Bangun Pendekatan Industri dalam Pembangunan Olahraga Indonesia
Di zaman modern, Indonesia perlu segera mengubah pendekatan pembangunan olahraga nasional ke pendekatan industri. Kalau tidak berubah, kondisi olahraga nasional diyakini akan terus jalan di tempat dan kian tertinggal.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Untuk menuju era baru olahraga nasional, pendekatan pembangunan olahraga Indonesia harus berevolusi. Semua pemangku kepentingan olahraga Indonesia mesti satu pemikiran mengubah pola pikir dari orientasi bak buruh tani menjadi ke industri pertanian. Jangan lagi berpikir kapan bisa berprestasi tetapi apa dan bagaimana prestasi itu diciptakan.
Demikian diungkapkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam pembukaan Rapat Anggota Komite Olimpiade Indonesia (KOI) 2022 di Tangerang, Banten, Selasa (8/3/2022). Rapat tahunan itu dihadiri juga oleh petinggi KOI, 65 pengurus nasional cabang olahraga, dan perwakilan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Selama ini, pendekatan olahraga Indonesia masih sebatas buruh tani, bukan industri pertanian. Seperti buruh tani, kita masih berpikir kapan bisa menanam, bukan apa atau bagaimana yang akan ditanam.
”Selama ini, pendekatan olahraga Indonesia masih sebatas buruh tani, bukan industri pertanian. Seperti buruh tani, kita masih berpikir kapan bisa menanam, bukan apa atau bagaimana yang akan ditanam. Olahraga kita harus meninggalkan pendekatan konvensional tersebut. Tanpa perubahan, kita dapat begini-begini saja. Seperti buruh tani, kita hanya bertepuk tangan ketika panen atau saat mendapatkan prestasi atau sukses menyelenggarakan ajang (seperti Asian Games 2018 atau PON Papua/PON 2021). Setelah itu, tidak ada lagi,” ujar Suharso.
Suharso mengatakan, dalam pembahasan Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) sebelum disahkan dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 pada Peringatan Hari Olahraga Nasional ke-38, 9 September lalu, dirinya ingin ada kesatuan cara berpikir mengenai pendekatan industri itu tetapi tidak ketemu. Saat ini, DBON masih didominasi dengan pendekatan struktural dan formalitas.
”Padahal, kalau pendekatan industri berjalan, semuanya akan mengikuti. Itu bisa mendorong produktivitas dan prestasi. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan China, misalnya, kontribusi dari industri olahraga sangat besar (bagi perekonomian bukan hanya prestasi). Itu memberikan kemakmuran pula terhadap masyarakat atau UKM (industri kecil menengah). Jadi, semuanya tumbuh besar bersama, tidak menang sendiri,” katanya.
Memastikan kesejahteraan atlet
Melalui pendekatan industri, kata Suharso, Indonesia pun bisa mewujudkan kesejahteraan untuk atlet. Itu adalah esensi utama dari pembangunan olahraga, yakni mencapai prestasi dan memastikan atlet dapat penghargaan yang setimpal.
”Jangan sampai lagi ada atlet yang menderita, harus berjuang sendiri untuk melanjutkan hidup pascapensiun. Padahal, mereka yang banyak berkontribusi. Jadi, jaminan (kesejahteraan) itu bukan untuk cabang olahraga atau pengurusnya, melainkan bagi olahragawannya,” tutur Suharso.
Menurut Suharso, Indonesia berpeluang besar menjalankan pendekatan industri tersebut. Sebab, Indonesia memiliki modal infrastruktur yang cukup baik. Setidaknya, ada Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta yang menjadi warisan Asian Games 1962 dan Asian Games 2018. Ada juga arena-arena bekas PON di sejumlah daerah.
”Sekarang, saya harap Revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU 3/2005) memasukkan pasal-pasal yang menjamin pembangunan olahraga dengan pendekatan industri. Supaya, arena-arena megah yang dibangun tidak hanya memberi euforia sesaat dan menyebabkan warisan arena itu terbengkalai karena tidak ada pola pembangunan olahraga yang mengakar kuat,” terangnya.
Guna merealisasikan pendekatan industri itu, Suharso menyampaikan, pemerintah pusat pun berencana menyediakan lahan untuk pembangunan pusat olahraga baru di lokasi ibu kota negara baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. ”Mungkin nanti pembangunan pusat olahraga baru itu mirip dengan Kompleks GBK tapi dengan dukungan teknologi baru yang mendukung pendekatan industri. Itu diharapkan bisa mengembangkan olahraga nasional lebih baik,” ungkapnya.
Ide yang diusulkan Suharso itu mendapatkan sambutan positif sejumlah pihak dalam acara tersebut. Ketua Umum KOI Raja Sapta Oktohari menuturkan, dunia olahraga Indonesia butuh masukan-masukan baru seperti itu.
Tinggal sekarang, para eksekutornya selaras mewujudkan masukan tersebut, yakni dari kementerian lembaga terkait seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga hingga para pengurus cabor. ”Kami harap ada arahan dari Kepala Bappenas ini mendapatkan respon dan arahan yang lebih jelas dalam DBON ke depan,” ujarnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Kickboxing Indonesia (PP KBI) Ngatino mengutarakan, dirinya sepakat bahwa olahraga harus dibangun dengan pendekatan industri, antara lain dengan memperbanyak kejuaraan. ”Ini penting agar masyarakat semakin mengenal olahraga terkait dan memberikan gairah di pusat-pusat pelatihan olahraga bersangkutan (seperti kickboxing),” katanya.
Namun, tambah Ngatino, pendekatan industri itu sulit dicapai kalau tidak ada campur tangan atau dukungan kuat dari pemerintah. ”Maka itu, kami berharap semua pemangku kepentingan olahraga bisa bahu membahu merealisasikan industri olahraga ini, terutama untuk olahraga yang baru mau membangun. Kalau olahraga yang tidak perlu lagi menjual diri, maksudnya telah dikenal luas, mungkin tidak terlalu sulit,” jelasnya.