Mayoritas klub IBL belum puas dengan pemain asingnya. Ada klub yang memberi waktu untuk beradaptasi, ada juga yang berniat segera mengganti pemain asing.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
Pebasket asing biasanya selalu membawa gelombang antusiasme ke liga bola basket tertinggi nasional, IBL. Dengan fisik dan teknik di atas rata-rata pemain lokal, mereka mampu memacu kualitas liga dari sisi kompetisi ataupun hiburan. Beberapa nama, seperti Gary Jacobs dan David Seagers, pernah mewarnai liga lewat dominasi mereka di lapangan.
Dampak besar itu belum begitu terasa pada awal musim IBL 2022. Bukannya menyokong pemain lokal, banyak dari mereka justru menjadi beban tim. Meredupnya sinar para pebasket asing bisa terlihat jelas pada seri 1 Jakarta, 15 Januari-22 Januari 2022, di Hall Basket Senayan.
Mayoritas klub IBL belum puas dengan performa pebasket asing mereka. Klub baru Rans PIK Basketball menjadi salah satunya. Dua pemain asing mereka, Hal Shane Heyward dan Jalil Abdul Bassit, baru menyumbang total rata-rata 19,7 poin dan 10 rebound selama empat laga awal. Mereka hanya mampu membawa tim debutan ini meraih satu kemenangan di seri 1.
Sorotan mengarah kepada Heyward. Pemain berposisi center ini pernah tampil di IBL 2020 bersama Satya Wacana Salatiga. Ketika itu, dia merupakan seorang mesin dobel-dobel dengan rerata 18,5 poin dan 12,8 rebound. Dominasinya belum terlihat sejauh ini. Bahkan, catatannya dalam poin dan rebound merosot dua kali lebih rendah pada awal musim ini.
Pada laga terakhir seri Jakarta, Heyward mengantar Rans menang atas Bumi Borneo Basketball Pontianak lewat sumbangan 15 poin, 11 rebound, dan 7 blok. Namun, penampilan hebat itu dikotori dengan 10 kali turnover yang nyaris membuat Rans kalah setelah unggul dua digit. Jumlah kesalahannya hampir menyamai total yang dilakukan pemain lawan, yaitu 12 turnover.
Bagi Rans, pengaruh minim itu merupakan alarm untuk perubahan. ”Dari pertandingan terakhir sih cukup (bagus), tetapi kami harus evaluasi satu seri ini. Kalau memang ternyata kurang, bisa saja diganti,” ucap asisten pelatih Rans, Parna Abrizalt Hasiolan.
IBL, sama seperti musim-musim sebelumnya, memperbolehkan setiap tim untuk mengganti pemain asing. Mereka bisa memanfaatkan kesempatan ini sebelum tenggat pada seri 5 Surabaya atau satu seri sebelum playoff.
Tak hanya tim debutan. Juara bertahan IBL, Satria Muda Pertamina Jakarta, juga belum puas dengan salah satu pemain asing, yaitu William Tinsley IV. Mantan pemain Prawira Bandung ini baru menghasilkan rerata 6,5 poin dan 6,2 rebound dari 15 menit bermain.
Ketika diturunkan, Tinsley tidak mampu mendampingi forward veteran Arki Wisnu untuk mendulang skor. Akurasi lemparannya hanya 33 persen, masih lebih rendah dibandingkan dengan musim 2020 bersama Prawira (45 persen). Dia sering menghilangkan momentum serangan tim.
Tinsley, pada laga terakhir seri Jakarta lawan Prawira, hanya dimainkan selama 7 menit oleh Pelatih Satria Muda Youbel Sondakh. Menurut Youbel, kontribusinya belum konsisten dibandingkan dengan pemain asing utama tim, Elijah Foster, yang mencatat rata-rata 15,7 poin dan 16 rebound serta akurasi lemparan 57 persen.
Bola basket bukanlah permainan individu. Anda harus memainkannya bersama. Karena itu, Anda butuh waktu untuk berkembang sebagai tim. Mereka sedang beradaptasi karena baru berlatih tiga hari.
