Di Balik Kontradiksi Nasib Gerrard dan Lampard…
Tiada yang menyangsikan, Steven Gerrard dan Frank Lampard sama-sama gelandang sukses di Liga Inggris, awal 2000-an. Namun, saat menjadi pelatih, Gerrard sejauh ini lebih gemilang dari Lampard. Ada apa di balik semua ini?

Adi Prinantyo, wartawan Kompas.
Gerrard bergabung di tim senior Liverpool sejak 1998 hingga 2015, menuntaskan 504 laga bersama The Reds dan membukukan 120 gol, dengan sekian tahun menjadi kapten. Sejumlah prestasi dia ukir di Liverpool kala itu, termasuk juara Liga Champions 2005, dua gelar juara Piala FA pada 2001 dan 2005, serta meraih trofi Piala Super Eropa 2001. Hanya satu gelar bergengsi belum diraihnya, yakni juara Liga Inggris.
Di sisi prestasi individual, Gerrard terpilih sebagai pemain terbaik Eropa, dalam penghargaan rutin UEFA Club Footballer of The Year 2005. Penghargaan ini hasil pilihan 16 pelatih dari 16 klub kontestan fase gugur Liga Champions tahun itu. Mencermati terpilihnya Gerrard pada 2005, itu seiring aksinya yang gemilang di Liga Champions, terutama pada final melawan AC Milan.

Steven Gerrard saat masih bermain untuk Liverpool.
Kala itu, dipandu pelatih Rafael Benitez, The Reds yang ketinggalan 0-3 di babak pertama secara dramatis menyamakan skor menjadi 3-3 di babak kedua. Gerrard dan kawan-kawan lantas menang adu penalti 3-2 atas Milan dan merebut trofi Liga Champions.
Di kalangan Liverpudlian, julukan fans Liverpool, kemenangan itu diingat sebagai ”Keajaiban Istanbul”, mengacu pada arena final, yaitu Stadion Olimpiade Ataturk di Istanbul, Turki.
Baca juga: Gerrard Simbol Napas Baru di Inggris
Bagaimana dengan Lampard? Setelah memulai karier di Liga Inggris bersama West Ham pada 1995, Lampard direkrut Chelsea pada 2001. Sejak itu, lini tengah ”The Blues” selalu diwarnai kiprah Lampard, yang pernah tercatat sebagai salah satu gelandang dengan produktivitas gol tertinggi di masanya. Lampard bermain 429 kali untuk Chelsea, mencetak 147 gol.

Frank Lampard ketika masih membela Chelsea, awal April 2014.
Bersama ”The Blues”, Lampard meraih tiga trofi juara Liga Inggris, yakni pada 2005, 2006, dan 2010. Dua gelar juara level Eropa juga direbut, yakni kampiun Liga Champions 2012 dan Liga Europa 2013. Dalam pencapaian individual, Lampard dinobatkan sebagai gelandang terbaik Eropa pada 2008.
Sekejap mengkilap di Chelsea
Karier Lampard di dunia kepelatihan bisa disebut lebih mentereng ketimbang Gerrard, seiring penunjukannya sebagai pelatih Chelsea pada awal Juli 2019. Manajemen ”The Blues” terpikat dengan keberhasilan Lampard memoles Derby County di kancah Liga Championship, satu divisi di bawah Liga Primer. Pada musim pertamanya di Derby County, Lampard membawa tim asuhannya ke playoff Championship, setelah Derby bertengger di peringkat keenam klasemen akhir Championship 2018-2019.
Pada musim pertamanya di Chelsea, 2019-2020, Lampard mengantar tim asuhannya menduduki tangga keempat klasemen akhir. Hasil yang tidak mengecewakan. Terlebih, pada Oktober 2019 dia terpilih sebagai ”Manager of The Month”, seiring kemenangan semua laga ”The Blues” di bulan itu. Langkah Lampard seolah bakal mulus, ketika ia juga memandu tim asuhannya hingga final Piala FA, sebelum kalah dari Arsenal.
Baca juga: Misi Berat Frank Lampard

