Buah Merah Papua Penangkal Malaria
Buah merah menjadi salah satu keberkahan yang diberikan oleh alam Papua. Buah endemik Papua itu dianggap ampuh menangkal malaria yang menjadi penyakit endemi yang ditakuti warga, terutama pendatang.
Alam Papua seolah paham dengan yang dibutuhkan makhluk di sekitarnya. Salah satu berkah yang diberikan alam Papua adalah buah merah (Pandanus conoideus). Tumbuhan endemik ”Bumi Cenderawasih” itu ampuh sebagai penangkal malaria. Apalagi provinsi paling timur Indonesia ini masih berstatus daerah endemi penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina pembawa parasit Plasmodium tersebut.
Seorang pemuda asli Papua, Neiron Wakur (26), sedang asyik sendiri menyiduk serbuk-serbuk kasar dari sari buah merah yang berada di dalam mesin pengolahkan. Dia fokus memisahkan ampas buah hingga tersisa sarinya saja.
”Ini adalah awal proses pengolahan buah merah sebelum menjadi kapsul. Ampas bekas buah merahnya dipisahkan untuk diambil sari patinya yang bersih,” ujarnya yang baru belajar tentang pengolahan buah merah dalam sebulan terakhir.
Baca juga : Tekan Covid-19 di PON Papua 2021
Neiron merupakan salah satu warga yang dibina oleh penemu kapsul sari buah merah, I Made Budi (63). Dia, termasuk warga Papua lain, bisa belajar dan memproses buah merah untuk kemudian dijual sendiri.
Pria asal Tolikara ini tidak tertarik dengan buah merah hingga sebulan lalu ketika datang ke Jayapura. Ketika sampai, dia melihat banyaknya minat warga terhadap buah yang bisa menambah imun tubuh tersebut. Neiron pun lalu mencari tahu lebih lanjut di internet.
Dia baru sadar, buah merah yang sedang ramai menjadi perbincangan itu ternyata berasal dari daerah asalnya. ”Itu asli Tolikara. Dari kecil, saya sudah makan buah merah. Itu sudah jadi budaya kami turun-temurun supaya sehat, juga menjaga stamina,” kata pria yang sempat menjalani kuliah di Manado, Sulawesi Utara, tersebut.
Belajar lebih dalam
Memori kolektif itu menaikkan minatnya untuk belajar lebih dalam tentang buah merah. Sepengalaman pribadinya, khasiat buah ini sangatlah dahsyat. Dengan khasiat hebat dan minat tinggi di pasaran, dia melihat ada potensi besar untuk berbisnis.
Kalau saya, minum minyak remasan dari buah merah pada saat sehabis kerja di kebun. Setelah minum itu, enak, lega. Bangunnya kami jadi segar lagi. Setiap hari itu wajib diminum kalau dulu. Sebab, dia bisa menghilangkan rasa lelah.
”Kalau saya, minum minyak remasan dari buah merah pada saat sehabis kerja di kebun. Setelah minum itu, enak, lega. Bangunnya kami jadi segar lagi. Setiap hari itu wajib diminum kalau dulu. Sebab, dia bisa menghilangkan rasa lelah,” ucap Neiron.
Baca juga : Cegah Meluasnya Covid di PON Papua
Dulu, Neiron mengonsumsi buah merah dengan cara diminum. Dia meremas biji buah dengan tangan untuk mendapatkan sarinya. Kemudian, sari itu dicampur dengan air dan tinggal diminum.
Kebetulan atau tidak, Neiron tidak pernah terkena malaria sepanjang usianya. Padahal, dia bekerja di kebun. Tubuhnya sudah jadi santapan langganan para nyamuk-nyamuk di kebun tersebut.
Kata Neiron, kapsul buah merah ini lebih berkhasiat lagi karena telah dicampur dengan zat seperti gelatin dan glycerin. ”Makan ini lebih enak badannya. Karena itu, saya tertarik belajar di sini. Siapa tahu suatu saat nanti bisa buka usaha sendiri seperti ini,” pungkasnya.
Buah merah memiliki nilai ekonomi tinggi. Harga kapsul buah merah di Jayapura mencapai Rp 220.000 per botol berisi 50 butir kapsul. Sementara harga buah merah segar Rp 30.000-Rp 50.000 yang beratnya bisa 50 kilogram.
Awal diteliti
Menurut Made, dia mulai tertarik dengan buah merah saat menemani peneliti asing di pedalaman Wamena medio 1986/1987. Ketika peneliti asing itu asyik mengamati jamur yang konon berkhasiat untuk penyakit jantung, konsentrasi Made justru berpaling ke buah merah.
Baca juga : Dua Wajah Penerapan Protokol Kesehatan di Timika
Pria kelahiran Denpasar, Bali, 12 Januari 1960 ini melihat warga memikul buah merah yang dianggap sangat unik. Waktu itu, warga umumnya memakan biji buah yang berbentuk seperti cempedak itu secara langsung sebagai bahan makanan tambahan. Ada juga yang merebus buah berasa tawar tersebut, atau meremasnya menjadi minyak untuk masak.
