Dengan jadwal pandat pada 2022, tim lari cepat atletik nasional berharap ada tambahan pelari baru di pelatnas. Tanpa tambahan, sulit bagi tim saat ini untuk mengarungi semua kejuaraan yang ada dengan maksimal.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·6 menit baca
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Pelari cepat senior, Bayu Kertanegara (kiri), dan yuniornya berlatih di Stadion Madya Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/11/2021). Dengan jadwal padat sepanjang 2022 mendatang, tim lari cepat atau sprint pemusatan latihan nasional Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia menanti tambahan atlet baru untuk memperkuat tim Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Dengan jadwal padat sepanjang 2022 mendatang, tim lari cepat atau sprint pemusatan latihan nasional Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia menanti tambahan atlet baru untuk memperkuat tim Indonesia. Tanpa tambahan atlet, tim disinyalir kewalahan mengikuti perlombaan-perlombaan nasional dan internasional yang akan bergeliat kembali.
”Karena cukup banyak kejuaraan tahun depan dari yang terbuka sampai ajang multicabang (SEA Games Vietnam 2021, Asian Games Huangzho 2022, Islamic Solidarity Games Konya 2022, dan Asian Youth Games Shantou 2021), kami butuh tambahan pelari. Itu agar tim bisa maksimal dalam mengikuti setiap kejuaraan. Apalagi setiap gelaran ada banyak nomor perlombaan yang bisa diikuti,” ujar pelatih sprint pelatnas PB PASI, Eni Nuraini, saat ditemui, Selasa (2/11/2021).
Eni, yang kini lebih fokus melatih tim sprint putra, mengatakan, saat ini, anggota timnya cenderung minimalis yang berjumlah enam orang. Mereka adalah Lalu Muhammad Zohri, Bayu Kertanegara, Wahyu Setiawan, Sudirman Hadi, Adith Rico Pradana, dan Adith Rici Pradana. Mereka hanya dilapisi oleh tiga pelari yunior. Padahal, sewaktu era kepemimpinan mendiang mantan Ketua Umum PB PASI Bob Hasan, jumlah tim sprint putra berlimpah mulai dari level senior, yunior, hingga remaja.
Dengan jumlah minimalis itu, lanjut Eni, tim bakal kesulitan menghadapi banyaknya kejuaraan tahun depan. Karena itu, tim butuh suntikan tambahan pelari. Dari evaluasi Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021, ada tiga pelari daerah yang diharapkan bisa ditarik ke pelatnas.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sprinter putra NTB, Lalu Muhammad Zohri, menjuarai final 100 meter putra cabang atletik PON Papua 2021 di Stadion Atletik Mimika Sport Complex, Kota Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (6/10/2021). Dalam final nomor ini, pelari putra NTB, Lalu Muhammad Zohri, menjadi juara dan menyabet medali emas dengan catatan waktu lari 10,46 detik. Medali perak diraih pelari NTB, Sudirman Hadi. Adapun medali perunggu diraih oleh pelari Kalimantan Tengah, Eko Rimbawan.
Mereka terdiri dari dua pelari Jawa Timur, yakni Prasha Riski Kusuma untuk nomor 100 meter dan 200 meter, serta Geraldo Yehezkiel di 200 meter. Pelari lainnya adalah pelari Kalimantan Tengah sekaligus skuad inti tim estafet 4 x 100 meter Indonesia yang meraih perak Asian Games 2018 Jakarta-Palembang, Eko Rimbawan. ”Kemarin untuk sprint putra PON, tidak ada bakat baru yang mengejutkan. Dominasinya masih nama-nama lama, pelari pelatnas ataupun mantan pelatnas,” terang Eni.
Menurut Eni, Prasha dan Geraldo merupakan pelari muda yang punya postur tinggi ideal dan teknik bagus. Performa mereka konsisten sebelum dan ketika PON Papua walau tidak mendapatkan medali. Adapun Eko seolah terlahir kembali dalam PON ini. Sempat ditendang dari pelatnas dan latihan di daerah terganggu oleh pandemi Covid-19, pelari berusia 26 tahun ini justru bisa merebut perunggu 100 meter dan perak 200 meter.
