Medali perunggu di beregu putri menjadi pelecut kebangkitan bulu tangkis di Papua. Setelah memiliki bekal fasilitas terbaik, Papua butuh peran nyata pemerintah untuk meningkatkan sistem pembinaan.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·5 menit baca
Gabriela Meilani Moningka, pebulu tangkis Papua, meperhatikan dengan saksama ukiran di medali perunggu yang diterimanya pada upacara penyerahan medali bulu tangkis beregu putri di Gedung Olahraga Waringin, Abepura, Kota Jayapura, Sabtu (9/10/2021). Meskipun gagal membawa provinsi yang dibelanya menembus final Pekan Olahraga Nasional Papua 2021, Gabriela telah menggoreskan sejarah baru pada olahraga bulu tangksi di Bumi Papua. Papua bersama Bali menjadi provinsi di luar Pulau Jawa yang bisa mendapat medali bulu tangkis beregu putri PON.
Senyum terukir di wajah atlet berusia 22 tahun itu saat berfoto dengan rekan setimnya seusai upacara itu. Ia tidak menolak saat para sukarelawan di arena bulu tangkis PON Papua memintanya foto bersama. Gabriela juga tidak lupa melakukan swafoto dengan medali perunggu di lehernya.
Gabriela pantas senang dengan prestasinya itu. Dari tiga pertandingan yang dijalani tim Papua, Gabriela merupakan pemain yang paling banyak berlaga. Ia bersama Asty Dwi Widyaningrum menjadi andalan Papua di nomor tunggal. Gabriela juga tampil berpasangan dengan Brigita Marcelia Rumambi di nomor ganda.
Dari tiga laga itu, Gabriela meraih tiga kemenangan ketika tampil tunggal, lalu mencatatkan satu kemenangan saat bermain ganda. Di nomor tunggal, Gabriela mengalahkan dua pemain yang lebih diunggulkan, yaitu Agatha Imanuel (Jawa Tengah) dan Aurum Oktavia Winata (DKI Jakarta).
Dari namanya, Gabriela sudah diketahui bukan warga asli Papua. Tetapi, ia juga bukan pemain ”cabutan” yang diambil Papua khusus untuk PON edisi ke-20 itu. Gabriela memiliki ikatan batin yang kuat dengan Tanah Papua.
Lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 1999, Gabriela diboyong oleh orang tuanya saat masih bayi ke Jayapura, Papua. Di usia lima tahun, ia mulai menggemari bulu tangkis, karena melihat sang Ayah bermain salah satu olahraga paling populer di Tanah Air itu. Sejak itu, ia bermimpi untuk menjadi atlet bulu tangkis.
Demi mewujudkan impian itu, kedua orang tuanya membawa Gabriela menempuh perjalanan laut sekitar satu minggu menuju Jakarta tahun 2007. Pada usia delapan tahun itu, Gabriela mulai mengikuti berbagai seleksi untuk masuk ke klub bulu tangkis nasional. Ia akhirnya direkrut oleh PB Berkat Abadi, klub asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Meskipun berasal dari Banjarmasin, PB Berkat Abadi memiliki program latihan di Jakarta. Gabriela dan Brigita adalah pemain senior klub itu yang rutin mengikuti latihan di Ibu Kota. Keduanya rutin mengikuti kejuaraan nasional sejak 2018.
Ketika mendapat tawaran untuk kembali ke daerah tempatnya tumbuh dan besar, Papua, Gabriela tidak berpikir panjang. Ia langsung menerima tawaran Pengurus Provinsi Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (Pengprov PBSI) Papua untuk membela tim tuan rumah pada ajang PON 2021. Setelah lebih dari satu dekade meninggalkan Papua, ia kembali menginjakkan kaki di Jayapura, 2019 lalu.
