Lompatan mengejutkan lifter Rahmat Erwin Abdullah di Kejuaraan Dunia menghadirkan asa lahirnya ikon baru angkat besi nasional. Dengan usia baru 21 tahun, sang lifter muda dinanti masa depan cerah.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lifter nasional Rahmat Erwin Abdullah (21) hanya butuh setahun untuk melompat dari status juara Asia yunior menjadi juara dunia senior kelas 73 kilogram. Dalam tahun pertama usia senior, dia langsung menyabet dua emas Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2021 di Tashkent, Uzbekistan. Lompatan pesat ini memperlihatkan potensi sesungguhnya sang lifter muda.
Tampil sebagai nonunggulan, Rahmat menyabet dua gelar juara dunia lewat total angkatan 343 kg dari snatch 151 kg dan clean and jerk 192 kg, pada Jumat (10/12/2021) malam. Dia meraih emas dalam kategori total angkatan dan clean and jerk.
Prestasi puncak di level senior tersebut datang amat cepat. Pada Februari 2020, Rahmat baru saja menyapu bersih tiga gelar juara dunia yunior di Tashkent, yang juga diikuti pemecahan rekor di total angkatan dan clean and jerk. Berselang setahun, dia kembali ke Tashkent untuk merajai level senior.
”Saya mencoba tampil santai, cuma melakukan yang terbaik saja, seperti di latihan selama ini. Hasil ini sangat memuaskan karena ambisi saya memang jadi juara dunia. Sangat senang bisa membuat lagu Indonesia Raya berkumandang, meskipun tidak boleh ada bendera Merah Putih,” ucap Rahmat saat dihubungi pada Sabtu, dari Jakarta.
Kata Rahmat, pengalaman meraih medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 berpengaruh besar dalam dirinya. Dia punya kepercayaan diri lebih ketika berhadapan dengan lifter senior dunia. ”Saya berasa dalam diri sudah di level Olimpiade. Jadi harus bisa kasih nama bagus di kejuaraan mana pun. Ada image yang harus dijaga,” lanjutnya.
Rasa percaya diri itu yang membuatnya mampu tampil tenang. Tanpa rasa ragu, Rahmat sukses mengeksekusi seluruh percobaan angkatan, tiga kali snatch (142 kg, 147 kg, dan 151 kg) dan clean and jerk (180 kg, 186 kg, dan 192 kg). Adapun total angkatannya naik 1 kg dibandingkan di Tokyo.
Pertarungan di kelas 73 kg berlangsung dramatis. Dua emas Rahmat baru bisa dipastikan setelah angkatan clean and jerk terakhir. Selain hasil latihan dan percaya diri, Rahmat bisa menciptakan kejutan juga berkat strategi brilian dari sang pelatih yang juga merupakan ayahnya sendiri, Erwin Abdullah.
Erwin melihat anaknya punya peluang lebih besar meraih medali di clean and jerk. Dia pun tidak memforsir Rahmat pada angkatan snatch. Rahmat hanya berada di peringkat ke-5 pada angkatan snatch, tertinggal 5 kg dari peringkat pertama asal Albania, Calja Briken.
Strategi itu justru sukses memancing lawan. Briken yang merasa unggul jauh, mencari aman pada angkatan clean and jerk. Dia menurunkan angkatan pertamanya dari 185 kg ke 182 kg. Akibat penurunan itu, Briken dan Rahmat mengangkat berat yang sama di percobaan kedua, 186 kg.
Angkatan ketiga clean and jerk mengubah segalanya. Briken gagal mengangkat percobaan terakhir seberat 190 kg. Rahmat, sebagai lifter terakhir, mengambil kesempatan untuk merebut dua emas sekaligus lewat percobaan angkatan 192 kg. Aksi pamungkas itu membuat Rahmat melampaui total angkatan Briken, 342 kg.
”Kami sudah yakin Rahmat bisa menang di clean and jerk. Sejak di pemanasan biasanya kemampuan lifter bisa dibaca. Kami lihat dia bisa. Makanya, saya berani memasang angkatan (yang naik) cukup tinggi. Bahkan tadinya kami ingin coba pecahkan rekor dunia 199 kg,” jelas Erwin, yang juga merupakan mantan lifter nasional.
Menurut Erwin, prestasi Rahmat di level senior lebih cepat daripada ekspektasinya. Umumnya, lifter yang baru terjun ke senior butuh adaptasi beberapa tahun sebelum bisa bersaing. Namun, semua tidak berlaku untuk Rahmat yang juga sempat mengejutkan dengan raihan perunggu di Tokyo.
Semua itu tidak lepas dari peran ayah yang sangat paham kondisi tubuh anaknya. Erwin tidak pernah memforsir angkatan yang belum bisa dicapai Rahmat. Prinsipnya, lebih baik gagal juara dibandingkan pulang dengan kondisi tidak sehat.
Pertumbuhan sang lifter muda sejak tingkat remaja hingga senior pun jadi sangat natural. Dia menunjukkan peningkatan konsisten, lalu mencapai titik puncak pada waktu yang tepat, bukan gugur sebelum waktunya.
”Banyak sekali lifter yang juara di yunior, tetapi begitu di senior hilang begitu saja. Semua itu karena terlalu diforsir sejak kecil. Efeknya dia tidak bisa bertahan lama. Saya tidak pernah memaksakan Rahmat. Yang penting dia bisa latihan dengan baik, sehat, lalu berangkat kejuaraan untuk menimba pengalaman. Jangan pernah dipaksa,” pungkas Erwin.
Di sisi lain, Rahmat merasa keberadaan sang ayah sangat membantunya. ”Kalau di pemusatan latihan, saya pasti lebih nurut dibanding yang lain. Karena kalau ngelanggar jatuhnya kualat. Kalau pas kejuaraan, saya jadi yakin di setiap angkatan karena bapak sangat menguasai olahraga ini. Ada kebanggaan juga bisa berprestasi bersama bapak,” tutur Rahmat.
Lompatan berikutnya
Berkat penampilan sempurnanya, Rahmat menyumbang emas pertama untuk Indonesia di Kejuaraan Dunia. Tim ”Merah Putih” tetap mampu bersinar di tengah absennya lifter andalan, Windy Cantika Aisyah, akibat cedera.
Pelatih kepala pemusatan latihan nasional angkat besi, Dirdja Wihardja, berharap Rahmat bisa menjadi andalan Indonesia pada masa mendatang. Rahmat ditargetkan untuk meraih prestasi tertinggi di Asian Games Hangzhou 2022.
Di Hangzhou, Rahmat akan menghadapi persaingan yang lebih berat dibandingkan saat Kejuaran Dunia. Dia akan kembali bertemu dengan lifter-lifter China yang tidak tampil di Tashkent.
”Pasti puncaknya untuk tahun depan Asian Games. Kami yakin ada kesempatan untuk mencuri prestasi di kandang macan (China). Lifter China memang kuat, tetapi masih ramai, kami bisa bersaing (dengan Rahmat),” kata Dirdja.
Salah satu lifter andalan China adalah peraih emas di Tokyo, Shi Zhiyong. Dia mencatatkan total angkatan 364 kg ketika mengalahkan Rahmat di Olimpiade. Jika dilihat dari angkatan saat ini, Rahmat masih punya banyak pekerjaan rumah untuk tahun depan.