Mulai 2 Februari 2022, LADI lepas dari sanksi WADA. Namun, itu tak berarti Indonesia bisa terlena. Jerat sanksi terus menghantui jika tidak ada komitmen kuat mewujudkan LADI yang lebih independen dan profesional.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam pertemuan Komite Eksekutif Badan Anti-Doping Dunia atau WADA di Montreal, Kanada, Rabu (2/2/2022) waktu setempat, WADA mengumumkan, Lembaga Anti-Doping Indonesia telah dianggap mematuhi aturan. Maka itu, ancaman sanksi selama 1 tahun yang dijatuhkan pada 7 Oktober 2021 berkurang menjadi hanya 3,5 bulan.
”Ada tiga penyebab sanksi WADA kepada LADI, yakni komunikasi, administrasi, dan teknis. Semua sudah teratasi sehingga WADA melalui Head of The Compliance Unit mengirim surat kepada LADI, yang isinya LADI dinilai sudah memenuhi seluruh kewajibannya dan menunjukkan kemajuan yang signifikan. Dengan rekomendasi itu, WADA akhirnya mencabut sanksi kepada LADI lebih cepat pada 2 Februari,” ujar Ketua Satgas Percepatan Pencabutan Sanksi WADA Raja Sapta Oktohari dalam konferensi pers, Jumat (4/2/2022).
Terbebas dari sanksi itu menjadi kabar gembira sekaligus peringatan untuk Indonesia. Dengan begitu, Indonesia bisa kembali mendapatkan hak-haknya, mulai dari mengibarkan bendera Merah-Putih, mengumandangkan lagu ”Indonesia Raya”, menjadi tuan rumah kejuaraan internasional, hingga mengirim perwakilan di komite atau lembaga olahraga dunia.
Hal itu menjadi kabar positif karena Indonesia telah diagendakan menjadi tuan rumah sejumlah ajang internasional, antara lain MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, 11-13 Februari. Selain itu, Kejuaraan Dunia Menembak Grand Prix Rifle/Pistol di Jakarta, 8-18 Februari; Playoff Dunia Grup II Piala Davis di Jakarta, 4-5 Maret; dan Kejuaraan Bola Basket Piala FIBA Asia 2022 di Jakarta, 12-24 Juli.
Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Kejuaraan Dunia Panjat Tebing pada Oktober, dan Kejuaraan Dunia Esports di Bali, 20-27 November. Federasi Bulu Tangkis Dunia memasukkan Indonesia Master dan Indonesia Terbuka sebagai agenda tahun ini. Selain itu, Indonesia juga berencana menjadi tuan rumah pengganti ASEAN Para Games 2021 yang batal digelar di Vietnam, dan World Beach Games 2023.
”Jadi, yang menanti kepastian pencabutan sanksi dari WADA kepada LADI itu bukan cuma Indonesia, melainkan juga sejumlah organisasi olahraga internasional. Sanksi itu sempat mengganggu persiapan Indonesia menjadi tuan rumah beberapa ajang internasional. Dengan kepastian lepas dari sanksi itu, sekarang semua persiapan kembali ke jalurnya,” kata Okto, yang juga Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia tersebut.
Indonesia juga akan mengikuti beberapa kejuaraan, seperti SEA Games 2021 di Vietnam pada 12-23 Mei; Islamic Solidarity Games 2022 di Konya, Turki, pada 9-18 Agustus; Asian Games 2022 di Hangzhou, China, pada 10-25 September; dan Asian Youth Games 2021 di Shantou, China, pada 20-28 Desember.
Sanksi tetap menghantui
Namun, Indonesia tidak boleh terlena. Ancaman sanksi serupa terus menghantui jika tidak ada pembenahan serius dalam tubuh LADI dan dalam iklim antidoping nasional. Dalam tiga bulan ke depan, WADA akan meninjau langsung kinerja, organisasi, dan kantor LADI setelah berpisah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Yang menanti kepastian pencabutan sanksi dari WADA kepada LADI itu bukan cuma Indonesia, melainkan juga sejumlah organisasi olahraga internasional. Sanksi itu sempat mengganggu persiapan Indonesia menjadi tuan rumah beberapa ajang internasional.