”Semoga perunggu ini bisa melecut kebangkitan prestasi bulu tangkis di Papua. Sebenarnya banyak anak di sini yang punya mimpi seperti saya, tetapi karena tidak ada perhatian dari pemerintah dan tak punya kemampuan untuk membiayai latihan, jadi mimpi itu mati sebelum berkembang,” ujar Gabriela.
Selain Gabriela, Asty juga terikat dengan Papua. Pemain yang tergabung di pelatnas PBSI di Cipayung, Jakarta Timur, itu lahir di Jayapura, Oktober 1999. Selain Asty, ada dua pemain lain kelahiran Jayapura lain di Cipayung, yakni kakak-beradik, Chico Aura Dwi Wardoyo dan Ester Nurumi Tri Wardoyo. Keduanya saat ini sedang memperkuat tim nasional di Piala Thomas dan Uber di Aarhus, Denmark.
Fasilitas mendukung
Selain prestasi perunggu di beregu putri, Papua punya bekal lainnya untuk melahirkan atlet bulu tangkis berprestasi, yakni fasilitas kelas internasional di GOR Waringin. Terdapat empat lapangan bulu tangkis berstandar kelas satu di arena yang rampung direnovasi pada 2020.
GOR Waringin bisa menampung sekitar 5.000 penonton, sehingga sangat cocok untuk menggelar kejurnas. Gedung tiga tingkat itu juga dilengkapi ruang ganti dan kamar mandi yang memadai untuk pebulu tangkis mempersiapkan diri sebelum atau sesudah pertandingan.
Pelatih tim putri Papua Endang Nursugianti berharap prestasi di PON Papua itu bisa menghadirkan antusiasme bagi seluruh pihak di Papua untuk meningkatkan prestasi di level nasional. Menurut dia, Papua sudah memiliki fasilitas yang memadai untuk melahirkan pebulu tangkis berprestasi di masa depan.
”Mereka (Pengprov PBSI Papua) mengontrak saya untuk membantu pembinaan dan prestasi bulu tangkis di Papua. Jadi, saya sangat berharap prestasi di PON ini bisa melecut pemerintah dan anak-anak muda untuk mulai melirik bulu tangkis,” kata Endang, mantan pebulu tangkis nasional yang turut mempersembahkan medali emas beregu putri SEA Games 2007 untuk Indonesia.
Harapan besar juga disampaikan Mimi Irawan, Ketua Bidang Turnamen Nasional dan Perwasitan PBSI. Mimi mengatakan, dirinya telah berbicara dengan Pengprov PBSI Papua serta Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano agar memanfaatkan dengan baik GOR Waringin untuk melahirkan atlet bulu tangkis asli Papua.
”Fasilitas ini harus dimanfaatkan dengan baik, karena tidak semua daerah memiliki keistimewaan ini. Saya rasa GOR Waringin adalah salah satu arena bulu tangkis terbaik di luar (Pulau) Jawa,” pungkas Mimi.
Harapan itu disambut positif oleh Ketua Pengprov PBSI Papua Max ME Olua. Ia mengakui, popularitas bulu tangkis di Papua masih kalah jauh dibandingkan dengan sepak bola. Hal itu pun tercermin juga di kepengurusan Pengrov PBSI. Max menjadi satu-satunya insan asli Tanah Papua yang menjabat di Pengprov PBSI Papua.
Dengan medali perunggu beregu putri, Max bertekad untuk menjaga prestasi itu di PON edisi selanjutnya. Untuk itu, ia pun telah menyiapkan program pembinaan yang menargetkan bisa melahirkan atlet baru asli Papua minimal dalam dua tahun mendatang.
”Kami akan menjaga getaran positif prestasi di PON ini untuk melanjutkan program pembinaan. Kami berkomitmen untuk menyiapkan kejuaraan lokal demi meningkatkan daya tarik bulu tangkis di generasi muda,” ucap Max.
Sembari tersenyum, Gabriela pun melontarkan harapannya untuk bulu tangkis di Papua. ”Saya berharap ada anak asli Papua yang bisa membela tim PON dan menembus pelatnas,” katanya.