”Jujur, sih, belum sesuai karena ekspektasi saya lumayan tinggi untuk dia. Semoga dia bisa memperlihatkan perkembangan di beberapa gim berikutnya. Seharusnya dua seri sudah cukup (untuk mempertimbangkan pergantian pemain),” ucap Youbel.
Tidak adil
Kembalinya pemain asing, setelah semusim absen dari IBL, memang tidak berjalan terlalu mulus. Mayoritas pemain belum siap tampil karena baru bergabung sekitar sepekan sebelum liga dimulai. Adaptasi sangat penting sebab banyak di antara mereka yang baru pertama kali bermain di Indonesia.
Bagi Pelatih Prawira David Singleton, tidak adil menilai pemain asing hanya dalam satu seri. ”Bola basket bukanlah permainan individu. Anda harus memainkannya bersama. Karena itu, Anda butuh waktu untuk berkembang sebagai tim. Mereka sedang beradaptasi karena baru berlatih tiga hari, juga belum ikut laga persahabatan sebelumnya,” ucap Singleton.
Hal serupa disampaikan oleh pemain asing Bumi Borneo, Randy Bell. Tantangan Bell lebih besar karena harus bermain di tim baru.
”Kami harus lebih harmonis sebagai tim dulu. Ini akan membaik seiring berjalannya waktu,” ucap pemain yang mencetak 26 poin saat melawan Rans itu.
Selain adaptasi dengan tim, pemain asing juga harus menyesuaikan diri dengan peraturan baru IBL. Musim ini, klub diberikan jatah masing-masing dua pemain impor, tetapi hanya satu pemain yang boleh berada di lapangan. Tekanan mereka pun lebih besar untuk ”menggendong” empat pemain lokal.
Menit bermain mereka pun tergerus drastis. Ketika masuk ke lapangan, para pemain asing ini harus benar-benar siap. Mereka tidak punya banyak waktu mencari ritme. Kenyataannya, mereka sering kali sudah diganti lagi sebelum menemukan ritme.
Problem pembagian menit bermain ini dirasakan betul oleh semifinalis musim lalu, Dewa United Surabaya. Mereka harus merotasi tiga pemain sekaligus karena memiliki satu pemain naturalisasi, yaitu Jamarr Johnson. Adapun pemain naturalisasi masuk dalam kategori pemain asing.
Alhasil, kontribusi mereka jauh dari maksimal. Waktu maksimal 40 menit harus dibagi tiga pemain. Jamarr, Most Valuable Player IBL 2021, bahkan hanya mendapat waktu bermain sekitar 6 menit setiap gim. Tiga pemain ini total berkontribusi hanya rerata 16 poin.
Kontribusi mereka kalah dibandingkan dengan trio pemain lokal, Xaverius Prawiro, Kevin Moses, dan Kaleb Ramot Gemilang, yang total menyumbang rata-rata 42,7 poin. Kata Pelatih Dewa United Andika Saputra, timnya masih mencari formula untuk pembagian menit bermain pemain asing dan naturalisasi.
Di antara tenggelamnya pemain asing, ada juga yang langsung menyetel dengan tim, seperti andalan NSH Mountain Gold Timikia, Shavar Tahlel Newkirk. Newkirk menggendong tim seorang diri dengan rerata 25,5 poin dan 10,7 rebound. Adapun satu pemain asing NSH lainnya, Mike Glover, belum tiba di Indonesia.
Meskipun dihadapkan pada realitas para pemain asing butuh adaptasi lebih, klub-klub tidak terlalu peduli. Mereka ingin menagih dampak instan dari pemain yang mayoritas berasal dari Amerika Serikat itu. Mereka berdalih, klub sudah mengeluarkan biaya besar untuk gaji dan akomodasi pemain.
”Kami mengambil impor pasti punya ekspektasi. Mereka pasti sudah profesional dengan segala rekam jejak yang bagus. Kami merasa kalau impor tidak bisa bantu, mau tidak mau ya diganti. Tidak berpikir itu adil atau tidak untuk mereka. Kami butuh bantuan mereka untuk menang dan memenuhi target tim,” kata asisten pelatih Bumi Borneo, Rimbun Sidahuruk.