”Jadi, kalau tidak hati-hati, kita (LADI dan Indonesia) bisa terkena lagi masalah yang sama ini. Untuk itu, kita harus benar-benar mewujudkan LADI baru yang mandiri, independen, dan profesional, serta bisa berkontribusi untuk dunia,” kata Okto.
Merujuk dari riwayat masalah doping nasional, sanksi yang diberikan WADA kepada LADI bukan baru kali ini terjadi. Pada 20 November 2016, WADA melarang lembaga yang dibentuk pada 6 Agustus 2004 itu beroperasi karena tidak mengikuti aturan pelaksanaan pengawasan dan program antidoping dunia.
Salah satu masalah klasik yang menghambat kinerja LADI adalah minimnya dukungan anggaran yang sempat membuat oragnisasi itu terancam bubar pada 2013. Padahal, dana untuk melakukan tes doping atlet di dalam dan luar kompetisi cukup besar, yakni mencapai Rp 5 juta per atlet.
Di samping itu, mereka memiliki tugas untuk melakukan edukasi atau sosialisasi untuk pencegahan atlet terjerat doping. Pemahaman minim akan hal itu mengakibatkan sedikitnya 14 atlet pada Pekan Olahraga Nasional Jawa Barat 2016 tersandung masalah tersebut.
Situasi kian pelik karena induk organisasi cabang olahraga nasional kurang aktif dalam menguji atletnya. Pada 2016, misalnya, yang rutin mengirim sampel doping hanya dua cabang, yakni PB PASI (atletik) dan PB PABBSI (angkat besi, angkat berat, dan binaraga).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat sekaligus Plt Ketua Umum PSSI 2016 Hinca IP Pandjaitan di Kompas, Selasa (12/10/2021), pernah mengatakan, WADA tampak seperti lembaga yang sangat sepele di mata masyarakat dan mungkin di mata para atlet dan negara. Padahal, eksistensi WADA sangat memengaruhi ekosistem olahraga suatu negara.
Reformasi LADI
Agar peristiwa serupa tak terulang, Kemenpora sudah menginisiasi reformasi LADI. Selain melakukan penyegaran dengan mengubah nama dari LADI menjadi IADO (Indonesia Anti-Doping Organization), struktur organisasi LADI telah dibersihkan dari pejabat yang selama ini rangkap jabatan sebagai staf Kemenpora atau pengurus cabang olahraga.
Kemenpora memasukkan pasal dan atau ayat terkait dengan doping dalam Revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional sesuai dengan arahan WADA. Sejauh ini, Tim Panja DPR sangat mendukung usulan tersebut. Lalu, anggaran LADI ditingkatkan sampai 1.800 persen dari sebelumnya.
Menpora Zainudin Amali menuturkan, sanksi dari WADA kepada LADI adalah momen yang sangat memalukan untuk dunia olahraga Indonesia. Maka itu, insiden serupa tidak boleh terulang. Mereka telah berkomitmen untuk mendorong LADI yang lebih mandiri, independen, dan profesional.
Selanjutnya, pihaknya berharap ada komitmen kuat dari para pengurus LADI memenuhi semua tanggung jawabnya. ”Para pemimpin pengurus cabang olahraga pun harus mendukung upaya melahirkan iklim antidoping nasional yang lebih baik. Selama ini, komunikasi antara LADI dan pengurus cabang olahraga tidak lancar. Bahkan, ada atlet yang mau diambil sampelnya justru lari. Seharusnya, pengurus cabang olahraga mendorong atlet untuk melakukan tes. Sebab, kalau jadi masalah, yang terimbas atlet dan cabang itu juga,” kata Zainudin.
Ketua Umum LADI Mustafa Fauzi menyampaikan, sanksi dari WADA membuka mata semua pemangku kepentingan bahwa banyak perubahan besar dan mendasar dalam peraturan antidoping dunia. Hal itu semua wajib disadari dan didukung para pemangku kepentingan nasional, bukan cuma LADI, melainkan pula pemerintah, pimpinan pengurus cabang olahraga, dan atlet.
Adapun LADI sudah menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah pengurus cabang olahraga agar mendukung realisasi rencana tes doping atlet tahunan. ”Paling tidak dalam tiga bulan ke depan, kami patut menunjukkan keseriusan LADI menjadi lebih baik dalam menjalani aturan antidoping dunia. Untuk tahun ini, ada 500 sampel yang bakal kami ambil,” ujarnya.