Di kalangan warga, buah merah dianggap berkhasiat untuk menjaga kebugaran tubuh. Pengetahuan itu mereka dapat secara lintas generasi dari turun-temurun. ”Dari itulah, saya berniat dalam hati untuk meneliti buah merah,” kata pria yang berstatus dosen Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih, sejak 1986 tersebut.
Namun, niat Made meneliti buah merah baru terwujud sekitar dua-tahun kemudian atau selepas dirinya lulus S-2 dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2000. Sebenarnya Kementerian Kesehatan dan IPB sudah meneliti buah merah lebih dahulu, tetapi belum dilanjutkan hingga menjadi produk yang bisa memberikan manfaat untuk masyarakat umum.
Maka itu, Made yang menghabiskan masa kecil dan remajanya di Manado, Sulawesi Utara, ini ingin melakukan penelitian lebih mendalam mengenai buah merah. Dia memerlukan waktu tiga tahun untuk mendapatkan bukti bahwa buah merah mengandung sejumlah senyawa bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Karena bermanfaat meningkatkan daya tahan tubuh ini yang membuat buah merah berkhasiat untuk menangkal malaria. Malaria, kan, menular atau menyerang tubuh orang yang imunnya rendah.
Setidaknya, buah merah mengandung anti oksidan, omega tiga, omega enam, dan omega sembilan dengan jumlah tinggi. ”Karena bermanfaat meningkatkan daya tahan tubuh ini yang membuat buah merah berkhasiat untuk menangkal malaria. Malaria, kan, menular atau menyerang tubuh orang yang imunnya rendah,” kata Made.
Baca juga : Perketat Protokol dan Pelacakan di PON Papua
Menciptakan kapsul
Dari penelitian itu pula, Made memberikan sentuhan teknologi untuk menjadikan buah merah sebagai kapsul obat herbal atau alternatif. Dengan begitu, buah merah bisa dikonsumsi oleh masyarakat umum. Kalau berbentuk buah murni, buah merah bisa berefek negatif untuk ibu hamil karena mengandung kalsium oksalat.
”Papua ini memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Namun, semuanya masih diolah secara tradisional. Kalau tetap begitu, Papua sulit berkembang. Mesti ada sentuhan teknologi agar sumber daya alam yang ada bisa dimanfaatkan lebih optimal, terutama untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat,” tutur pria yang hijrah dari Manado ke Jayapura sejak 1985 tersebut.
Pada tahun 2007, dengan dana pribadi, Made meminta bantuan tiga profesor untuk bidang terkait dari Pulau Jawa guna menegaskan hasil penelitian tersebut. Hasilnya, buah merah bukan hanya bermanfaat untuk menangkal malaria, melainkan penyakit lainnya, terutama penyakit degeneratif.
”Buah merah ini memang tergolong obat herbal. Tapi, karena khasiatnya yang diakui masyarakat, kapsul buah merah bisa eksis di pasaran dalam 17 tahun terakhir. Sementara obat herbal lainnya sebagian besar berumur pendek,” ujar Made.
Diakui pemerintah
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Aaron Rumainum, berpendapat, banyak komoditas tumbuhan dan buah di Papua yang menjadi alternatif pengobatan. Misalnya tumbuhan sarang semut dan buah merah.
Baca juga : Papua Jauh di Mata, Pun Mahal di Biaya
Adapun buah merah dari daerah pegunungan Papua merupakan salah satu suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Selain malaria, suplemen ini berperan penting untuk mencegah penularan penyakit seperti Covid-19 di tengah kondisi pandemi saat ini.
Aaron menilai, buah merah satu-satunya produk suplemen herbal di Papua yang telah melewati hasil penelitian dan dosisnya telah ditentukan sesuai prosedur pembuatan suplemen. Misalnya kapsul buah merah buatan I Made Budi yang dijual di Jayapura. ”Selama ini, buah merah masih berperan sebagai suplemen pendamping obat yang telah diresepkan dokter. Tujuan pemberian obat herbal turut membantu mengatasi penyakit yang diderita pasien,” katanya.
Anggota DPR Papua, John Gobay, mengatakan, buah merah termasuk salah satu obat herbal di Papua yang telah diteliti kandungan zat yang berdampak positif bagi kesehatan. Ia pun mengungkapkan, total terdapat sekitar 50 tumbuhan yang dapat dibudidayakan menjadi obat-obatan herbal di Papua.
John menyatakan, pihaknya akan mengembangkan sebuah poliklinik dengan menyediakan obat-obatan herbal khas Papua untuk masyarakat setempat. ”Kami bakal menyiapkan peraturan daerah untuk membudidayakan obat herbal di Papua agar bisa digunakan di setiap rumah sakit di Papua. Tujuannya agar masyarakat tidak hanya mengonsumsi obat dari dokter, tetapi juga dikombinasikan dengan obat herbal,” kata John.