Frank Lampard saat melatih Chelsea, pertengahan Desember 2020.
Musim keduanya di Chelsea, diawali dengan perekrutan sejumlah pemain baru, seperti Kai Havertz, Timo Werner, dan Edouard Mendy.
Namun, meski mengawali musim dengan meyakinkan, Lampard menjalani hari-hari berat saat hanya menang dua kali dari delapan laga Liga Inggris.
Namun, meski mengawali musim dengan meyakinkan, Lampard menjalani hari-hari berat saat hanya menang dua kali dari delapan laga Liga Inggris. Tak heran, Chelsea terempas di tangga kesembilan klasemen.
Lampard lantas dicopot dari kursi pelatih Chelsea, akhir Januari 2021, hanya berselang 24 jam setelah ”The Blues” menang 3-1 atas Luton Town di Piala FA.
Berselang setahun kemudian, akhir Januari 2022, Lampard direkrut Everton sebagai pelatih, menggantikan Rafael Benitez yang kurang berhasil memoles ”The Toffees”. Namun, hingga awal Maret 2022, polesan Lampard juga belum terasa, seiring posisi Everton yang masih di tangga ke-17, hanya satu peringkat di atas zona degradasi. Harus diakui, walau sudah melatih dua tim Premiership, tetapi gaung Lampard belum terasa.
Berawal dari Akademi Liverpool
Perjalanan Gerrard agak berbeda. Sebelum kini menangani Aston Villa, Gerrard terlebih dulu melatih tim Akademi Liverpool (2017-2018), kemudian Glasgow Rangers (2018-2021) di Liga Skotlandia. Kehadirannya menangani Akademi Liverpool, antara lain berkat rekomendasi Pelatih The Reds Juergen Klopp dan Direktur Akademi Liverpool Alex Inglethorpe. Kedua manajer senior itu terkesan oleh etika Gerrard saat bekerja, pengetahuannya, juga sikapnya yang perfeksionis saat melatih pemain-pemain yunior Liverpool.
Hanya setahun di Akademi Liverpool, Gerrard dikontrak Rangers pada Mei 2018, setelah pemberhentian pelatih sebelumnya, Graeme Murty. Ia memulai karier di Rangers dengan cukup baik, saat membawa tim asuhannya menjalani 12 laga tanpa kalah di semua kompetisi. Musim pertamanya berakhir dengan posisi Rangers sebagai runner-up Liga Skotlandia, begitu juga musim kedua, 2019-2020.

