Indonesia kalah telak 0-4 dari Thailand di final pertama Piala AFF 2020. Mimpi Indonesia mengangkat trofi pertama Piala AFF pun nyaris sirna. Namun, asa Indonesia belum pudar kalau bisa melakukan remontada di laga kedua.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia jatuh terempas dan terkapar seusai kalah 0-4 dari Thailand dalam laga pertama final Piala AFF 2020 di Stadion Nasional Singapura, Rabu (29/12/2021). Mimpi Indonesia untuk mengangkat trofi pertama Piala AFF pun nyaris sirna. Namun, asa tidak boleh benar-benar pudar.
Merujuk sejumlah laga sepak bola, beberapa tim pernah melakukan remontada atau membalikkan keadaan setelah kalah dalam pertemuan berikutnya. Peluang Indonesia mewujudkan remontada sejatinya sulit, tetapi tidak ada yang mustahil.
Remontada diambil dari kamus bahasa Spanyol yang artinya kembali. Kata itu menjadi tersohor dan identik dalam dunia sepak bola sejak klub Spanyol, Barcelona, sukses membalikkan kedudukan dari kalah 0-4 dari klub Perancis, Paris Saint-Germain (PSG), dalam laga tandang menjadi menang 6-1 dalam laga kandang sehingga mereka lolos ke babak delapan besar Liga Champions 2016/2017.
Setelah itu, remontada lekat sebagai istilah sepak bola. Bahkan, dilansir Marca, 19 Mei 2020, laga monumental antara Barcelona dan PSG itu menginspirasi kata remontada dimasukkan dalam kamus bahasa Perancis yang dicetak Larousse untuk edisi terbaru.
Dari laman Larousse.fr per 30 Desember 2021, remontada menjadi makna khusus dalam olahraga, khususnya sepak bola. Artinya, datang kembali dengan mengejutkan yang membuat tim yang kalah jadi menang meski punya selisih skor besar atau kemenangan mengejutkan tim atau pemain dalam suatu kompetisi.
Adapun Barca, selain pernah melakukan remontada, juga pernah menjadi korban remontada. Klub berjuluk ”Blaugrana” ini pernah menang 4-1 atas AS Roma dalam laga kandang, tetapi kalah 0-3 dalam laga tandang sehingga tersingkir di perempat final Liga Champions 2017/2018. Selain itu, mereka pernah menang 3-0 atas Liverpool dalam laga kandang, tetapi kalah 0-4 dalam laga tandang sehingga tersingkir di semifinal Liga Champions 2018/2019.
Akan tetapi, sejarah menunjukkan belum ada tim Asia Tenggara yang mempraktikkan remontada di final Piala AFF sejak berlaku sistem laga kandang-tandang dalam babak gugur pada 2004. Praktis hanya Thailand yang bisa membalikkan keadaan atas Indonesia dalam final Piala AFF 2016.
Namun, saat itu, skor kedua tim tidak berbeda mencolok. Thailand kalah 1-2 dari Indonesia dalam laga tandang di Bogor, Jawa Barat, 14 Desember, tetapi bisa menang 2-0 dalam laga kandang di Bangkok, Thailand, 17 Desember, sehingga mereka menang agregat 3-1 dan keluar sebagai juara.
Sisanya, hampir semua tim menang meyakinkan di final. Singapura menang atas Indonesia (3-1, 2-1) pada 2004, Singapura-Thailand (2-1, 2-1) pada 2007, Vietnam-Thailand (2-1, 1-1) pada 2008, Malaysia-Indonesia (3-0, 1-2) pada 2010, Singapura-Thailand (3-1, 0-1) pada 2012, Thailand-Malaysia (2-0, 2-3) pada 2014, dan Vietnam-Malaysia (2-2, 1-0) pada 2018.
Pada semifinal Piala AFF 2004, Indonesia secara ajaib bisa membalikkan kedudukan dari kalah 1-2 dari Malaysia dalam laga kandang menjadi menang 4-1 dalam laga tandang sehingga mereka lolos ke final.
