Christian Eriksen seakan kembali ke masa lalu dengan meniti karier sepak bola dari bawah. Bersama Brentford, Eriksen bereinkarnasi sekaligus mencoba menunda perpisahan dengan sepak bola.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·5 menit baca
Ketakutan menyelimuti seisi Stadion Parken di pusat kota Kopenhagen, Denmark, pada pertengahan Juni 2021. Christian Eriksen tiba-tiba tersungkur di atas lapangan kala hendak menerima lemparan ke dalam. Ia terjatuh dan tidak berdaya. Tiada napas kehidupan berembus dari tubuhnya. Sejak kejadian itu, hidup Eriksen tidak pernah sama lagi. Batas antara hidup dan mati dia rasakan amat tipis.
Eriksen dinyatakan mengalami gagal jantung (cardiac arrest) oleh tim dokter. Gagal jantung selama ini menjadi momok sekaligus maut bagi para pesepak bola. Beberapa pesepak bola pernah mengalami kejadian seperti Eriksen dan gagal melanjutkan karier sebagai pesepak bola.
Pemain klub Liga Italia, Livorno, Piermario Morosini, mengalami serangan jantung pada laga Serie B pada 2012 silam. Morosini tiba-tiba terjatuh saat mendekati kotak penalti timnya. Maut menjemput Morosini setibanya di rumah sakit.
Pada tahun yang sama, pemain Bolton Wanderers, Fabrice Muamba, mendadak terkapar di tengah lapangan kala menghadapi Tottenham Hotspur. Sebagaimana Eriksen, Muamba juga mengalami cardiac arrest. Nyawa Muamba juga mampu diselamatkan tim medis berkat penanganan resusitasi jantung.
Namun, karier Muamba berakhir sejak kejadian tersebut. Ia menyadari maut bisa saja kembali menyapanya sewaktu-waktu bila bermain sepak bola lagi. Tanpa pikir panjang, Muamba memutuskan gantung sepatu pada Agustus 2012.
”Saya hanya ingin berlibur, pergi, dan tidak mau menyangkutpautkan diri saya dengan sepak bola lagi. Saya tidak mau melihat sepak bola dan apa pun yang berkaitan dengan itu. Saya hanya ingin beristirahat,” ujar Muamba.
Berbeda dengan Muamba yang memilih pensiun sejak mengalami cardiac arrest, Eriksen masih bermimpi melanjutkan karier sepak bolanya. Walau hidupnya kini terbantu berkat alat pengatur ritme jantung.
Hanya saja, pukulan telak kembali diterima Eriksen seusai pulih. Bermimpi bisa kembali merumput bersama klubnya, Inter Milan, di Liga Italia, Eriksen terhalang oleh peraturan yang tidak memperbolehkan pesepak bola menggunakan alat pengatur ritme jantung ketika bertanding.
Inter pun mempersilakan Eriksen pergi jika ingin meninggalkan klub. Sejak itu, Eriksen berstatus tanpa klub.
Meniti karier
Untuk menjaga mimpinya sebagai pesepak bola, Eriksen meniti karier kembali dari bawah. Babak baru hidupnya seusai selamat dari maut dimulai. Ia seperti mengulang masa-masa awal ketika ia memulai karier sebagai pesepak bola saat masih belia.
Demi menjaga kebugaran dan sentuhan, pesepak bola 29 tahun itu berlatih bersama klub masa kecilnya di Denmark, Odense Boldklub. Selain itu, Eriksen juga berlatih di tim Jong Ajax yang dibesut mantan pemain timnas Belanda, John Heitinga. Di Ajax, ia menghabiskan masa akhir di level yunior pada 2008 hingga membela tim senior pada periode 2010 hingga 2013.
Hanya kecintaan terhadap sepak bola yang mampu memberi Eriksen kekuatan untuk memulai segalanya dari bawah. Meski berada di antara dan berlatih bersama pemain sepak bola yang jauh lebih muda di tim Jong Ajax, Eriksen menjalaninya dengan penuh semangat dan sepenuh hati.
Kecintaan Eriksen terhadap sepak bola sudah tumbuh saat dirinya berusia tiga tahun. Pada usia tersebut, Eriksen sudah bermain sepak bola di kampung halamannya di Middelfart, Denmark. Pada usia 15 tahun, bakat Eriksen tercium oleh Barcelona, AC Milan, dan Chelsea. Ketiga klub tersebut mengundangnya untuk mengikuti sesi seleksi.
Demi bisa dilirik tim-tim besar Eropa, ia hampir tidak pernah beristirahat selama menjalani undangan seleksi. Dia menambah porsi latihan walau waktu berlatih berakhir dan rekan-rekan setimnya sudah kembali ke asrama.
Pada waktu senggang, ia memilih tidak beristirahat dan justru menyempatkan diri menonton video-video pertandingan dari bintang sepak bola semacam Ryan Giggs, David Beckham, dan Zinedine Zidane. Dari video itu Eriksen menambah pengetahuannya terkait teknik bermain sepak bola.
Kesempatan kedua
Setelah melewati lorong yang gelap, Eriksen perlahan menemukan secercah cahaya. Manajer klub Liga Inggris, Brentford, Thomas Frank, tertarik menggunakan jasanya. Liga Inggris memang tidak melarang seorang pesepak bola bermain dengan menggunakan alat pengatur ritme jantung.
Manajemen Brentford menawari Eriksen kontrak selama enam bulan dengan opsi perpanjangan untuk musim berikutnya. Kesempatan itu tidak disia-siakan Eriksen. Ia pun mempersiapkan diri untuk mengikuti serangkaian tes kesehatan.
Bagi Eriksen, tawaran dari Brentford tidak boleh dilewatkan. Baginya, kesempatan ini bukan terkait kembali bermain dan menghasilkan uang. Dengan nama besar yang disandangnya, ditambah penghasilannya kala membela klub-klub besar Eropa seperti Tottenham Hotspur dan Inter, materi bukanlah menjadi tujuan utama Eriksen.
Lebih dari itu, Eriksen sangat membutuhkan klub untuk mengasah sentuhannya sekaligus merasakan kembali atmosfer pertandingan. Hanya dengan cara itu ia bisa mewujudkan keinginannya untuk bermain pada Piala Dunia 2022 Qatar.
Sejak mengalami gagal jantung, Eriksen belum pernah kembali mencicipi pertandingan resmi. Dengan kembali ke Liga Inggris dan berpartisipasi di Piala Dunia, Eriksen mencoba menunda perpisahannya dengan sepak bola.
Tujuan saya adalah bermain di Piala Dunia di Qatar. Itu sudah menjadi pola pikir saya selama ini. (Christian Eriksen)
”Tujuan saya adalah bermain di Piala Dunia di Qatar. Itu sudah menjadi pola pikir saya selama ini. Apakah saya akan dipilih (masuk timnas) adalah hal lain, tetapi itu adalah impian saya untuk kembali. Jadi, sampai saat itu saya hanya akan bermain dan membuktikan bahwa saya bisa kembali ke level yang sama,” katanya.
Berbekal cinta terhadap sepak bola, Eriksen menanggung segala konsekuensi. Ia sangat sadar risiko yang mungkin akan ia hadapi ke depan saat kembali aktif bermain. Bisa jadi ia tidak seberuntung dulu hingga bisa selamat dari maut. Bersama Brentford, Eriksen menemukan jalan untuk bereinkarnasi. (AFP/REUTERS)