di (Stadion Santiago) Bernabeu.
”Seluruh hal tidak berjalan dengan standar yang kami inginkan. Tidak hanya bagaimana terbukanya pertahanan kami, tetapi kami juga tidak melakukan sesuatu yang tepat tentang di mana kami mengoper, bagaimana kami mengoper, dan kapan kami mengoper,” kata Tuchel.
”Saya tidak mengerti kenapa kami seperti ini setelah jeda internasional. Ini adalah ulangan penampilan kami di babak kedua melawan Brentford. Dalam lima hari, kemasukan tujuh gol adalah tanda bahaya,” ujar Tuchel.
Parade blunder
Dalam duel menghadapi Brentford dan Real, lini pertahanan Chelsea seakan tengah melakukan parade kesalahan. Empat gol yang dihasilkan ”Si Lebah”, julukan Brentford, dihasilkan karena kegagalan bek Chelsea menutup ruang di kotak penalti.
Puncaknya hadir pada gol keempat Brentford yang diawali miskomunikasi antara Antonio Ruediger dan Thiago Silva. Blunder kembali dilakukan Ruediger yang menjadi penyebab penyerang Real, Karim Benzema, mencetak gol ketiga saat babak kedua baru berjalan 46 detik.
Ruediger gagal menerima operan Mendy dengan baik. Di sisi lain, operan Mendy itu pun terlalu lemah sehingga membuka peluang bagi Benzema untuk merebut bola.
”Mendy dan Ruediger adalah pemain yang luar biasa dalam 18 bulan terakhir, tetapi mereka melakukan kesalahan pada gol ketiga Real,” ujar Joe Cole, legenda Chelsea.
Tidak hanya dua pemain itu, pemain belakang Si Biru lainnya, yaitu Thiago dan Andreas Christensen, juga gagal tampil layaknya tembok kokoh bagi Chelsea dalam satu tahun terakhir. Keduanya tidak mampu mengantisipasi pergerakan tanpa bola Benzema yang mengawali dua gol sundulan pada menit ke-21 dan ke-24.
Kai Havertz sempat menghadirkan harapan bagi Chelsea melalui gol di menit ke-40 setelah menerima umpan dari Jorginho. Namun, Chelsea gagal tampil efektif pada babak kedua.
Sebanyak 16 peluang yang dihasilkan Chelsea setelah turun minum tidak ada yang berbuah gol. Kondisi itu tidak lepas dari performa gemilang Thibaut Courtois, kiper Real.
Kiper tim nasional Belgia itu melakukan dua penyelamatan penting dari tembakan jarak jauh nan akurat dari Cesar Azpilicueta dan Reece James.
”Saya merasa buruk karena gol mereka (Chelsea). Saya berusaha menyentuh bola, tetapi itu tidak cukup untuk menghentikan bola masuk ke dalam gawang,” kata Courtois, yang tetap merasa belum puas karena bola hasil tendangan Kai Havertz gagal dimentahkannya, kepada Movistar.
Keseimbangan
Pelatih Real Madrid Carlo Ancelotti menuturkan, kemenangan timnya di Stamford Bridge didapatkan berkat keseimbangan yang ditampilkan Real ketika bertahan dan menyerang. Selain itu, Ancelotti juga memuji penampilan Benzema yang sekali lagi menunjukkan dirinya sebagai salah satu penyerang paling tajam saat ini.
Pada laga kedua perempat final melawan Paris Saint-Germain, 10 Maret lalu, penyerang asal Perancis itu juga menjadi sosok protagonis bagi ”Los Blancos”. Benzema menghasilkan hattrick yang membantu Real menumbangkan PSG 3-2 secara agregat.
”Kami memanfaatkan dengan baik ruang di lini pertahanan Chelsea. Dengan keberadaan Benzema dan Vinicius Junior, mereka menghadirkan bahaya melalu serangan balik cepat,” kata Ancelotti yang menyusul tiba di London sekitar sembilan jam sebelum peluit mulai laga itu.
Menurut Benzema, laga di Stamford Bridge itu adalah malam keajaiban kedua Real di Liga Champions musim ini setelah duel kedua kontra PSG. ”Hari ini kami menunjukkan kembali identitas Real Madrid yang sesungguhnya. Kami senang segala hal berjalan sempurna untuk kami sejak menit pertama,” katanya.
Benzema mencetak tiga gol ke gawang Chelsea dari empat tembakan yang dihasilkannya. Penampilan gemilang itu berbuah predikat pemain terbaik pertandingan tersebut. (AFP)