Kendati demikian, Indonesia jangan langsung berkecil hati. Setidaknya, remontada pernah terjadi dua kali dalam semifinal Piala AFF yang salah satu pelakonnya adalah Indonesia. Pada semifinal Piala AFF 2004, Indonesia secara ajaib bisa membalikkan kedudukan dari kalah 1-2 dari Malaysia dalam laga kandang menjadi menang 4-1 dalam laga tandang sehingga mereka lolos ke final.
Satu momen lainnya dilakukan Malaysia. Pada semifinal Piala AFF 2014, Malaysia kalah 1-2 dari Vietnam dalam laga kandang, tetapi ”Harimau Malaya” bisa berbalik menang 4-2 dalam laga tandang sehingga mereka lolos ke final.
Beberapa remontada itu bisa menjadi inspirasi Indonesia untuk menciptakan keajaiban atas Thailand dalam laga kedua final Piala AFF 2020, Sabtu (1/1/2022). Akan tetapi, Indonesia harus nekat bermain terbuka dan terus berusaha mengurung Thailand. Cuma itu cara untuk mengejar defisit empat gol dari Thailand.
Berkaca remontada Barcelona atas PSG pada 2017, Barca mengubah taktik dari 4-3-3 dalam laga tandang menjadi 3-1-4-2 yang bertransformasi ke 3-1-6 dalam laga kandang. Hasilnya, mereka bisa terus menekan sehingga PSG tidak ada celah untuk berbalik menyerang. Selain unggul skor 6-1, secara statistik mereka mendominasi permainan dengan penguasaan bola 71 persen berbanding 29 persen dan menciptakan 20 peluang dengan 10 tembakan mengarah ke gawang berbanding delapan peluang dengan tiga tendangan mengarah ke gawang.
Hal serupa ditunjukkan Indonesia atas Malaysia pada 2004. Waktu itu, Indonesia yang biasa mengandalkan duet Boaz Solossa-Ilham Jaya Kesuma menjadi memasangkan tiga penyerang langsung, yakni Boaz, Ilham, dan Kurniawan Dwi Yulianto. Hasilnya, ketiga pemain itu bisa mencetak masing-masing satu gol sehingga membawa Indonesia berbalik unggul dari tertinggal 0-1 di babak pertama laga kedua semifinal menjadi unggul 4-1 di babak kedua laga tersebut.
Pelatih Indonesia Shin Tae-yong dilansir CNN mengatakan, kekalahan Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh jam terbang pemain yang minim. Skuad Indonesia dihuni oleh sebagian besar pemain muda yang baru pertama kali menjalani laga final suatu kompetisi.
Kondisi semakin sulit karena Indonesia kebobolan sangat cepat, yakni tertinggal 0-1 sejak menit kedua. Keadaan pun lebih sulit. Pemain lebih grogi sehingga tidak bisa mengembangkan permainan. ”Banyak pemain yang baru pertama kali ini main di final. Begitu babak pertama dimulai, kami kemasukan gol sangat cepat sehingga mempersulit kami sendiri,” terang Shin.
Di sisi lain, Indonesia yang minim peluang tidak bisa mengoptimalkan peluang yang ada menjadi gol, terutama di babak pertama. Andai bisa menjaringkan gol dan menyamakan kedudukan, Shin cukup yakin hasil akhir laga bisa lebih baik.
Terlepas dari itu, Shin siap memperbaiki tim untuk mendapatkan hasil lebih baik dalam laga kedua final. ”Saya akui Thailand memang sempurna dan kami banyak kekurangan. Saya akui kekalahan ini dan kami bakal mempersiapkan diri untuk laga selanjutnya,” ungkap pelatih asal Korea Selatan tersebut.
Sementara itu, Pelatih Thailand Alexandre Polking dikutip Aseanfootball.org menyampaikan, kemenangan besar itu menjadi keuntungan besar untuk timnya. Kendati demikian, pelatih keturunan Brasil-Jerman ini menganggap kompetisi belum berakhir karena masih ada satu laga lain.
”Kami harus membuat pesta lebih besar untuk memastikan trofi Piala AFF 2020 bisa dibawa kembali ke Thailand,” ujarnya.