Steven Gerrard berjalan di sekitar bangku pemain cadangan tim Glasgow Rangers, saat memandu tim asuhannya melawan Antwerp di Antwerp, Belgia, pertengahan Februari 2021. Rangers bertemu Antwerp di ajang Liga Europa.
Baca juga: Pulang ke Anfield, Gerrard Ingin Hadirkan Petaka
Dua kali mengakhiri kompetisi di tangga kedua, Gerrard mengantar Rangers tampil sebagai juara Liga Skotlandia musim 2020-2021.
Dua kali mengakhiri kompetisi di tangga kedua, Gerrard mengantar Rangers tampil sebagai juara Liga Skotlandia musim 2020-2021. Penampilan Rangers fenomenal dengan tak pernah kalah dalam 38 laga, yakni 32 kali menang dan enam kali imbang, mengemas 102 poin. Celtic, rival utama Rangers di posisi kedua dengan 77 angka, terpaut 25 poin.
Prestasi ini mengakhiri paceklik gelar Rangers selama 10 tahun di Liga Skotlandia, sekaligus menggagalkan Celtic merebut gelar juara liga 10 kali berturut-turut. ”Sangat sulit melukiskan apa yang terjadi kini. Ke depan bakal ada pencapaian-pencapaian lain. Ketika Anda juara, selalu ada pertanyaan, selanjutnya bagaimana, dan saya sangat bangga pada para pemain, yang pertama dan terutama. Mereka anggota terpenting di klub,” ujar Gerrard.
Bumi dan langit
Aston Villa kemudian meminang Gerrard, seiring kesuksesannya di Rangers. Pada 11 November 2021, legenda Liverpool itu menjadi pelatih Villa, menggantikan Dean Smith yang diberhentikan empat hari sebelumnya. Kedatangan Gerrard membuatnya bersaing dengan Lampard, yang menangani Everton sejak Januari 2022.
Berbeda dengan Lampard yang masih putar otak mengangkat Everton menjauh dari zona degradasi, Gerrard menikmati musim pertamanya melatih di Premiership. Hingga pekan ke-29, Villa bertengger di tangga kesembilan klasemen sementara.
Sejumlah hasil impresif juga diukir Villa, seperti kemenangan 3-0 atas Leeds United dan 4-0 atas Southampton. Tak ketinggalan, menang 1-0 atas Everton yang sekaligus memenangi duel melawan tim asuhan Lampard.
Sejumlah hasil impresif juga diukir Villa, seperti kemenangan 3-0 atas Leeds United dan 4-0 atas Southampton. Tak ketinggalan, menang 1-0 atas Everton yang sekaligus memenangi duel melawan tim asuhan Lampard.
Dari prosesnya, bagaimana Gerrard memasuki persaingan ketat kompetisi Liga Inggris, lebih gradual ketimbang Lampard. Ia lebih dulu mematangkan diri dengan melatih Rangers di Liga Skotlandia, dan terbilang berhasil, saat memandu Rangers juara liga di musim ketiganya.
Gerrard juga menolak kemungkinan mengisi posisi pelatih Newcastle United yang lowong, jelang musim 2019-2020. Pelatih kelahiran Merseyside, 30 Mei 1980, itu lebih memilih memastikan pembuktiannya di Rangers, yang lantas terwujud dengan gelar juara liga.

Aksi gelandang asal Brasil, Philippe Coutinho, saat bermain untuk Aston Villa, 9 Februari 2022. Kehadiran Coutinho di lini tengah Villa berkontribusi banyak bagi penampilan klub kota Birmingham itu di Liga Inggris musim ini.
Klub Liga Inggris yang pertama ditanganinya juga Aston Villa, bukan klub elite yang serba rumit. Klub semenjana seperti Villa tak terlalu banyak bintang sehingga untuk mengoptimalkan kemampuan mereka juga tak terlalu susah, bagi pelatih muda semacam Gerrard. Bahkan, Gerrard bak mendapat durian runtuh, kala Villa berkesempatan memainkan Philippe Coutinho, yang berstatus pemain pinjaman dari Barcelona.
Situasi sangat berbeda dialami Lampard, saat menangani Chelsea, dan kini Everton. Semasa di Chelsea, Lampard dikabarkan berselisih paham dengan Co-Director Chelsea Marina Granovskaia. Lampard merekomendasikan perekrutan sejumlah pemain, seperti Pierre-Emerick Aubameyang, Declan Rice, dan James Tarkowski. Saran itu tak direspons Granovskaia.

Pelatih Everton Frank Lampard (kanan) berusaha menghibur penyerang The Toffees” Anthony Gordon, setelah kekalahan Everton dari Crystal Palace dengan skor 0-4 pada perempat final Piala FA, 20 Maret 2022. Kegagalan melaju ke semifinal Piala FA memperberat beban Lampard, seiring posisi Everton yang kini masih di urutan ke-17 klasemen Liga Inggris atau hanya satu tingkat dari zona degradasi.
Chelsea dan beberapa klub papan atas Liga Inggris, seperti Manchester United dan Manchester City, juga Liverpool, Arsenal, dan Tottenham Hotspur, rentan konflik internal. Maklum, kucuran dana besar terhadap klub-klub itu kerap berkonsekuensi tuntutan tinggi pula terhadap para pelatih.
Tanda tanya besar mengiringi langkah berikut Lampard menangani Everton. Sabtu (2/4/2022) malam ini ”The Toffees” akan bertandang ke kandang West Ham. Bukan perkara mudah karena tim asuhan David Moyes juga sedang dalam performa baik, dan kini di tangga ketujuh klasemen. Bisakah Lampard memperbaiki suratan takdirnya?