Para pemain bulu tangkis membicarakan jadwal turnamen yang terlalu padat menjelang pada paruh kedua 2021. Mereka mengeluh mengalami kelelahan dan cedera karena padatnya jadwal pertandingan.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
Akibat pandemi Covid-19 yang membatalkan banyak turnamen bulu tangkis pada 2020, agenda pun menumpuk pada 2021. Topik ini akhirnya dibicarakan atlet di sela Festival Bulu Tangkis Indonesia di Bali.
Ganda putra nomor satu dunia, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, membahas masalah tersebut setelah menjalani babak pertama SimInvest Indonesia Terbuka BWF World Tour Super 1000. Dalam pertandingan melawan Keiichiro Matsui/Yoshinori Takeuchi (Jepang), pada hari pertama kejuaraan, Selasa (23/11/2021), di Bali International Convention Center, Kevin/Marcus menang 12-21, 21-18, 21-15.
Mereka menjalani pertandingan tersebut dengan tubuh yang sangat lelah setelah menjalani final Daihatsu Indonesia Masters Super 750, dua hari sebelumnya. Saat itu, Kevin/Marcus kalah dari Takuro Hoki/Yugo Kobayashi, 11-21, 21-17, 19-21.
Babak pertama Indonesia Terbuka pun berjalan dengan irama permainan cenderung lambat. Tak ada serangan eksplosif dari ganda berjulukan ”Minions” itu, saking lelahnya.
”Kami bersyukur bisa melewati pertandingan hari ini. Saya rasa, BWF tidak adil memperlakukan kami seperti robot. Setelah final Minggu dalam laga ketat, kami harus bermain babak pertama, hari ini. Waktu istirahat hanya sehari pastinya kurang,” ujar Kevin, yang membuka wawancara di mixed zone dengan komentar tersebut.
Selain Kevin/Marcus, atlet lain yang tampil dalam final Indonesia Masters dan menjalani babak pertama Indonesia Terbuka, pada Selasa, adalah Kento Momota, An Se-young, Akane Yamaguchi, dan Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai.
Kami bersyukur bisa melewati pertandingan hari ini. Saya rasa, BWF tidak adil memperlakukan kami seperti robot.
Turnamen bulu tangkis dengan jumlah 32 wakil dalam daftar undian berlangsung Selasa-Minggu, dengan babak pertama pada Selasa dan Rabu. Untuk turnamen Indonesia Terbuka, mereka yang bertanding pada Selasa adalah pemain-pemain yang berada pada paruh atas undian, sementara atlet pada paruh bawah undian memulai penampilan pada Rabu.
Biasanya, mereka yang tampil dalam final akan memulai turnamen pekan berikutnya pada Rabu, seperti yang diberlakukan dalam Denmark Terbuka (19-24 Oktober) yang berlangsung setelah Piala Thomas dan Uber (9-17 Oktober), serta Perancis Terbuka (26-31 Oktober) yang digelar setelah Denmark Terbuka.
Akan tetapi, aturan ini tidak berlaku dalam Festival Bulu Tangkis Indonesia, yang terdiri dari Indonesia Masters, Indonesia Terbuka, dan Final BWF 2021. Ini karena ketiga ajang tersebut berlangsung di satu tempat, yaitu ”gelembung” Nusa Dua, Bali.
Hal serupa terjadi dalam Thailand Terbuka I dan II, serta Final BWF 2020 yang digelar pada Januari 2021. Ketika ajang itu, juga, diselenggarakan dengan sistem ”gelembung” seperti di Bali. Greysia Polii/Apriyani Rahayu, yang menjuarai Thailand Terbuka I tampil pada hari pertama turnamen berikutnya karena menjadi bagian dari paruh atas undian Thailand Terbuka II.
Meski demikian, jadwal padat ini tetap menjadi perbincangan atlet. Tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, dan Lee Zii Jia (Malaysia) membahas padatnya jadwal turnamen ketika menjadi bintang tamu dalam podcast atlet Denmark, Anders Antonsen.
Antonsen, bersama rekannya, Hans-Kristian Solberg Vittinghus, mengemukakan pendapat, BWF seharusnya bisa menggelar turnamen BWF Super 750 dan 1000 selama delapan hari, alih-alih enam hari. Ini serupa dengan Grand Slam dalam tenis yang berlangsung lebih lama, yaitu dua pekan, dibandingkan dengan turnamen berlevel lebih rendah.
Anthony memberi contoh jadwal yang digunakan dalam Olimpiade ketika pemain memiliki jeda waktu di antara beberapa babak. ”Saya rasa, sangat penting bagi atlet agar jangan sampai cedera karena tubuh adalah investasi atlet. Selain itu, dengan jadwal lebih panjang, saya rasa atlet bisa memperlihatkan penampilan lebih baik di lapangan,” ujar Anthony.
Akibat perubahan jadwal pada musim kompetisi 2020, atlet terbebani dengan jadwal teramat pada pada tahun ini. Selain turnamen rutin dan agenda yang harus dijalani pada 2021, seperti Piala Sudirman dan Kejuaraan Dunia, mereka mendapat jadwal tambahan yang merupakan limpahan dari 2020, yaitu Olimpiade serta Piala Thomas dan Uber.
Ditambah dengan masa karantina pada masa pandemi, para pebulu tangkis harus meluangkan waktu lebih lama untuk mengikuti turnamen. Pada rangkaian turnamen di Thailand dan Indonesia, atlet harus berada di tempat sekitar sepekan sebelum kejuaraan dimulai.
Sebelum tampil di Bali, mereka berada di Eropa selama tujuh hingga delapan pekan untuk mengikuti empat hingga lima turnamen sejak pekan terakhir September. Setelah jeda, maksimal, dua pekan, pebulu tangkis top dunia beralih ke Bali. Menjelang akhir tahun, mereka kembali harus menjalani ajang besar, yaitu Kejuaraan Dunia di Huelva, Spanyol, 12-19 Desember.
Akibat jadwal padat ini, tak sedikit pemain yang mengalami cedera. Kento Momota tampil di Perancis Terbuka dengan cedera punggung dan akhirnya mundur pada semifinal. Dia, bahkan, tak berhak mendapat poin karena berhadapan dengan sesama pemain Jepang, Kanta Tsuneyama.
Anthony dan Jonatan Christie tak bisa menyelesaikan penampilan di Denmark Terbuka, juga, karena cedera punggung. Anthony mundur pada babak pertama, sementara Jonatan pada perempat final.
Tunggal putri Korea Selatan, An Se-young, bahkan, tak bisa menyelesaikan final Denmark Terbuka ketika berhadapan dengan Akane Yamaguchi dan kalah, 21-18, 23-25, 5-16. Adapun di Indonesia Masters, Lee Zii Jia mengundurkan diri pada babak pertama karena cedera punggung dan kelelahan.
”Ini tidak hanya cedera punggung, seluruh tubuh saya juga lelah,” kata pemain Malaysia yang akhirnya tersingkir pula pada babak pertama Indonesia Terbuka. Dia dikalahkan Rasmus Gemke, 21-13, 23-25, 16-21.