”Saya harap mereka bertiga bisa bergabung mulai awal tahun depan. Mereka bisa berlaga di nomor perseorangan atau ke tim estafet. Belum lagi estafet ini banyak sekali nomornya, dari 4 x 100 meter putra, 4 x 400 meter putra, 4 x 100 meter campuran, dan 4 x 400 meter campuran. Kalau cuma mengandalkan atlet-atlet yang ada sekarang, tim akan kerepotan. Fokus dan tenaga pasti terbagi sehingga tidak maksimal. Apalagi kadang dalam suatu ajang, jadwal dari satu nomor ke nomor perlombaan lain saling berdekatan,” katanya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sprinter putra NTB, Lalu Muhammad Zohri (tengah), berfoto bersama dengan sprinter NTB, Sudirman Hadi (kiri), dan sprinter Kalteng, Eko Rimbawan (kanan), setelah memperoleh medali dalam final 100 meter putra cabang atletik PON Papua 2021 di Stadion Atletik Mimika Sport Complex, Kota Timika, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (6/10/2021). Dalam final nomor ini, Lalu Muhammad Zohri sebagai juara dan menyabet medali emas dengan catatan waktu lari 10,46 detik. Medali perak diraih Sudirman Hadi dan medali perunggu oleh pelari Kalimantan Tengah, Eko Rimbawan.
Tetap andalkan Emil
Sementara itu, pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi menuturkan, timnya tetap mengandalkan pelari gawang putri Emilia Nova untuk mengarungi kejuaraan-kejuaraan tahun depan. Sebab, dengan kondisi baru pulih dari operasi tulang punggung, catatan waktu Emilia dengan 13,74 detik saat meraih emas PON Papua masih sulit diimbangi pesaingnya di tingkat nasional maupun Asia Tenggara sekalipun jika berkaca dari SEA Games Filipina 2019.
”Dari PON, tidak ada kejutan. Semua pesaing Emil, kemampuannya masih terlalu jauh di bawah Emil dan standar Asia Tenggara. Saya tidak mau ambil risiko untuk mengambil mereka, terlebih dengan usia hanya terpaut dua tahun lebih muda di bawah Emil tapi potensinya biasa saja. Bukan mau meremehkan, tapi pasti sulit untuk memoles mereka agar bisa bersaing di level internasional,” ungkap Ongky.
Untuk itu, Ongky ingin tetap fokus membina Emil. Salah satu pekerjaan utamanya adalah mengembalikan kecepatan Emil yang belum optimal sehabis menjalani operasi besar kemarin. Praktis, Emil baru kembali berlatih kecepatan sekitar tiga minggu sebelum PON Papua.
Jika kecepatannya kembali ke performa terbaik, Emil diyakini bisa mempertahankan emas di SEA Games Vietnam pada Mei 2022 dan perak di Asian Games Huangzhou pada September 2022. Sebab, secara teknik, kemampuan Emil tidak menurun kendati lama tidak berlatih di lintasan. Selama ini teknik memang menjadi keunggulan Emil.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Pelari gawang putri kawakan Indonesia, Emilia Nova (kiri), dan pelari gawang putri yunior, Dina Aulia Purnama (kanan), saat berlatih di Stadion Madya Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/11/2021). Tim lari gawang Indonesia masih tetap mengandalkan Emilia dalam mengarungi kejuaraan yang padat, baik terbuka maupun ajang multicabang sepanjang tahun depan.
”Yang jelas, saya berusaha untuk meningkatkan standar Emil. Untuk mempertahankan medali di SEA Games, catatan waktu Emil mesti stabil antara 13,3 detik dan 13,4 detik. Sementara untuk Asian Games, mau tidak mau dia mesti mempertajam rekor pribadinya dari 13,33 detik menjadi 13,0 detik. Kita mesti memasang target tinggi untuk mengantisipasi perkembangan calon lawan yang tidak terpantau selama pandemi Covid-19. Intinya, kita tidak boleh lengah,” tutur Ongky.
