Manchester United bak dikutuk mengalami krisis abadi. Prahara warisan era Ole Gunnar Solksjaer bertahan meski kursi manajer telah berpindah kepada Ralf Rangnick. Perombakan besar-besaran dinilai bisa menjadi solusi
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
MANCHESTER, SELASA – Manchester United ternyata tidak serta merta keluar dari krisis usai mendepak manajer Ole Gunnar Solskjaer. Krisis di MU berlanjut, meski kursi kepelatihan sementara beralih kepada Ralf Rangnick. Banyak pengamat berpendapat butuh perombakan besar-besaran di internal MU untuk mencegah krisis di tubuh klub menjadi abadi.
Di bawah arahan Solskjaer, MU menjelma menjadi tim semenjana. Sempat tampil perkasa di awal musim ini, performa “Setan Merah” menurun drastis dengan menelan lima kekalahan dari tujuh pertandingan liga. Rangkaian kekalahan itu menyebabkan MU sempat terlempar ke peringkat ketujuh klasemen sementara Liga Inggris.
Jajaran petinggi MU pun bergerak cepat dengan memecat Solskjaer pada November 2021, meski saat itu kontrak manajer asal Norwegia tersebut masih tersisa hingga Juli 2024. MU kemudian merekrut mahaguru sepak bola modern Jerman, Ralf Rangnick, sebagai manajer interim menggantikan Solskjaer. Rangnick diharapkan mampu mengatrol performa MU setidaknya hingga musim berakhir.
Meski telah ditangani Rangnick, yang dikenal sebagai peletak pondasi sepak bola modern Jerman dan filosofi gegenpressing, krisis di internal MU tetap bertahan. Rangnick sempat menerbitkan sebersit harapan di awal masa kepelatihannya. Saat itu, ia membawa MU melewati lima laga Liga Inggris tanpa kekalahan dengan dua kali imbang dan tiga kemenangan.
Performa MU mulai inkonsisten setelah itu. Krisis kembali mendera internal MU dengan serangkaian hasil negatif yang mereka raih. “Setan Merah” tersingkir secara prematur di putaran keempat Piala FA usai kalah adu penalti menghadapi tim Divisi Championships, Middlesbrough. Terbaru, MU menelan kekalahan telak 1-4 dari rival sekota mereka, Manchester City.
Kekalahan dari City membuat aroma krisis di internal MU kian menyeruak. Itu berpangkal dari penampilan para pemain MU yang tanpa semangat di babak kedua. Mereka dinilai sudah menyerah bahkan sebelum pertandingan berakhir.
“United menyerah di dalam derbi. Di pertandingan apa pun, itu tidak bisa dimaafkan,” ujar mantan kapten MU, Roy Keane, dikutip dari BBC, pada Selasa (8/3/2022).
Hasil mengecewakan itu tidak ayal berpotensi membuat krisis di internal MU semakin menguat. Kekalahan dari City memang menjadi kekalahan kedua Rangnick di Liga Inggris sejauh ini. Namun, MU saat ini kembali terpental dari posisi empat besar di klasemen sementara.
Sejumlah media Inggris melaporkan, para pemain MU menjadi semakin khawatir dengan krisis yang mendera tim mereka. Jika performa buruk itu berlanjut hingga akhir musim, MU akan kehilangan kesempatan untuk berlaga di Liga Champions Eropa pada musim depan. Hal itu dipercaya akan memicu krisis lainnya di MU.
Gagal mengamankan tempat di Liga Champions musim depan berarti akan menghambat peluang MU untuk merekrut pemain baru berkualitas. Mereka juga akan kesulitan membujuk pemain-pemain penting yang ada saat ini untuk tetap bertahan.
Diliputi ketidakpastian
Sejumlah analisis mengemuka mengenai penyebab penurunan performa para pemain MU akhir-akhir ini. Salah satu pendapat meyakini, kemerosotan performa MU disebabkan para pemain kecewa karena petinggi klub tak kunjung memberi kepastian terkait manajer permanen MU di musim depan.
Beberapa nama sempat dikaitkan dengan posisi Rangnick saat ini. Pelatih Paris Saint-Germain Mauricio Pochettino dan pelatih Ajax Amsterdam Erik ten Hag sempat mencuat sebagai calon pengganti Rangnick musim depan. Pekan lalu, Direktur Sepak Bola MU John Murtough mengatakan pembahasan sosok manajer permanen MU sedang berlangsung.
Baik Pochettino dan Ten Hag saat ini memiliki kontrak hingga 2023 dengan klub masing-masing. Selain itu, pertandingan laga kedua babak 16 besar Liga Champions akan segera dimulai.
Hal itu menyebabkan komunikasi langsung antara MU dengan mereka berdua pada tahap ini kemungkinan besar tidak mungkin terlaksana. Situasi tersebut menambah ketidakpastian di MU. Banyak pemain MU diisukan menjadi kecewa karena ketidakpastian terkait sosok manajer definitif mereka.
Anda harus mempertanyakan apakah banyak pemain yang ingin bertahan di Manchester United lagi. Ruang ganti mereka bagai tempat pembuangan sampah, yang dipenuhi pemain dengan ego besar.
Gelandang MU Scott McTominay enggan berbicara banyak terkait analisis penampilan buruk para pemain MU. Ia mengatakan, para pemain MU sekarang sedang mencoba berkonsentrasi untuk memenangkan 10 laga tersisa di Liga Inggris. Tominay mengakui performa buruk dan pemberitaan mengenai krisis di internal MU cukup mengusik fokus para pemain.
“Apa pun yang terjadi di belakang layar sama sekali tidak relevan. Kami harus tetap bersatu. Kami tidak bisa membiarkan hal seperti ini begitu merusak sehingga kami kurang percaya diri menghadapi pertandingan berikutnya,” katanya.
Di sisi lain, mantan penyerang Liga Inggris Chris Sutton menyebut MU kini berada dalam kekacauan total. Maka dari itu, skuad MU amat membutuhkan perombakan besar-besaran pada jendela transfer musim panas nanti.
"Tetapi, Anda harus mempertanyakan apakah banyak pemain yang ingin bertahan di Manchester United lagi. Ruang ganti mereka bagai tempat pembuangan sampah, yang dipenuhi pemain dengan ego besar,” kata Sutton.
Merujuk perkataan Sutton, artinya MU pantang kehilangan poin lagi di 10 laga tersisa. Kegagalan finis di posisi empat besar sekali lagi akan membuat krisis di MU semakin abadi. (REUTERS)