PON Papua 2021 melahirkan juara baru di nomor paling bergengsi cabang atletik, yakni lari 100 meter putra dan putri. Sayangnya, catatan waktu mereka masih jauh di bawah rekor nasional maupun rekor PON.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·4 menit baca
TIMIKA, KOMPAS – Nomor paling bergengsi cabang atletik Pekan Olahraga Nasional Papua 2021, yakni lari 100 meter putra dan putri melahirkan juara baru. Namun, para juara itu belum bisa membuat kejutan dengan menciptakan rekor PON ataupun nasional yang baru.
Di lari 100 meter, pelari NTB sekaligus pelatnas, Lalu Muhammad Zohri meraih emas dengan waktu 10,46 detik. Atlet berusia 21 tahun itu jauh meninggalkan dua pesaing terdekatnya, yakni pelari NTB lainnya, Sudirman Hadi yang merebut perak dengan 10,68 detik dan pelari Kalimantan Tengah Eko Rimbawan dengan 10,70 detik.
Ketiga pemenang itu adalah wajah baru yang menjadi peraih medali lari 100 meter PON. Akan tetapi, catatan waktu mereka cenderung lebih buruk dibanding tiga pemenang PON sebelumnya di Jawa Barat pada 2016. Dalam PON ke-19 itu, Yaspi Boby dari Sumatera Barat yang merebut emas dengan 10,36 detik, Fadlin dari NTB mendapatkan perak dengan 10,43 detik, dan Iswandi dari NTB membawa pulang perunggu dengan 10,46 detik.
Bahkan, catatan waktu Zohri jauh di bawah rekor PON milik Mardi Lestari dengan 10,20 detik dalam PON Jakarta 1989 pada 20 Oktober 1989. Hasil itu pun melorot jauh di bawah rekor nasional atas nama Zohri sendiri dengan 10,03 detik dalam Seiko Golden Grand Prix 2019 di Osaka, Jepang pada 19 Mei 2019.
Zohri yang baru pertama kali berpartisipasi di PON berdalih, dirinya memang tidak terlalu ngotot dalam perlombaan ini karena harus menjaga kebugaran untuk dua perlombaan lainnya, yakni lari 200 meter dan estafet 4x100 meter. Pelari asal Lombok Utara, NTB itu ingin mendulang emas dari dua lomba tersebut.
”Setelah ini, saya masih berlomba di lari 200 meter dan estafet 4x100 meter. Saya ingin merebut emas dari kedua nomor tersebut. Maka itu, saya perlu menjaga kondisi tubuh. Kalau sudah ngotot di 100 meter ini, takutnya saya tidak bisa maksimal lagi di dua nomor tersebut,” terang Zohri yang mencatat catatan waktu terbaik musim ini dengan 10,26 detik di babak penyisihan Olimpiade Tokyo 2020 pada 31 Juli kemarin.
Setelah ini, saya masih berlomba di lari 200 meter dan estafet 4x100 meter. Saya ingin merebut emas dari kedua nomor tersebut. Maka itu, saya perlu menjaga kondisi tubuh. (Lalu M Zohri)
Pelatih sprint pelatnas Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia Erwin Maspaitella yang memantau penampilan Zohri mengatakan, anak asuhannya itu tidak tampil optimal karena tidak ada pelari lain yang ngotot dan menariknya berlari lebih cepat. Selama ini, Zohri memang pelari yang cenderung terbawa oleh kecepatan pesaingnya, seperti terbawa pelari kawakan Amerika Serikat Justin Gatlin dalam Seiko Golden Grand Prix 2019.
Padahal, tim pelatih pelatnas berharap Zohri membuat kejutan menciptakan rekor nasional baru di PON kali ini. ”Tapi, hasil ini cukup baik. Setidaknya, Zohri masih yang terbaik di Indonesia. Dari PON ini juga, dia bisa mendapatkan pengalaman berlomba lagi. Semoga mental berlombanya terus menjadi lebih baik pasca tidak ada kejuaraan nasional sepanjang pandemi Covid-19 ini,” terang Erwin.
100 meter putri
Sementara itu, pada lari 100 meter putri, pelari Jawa Barat sekaligus pelatnas, Tyas Murtiningsih meraih emas dengan 11,79 detik. Atlet berusia 24 tahun itu unggul atas rekannya dari Jawa Barat sekaligus di pelatnas, Erna Nuryanti yang merebut perak dengan 11,90 detik.
Pelari Bengkulu Hasruni membuat kejutan merebut perunggu dengan 11,95 detik. Hasruni bisa mengungguli dua pelari pelatnas, yakni pelari Maluku Alvin Tehupeiory yang finis keempat dari total delapan peserta dengan 12,08 detik dan pelari DKI Jakarta Jeany Nuraini yang finis keenam dengan 12,17 detik.
Hasil ini sangat memotivasi saya untuk terus menjadi lebih baik. Selanjutnya, saya menargetkan memecahkan rekor nasional dan bisa berprestasi di tingkat internasional. (Tyas Murtiningsih)
Ketiga pemenang putri pun wajah baru yang menjadi peraih medali 100 meter putri PON. Namun, catatan waktu mereka cenderung lebih baik dibanding tiga pemenang di PON Jawa Barat. Lima tahun lalu, pelari Jawa Timur Tri Setyo Utami merebut emas dengan 11,97 detik, pelari Sumatera Barat Lusiana Satriani mendapatkan perak dengan 11,98 detik, dan pelari NTB Neli Susanti membawa pulang perunggu dengan 12,02 detik.
Meski demikian, catatan waktu Tyas jauh di final masih jauh di bawah rekor nasional milik Irene Truitje Joseph dengan 11,56 detik dalam SEA Games Brunai Darussalam 1999 pada 8 Agustus 1999. Bahkan, hasil itu melorot dibandingkan capaiannya di penyisihan lari 100 meter PON kali ini dengan 11,67 detik sekaligus memecahkan rekor PON milik Irene dengan 11,73 detik di PON Jawa Timur 2000.
Tyas menuturkan, dirinya jauh lebih gugup saat tampil di final. Itu disinyalir membuatnya tidak tampil lebih lepas di awal start sehingga catatan waktunya lebih menurun dibanding pada penyisihan. Terlepas dari itu, hasil ini sangat memuaskan karena menjadi emas sekaligus medali pertamanya di PON.
Pada PON sebelumnya, Tyas hanya berada di peringkat kesepuluh penyisihan sehingga tidak lolos final. ”Hasil ini sangat memotivasi saya untuk terus menjadi lebih baik. Selanjutnya, saya menargetkan memecahkan rekor nasional dan bisa berprestasi di tingkat internasional,” ungkapnya.