Pendamping Emil
Guna mendampingi Emil, Ongky coba memanggil pelari gawang putri yunior asal Kalimantan Selatan, Dina Aulia Purnama, sejak April 2021. Pelari berusia 18 tahun itu dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi penerus Emil. Setidaknya, dia punya kecepatan lari 100 meter datar 11,8 detik. Itu tergolong sangat cepat untuk modal pelari gawang.
Dalam tes lari gawang sekitar tiga minggu sebelum PON Papua, Dina malah bisa mencatat waktu terbaik pribadinya dengan 13,78 detik. Sayangnya, dia belum berkesempatan tampil di PON. Padahal, jika bisa berpartisipasi, dirinya bisa membawa pulang perak PON.
Lewat modalnya itu, Ongky ingin Dina bisa membuat catatan waktu lari gawang sekitar 13,5 detik atau 13,6 detik. Jika itu terwujud, dia bisa membuat kejutan dalam SEA Games tahun depan dan bersaing di gelaran yunior Asia ataupun dunia.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Pelari gawang putri kawakan Indonesia, Emilia Nova (kiri), dan pelari gawang putri yunior, Dina Aulia Purnama (kanan), saat berlatih di Stadion Madya Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (2/11/2021). Tim lari gawang Indonesia masih tetap mengandalkan Emilia dalam mengarungi kejuaraan yang padat, baik terbuka maupun ajang multicabang, sepanjang tahun depan.
”Saat ini Dina mungkin pelari gawang muda terbaik yang ada di nasional. Bahkan, dalam usia 18 tahun ini, catatan waktu lari gawangnya jauh lebih baik dibanding Emil di usia 18 tahun. Emil di usia segitu, waktunya sekitar 14,26 detik,” jelas Ongky.
Dari lari gawang putra, mantan pelari pelatnas asal Sumatera Selatan, Rio Mahlotra, juga masih terlalu tangguh di tingkat nasional. Namun, catatan waktunya dengan 14,11 detik ketika meraih emas PON Papua itu sulit bersaing di level Asia Tenggara jika becermin dari SEA Games 2019.
Evaluasi keseluruhan
Anggota Komisi Pelatih PB PASI, Agustinus Ngamel, menyampaikan, secara keseluruhan, hasil PON Papua cukup baik dibandingkan dengan PON Jawa Barat 2016. Paling tidak, ada 21 rekor PON dan 3 rekor nasional yang terpecahkan dalam PON Papua. Pada PON Jawa Barat, ada 14 rekor PON dan 2 rekor nasional. ”Tinggal bagaimana kita bisa mempertahankan dan meningkatkan prestasi-prestasi tersebut,” ujarnya.
Saat ini Dina mungkin pelari gawang muda terbaik yang ada di nasional. Bahkan, dalam usia 18 tahun ini, catatan waktu lari gawangnya jauh lebih baik dibanding Emil di usia 18 tahun.
Setelah PON Papua, kata Agus, pihaknya bakal melakukan evaluasi untuk merekrut atlet-atlet yang tampil mengesankan dalam PON ke pelatnas. Para atlet itu perlu memenuhi standar pelatnas, antara lain prestasinya di PON melampaui prestasi peraih perunggu SEA Games sebelum ini. Intinya, atlet yang mendapatkan medali PON belum tentu bisa masuk ke pelatnas.
Nantinya, atlet-atlet itu akan menggantikan posisi atlet pelatnas yang dirasa kemampuannya menurun. Artinya, kemungkinan tidak ada penambahan atlet untuk pelatnas tahun depan. ”Sistemnya itu promosi-degradasi. Jadi, jumlah atlet pelatnas tahun depan kurang lebih sama dengan yang sekarang,” kata Agus.