Bintang-bintang Tenis Dukung WTA Keluar dari China
Atlet tenis putri China, Peng Shuai, telah kembali muncul di publik. Akan tetapi, keberadaan dan keselamatannya tetap tidak diketahui. WTA pun memutuskan meninggalkan China.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
SAINT PETERSBURG, KAMIS — Asosiasi Tenis Wanita atau WTA memutuskan meninggalkan China dengan alasan negara tersebut tidak menuntaskan kasus pelecehan seksual terhadap atlet tenis putri Peng Shuai (35). Bahkan, keberadaan dan keselamatannya juga tidak diketahui hingga sekarang. Keputusan ini dipuji oleh para petenis tingkat dunia.
Pengumuman itu disampaikan Ketua WTA Steve Simon di markas pusat WTA yang berada di kota Sint Petersburg, Negara Bagian Florida, Amerika Serikat, pada Rabu (1/12/2021). ”Kami masih ragu dengan keselamatan Peng Shuai karena tidak ada bukti bahwa ia tidak berada di bawah tekanan,” katanya.
Kasus pelecehan yang terjadi kepada Peng, pemenang Wimbledon dan Grand Slam periode 2013-2014, ini pertama kali mencuat di publik ketika ia menulis unggahan di media sosial Weibo pada 2 November. Menurut Peng, selama sepuluh tahun ia mengalami intimidasi dan pelecehan seksual oleh Zhang Gaoli (75) yang merupakan mantan Wakil Perdana Menteri China.
Setengah jam setelah mengunggah pesan itu, akun media sosial Peng hilang. Ia pun juga lenyap selama dua pekan. Setelah itu, muncul video-video yang disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi Pemerintah China menunjukkan Peng sedang makan di restoran dan saat ia melakukan telewicara dengan Ketua Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach. Pesan di video itu adalah Peng baik-baik saja.
Namun, warganet dan WTA tidak menelan bulat-bulat hal yang dilakukan Pemerintah China ini. Mereka menuntut agar kasus pelecehan yang dialami Peng segera ditangani. Zhang Gaoli yang hingga kini juga menghilang juga harus dihadapkan ke hukum secara terbuka. Jangan sampai kasus ditangani diam-diam dan masyarakat diminta menerima dengan lapang dada hanya karena Peng sudah tampil di media arus utama negara tersebut.
”Hingga kini, walaupun Peng beberapa kali disiarkan oleh media China kegiatannya, lokasi tempat ia berada tidak diketahui. WTA tak akan membiarkan para atlet bertanding di negara yang bahkan tidak bisa menjamin keselamatan atlet sendiri ataupun memastikan ia tidak berada di bawah tekanan,” tutur Simon.
Ia turut menekankan bahwa keluarnya WTA dari China ini bukan salah Peng. Justru ini menunjukkan dukungan WTA kepada Peng dan korban-korban kekerasan seksual. WTA kemungkinan besar harus membayar denda hingga ratusan juta dollar AS kepada China karena negara ini adalah pasar terbesar WTA. Terakhir kali, WTA mengadakan pertandingan di China pada tahun 2019. Akan tetapi, Simon menjelaskan bahwa hal itu tidak sepadan dengan menganggap kasus serius, seperti kekerasan seksual, akan selesai dengan sendirinya.
Petenis putra nomor satu dunia, Novak Djokovic, mendukung keputusan WTA. Menurut dia, ini adalah langkah yang berani dan terhormat. Ia mencuit di Twitter dan mengatakan bahwa WTA menorehkan sejarah yang benar. Legenda hidup tenis putri, Billie Jean King, yang merupakan salah satu pendiri WTA juga menyuarakan dukungan.
Mantan petenis putri nomor satu dunia, Martina Navratilova, bahkan menyuarakan komentar yang pedas terhadap IOC. Sejauh ini, IOC tampak tidak bereaksi terhadap kasus Peng. Mereka diduga takut gagal menyelenggarakan Olimpiade Musim Dingin 2022 di China. ”Apakah IOC berani mengambil tindakan yang tepat? Kalau iya, suaranya tidak terdengar,” cuit Navratilova.
Ucapan serupa juga diutarakan oleh Pam Shriver, petenis putri nomor tiga dunia pada tahun 1984. Ia menantang organisasi-organisasi keolahragaan lainnya mengambil langkah serupa. Ia meminta lembaga-lembaga hak asasi manusia dan politik internasional bergabung dengan WTA menyuarakan keadilan bagi Peng. Sejauh ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa, Pemerintah AS, dan Pemerintah Inggris sudah memberi dukungan.
Sementara itu, Pemerintah China menganggap reaksi dunia terhadap kasus Peng terlalu berlebihan. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam jumpa pers pada Kamis (2/1/2021) mengatakan ini adalah taktik negara-negara Barat mempolitisasi kasus di dalam negeri China guna merusak kredibilitas China. Kasus yang menimpa Peng ini adalah kasus kekerasan seksual yang melibatkan pejabat pemerintah pertama yang terungkap kepada publik.
Para pengamat politik China menerangkan, Partai Komunis China tidak akan membiarkan skandal mencoreng reputasi mereka. Oleh sebab itu, kemungkinan yang akan terjadi ada dua. Pertama, memperbanyak penampilan Peng di muka umum agar masyarakat melupakan kasus ini. Kedua, menangani kasus ini dan mendisiplinkan Zhang Gaoli secara diam-diam di dalam partai.
Alasannya karena apabila Zhang diselidiki dan diadili secara terbuka seperti rakyat jelata akan menurunkan kewibawaan partai. Kedua kemungkinan ini sama-sama membuat publik pesimistis terhadap keadilan yang akan diterima oleh penyintas kekerasan seksual. (Reuters/AF)